D e t i k e m p a t p u l u h e n a m

402 25 0
                                    

Pemakaman sudah selesai dan semua orang yang tadi melayat juga sudah pulang semua ke rumah masing-masing. Dan sekarang tinggalah Gama, Sastra, Noah yang berada disana. Sedangkan, Guntur dan Reno sudah kembali ke rumahnya bunda Gama untuk mengurus sesuatu. Almira sendiri sudah memilih pulang juga bersama dengan Revan dan Nita.

"Gama kamu yang sabar pasti bunda kamu sudah tenang disana," ucap Sastra sembari mengusap bahu Gama untuk sekadar menenangkan cowok itu.

"Melati. Nama Bunda gue," celetuk Gama sembari menatap makam bundanya.

Sastra yang mendengar itu hanya bergeming ditempatnya. Dia tidak tahu harus bagaimana sekarang. Apakah meninggalkan Gama atau tidak, tapi disini masih ada Noah yang setia menunggu dirinya. Sastra juga merasa tidak enak dengan Noah, lagi pula hubungan dengan Noah juga baru saja dia jalani. Dan Sastra tidak ingin membuat perasaan laki-laki itu bertambah sakit.

"Gue boleh minta waktu bicara sama pacar lo?" izin Gama menatap Noah. Sedangkan, Noah langsung mengerti dan memberi waktu keduanya.

"Sastra aku tunggu disana ya," ucap Noah dan hanya diangguki oleh Sastra. Sungguh, hati Noah sangat baik hingga mengizinkan dirinya berdua saja bersama Gama.

"Gue pernah beberapa kali bercerita mengenai Bunda gue kan? Bunda memang terkadang terganggu dengan kejiwaannya. Tapi Bunda gue gak gila. Sedangkan, Papa gue selalu menempatkan Bunda gue ke rumah sakit jiwa. Padahal Papa sudah tahu kalau Bunda gue sering mencoba bunuh diri disana."

Sastra yang mendengar itu merasa ikut sakit dalam hatinya. Ternyata kehidupan dari Gama seperti ini. Ini baru pertama kali Gama menceritakan yang sebenarnya mengenai keadaan bundanya.

"Sastra lo tahu, Bunda gue pingin banget ketemu sama lo?" ucap Gama sembari melihat Sastra yang sekarang merasa heran dengan dirinya. Mungkin karena bagaimana bundanya bisa tahu mengenai dirinya.

"Gue sering cerita mengenai lo sama Bunda," sahut Gama dan langsung menjawab kebingungan dari Sastra. Jadi, Gama sering menceritakan dirinya dengan bundanya. Berarti dulu Gama memang mencintai dirinya begitu dengan tulus?

"Kenapa? Kenapa kamu menceritakan aku kepada Bunda kamu."

"Karena lo berhasil membuat hati gue menjadi diisi oleh dua orang wanita yang gue cintai."

Perkataan itu sontak membuat Sastra langsung menangis. Jadi, memang benar jika Gama mencintai dirinya. Tetapi, mengapa Gama memutuskan hubungan dengan dirinya.

"Sorry gue ngomong gini. Tapi, lo santai aja gue gak bakal ganggu lo sama cowok baru lo. Oh iya tadi nama cowok lo siapa?" ucap Gama sembari menutupi suara tercekatnya dengan terkekeh kecil.

"Noah... Namanya Noah. Dia laki-laki yang baik. Selalu ada buat aku. Dan selalu menghibur aku," balas Sastra.

Gama yang mendengar itu hanya tersenyum miris.

"Syukur kalo lo bahagia."

"Gama apa kamu gak mau dengar apa yang aku rasakan sekarang?"

Gama bergeming sembari menatap Sastra lekat.

"Meskipun Noah sebaik itu sama aku, tetapi tetap sama aja nama yang ada dalam hati aku itu kamu. Kamu jahat, kamu buat aku tidak adil dengan cowok seperti Noah," ucap Sastra sembari menangis.

Gama yang mendengar itu tersentak dan langsung menyunggingkan senyumnya. Jadi, perasaan Sastra masih sama dengan dirinya.

"Aku harus melakukan apa Gama? Aku gak tahu. Aku gak bisa bohongi perasaan aku sendiri. Tetapi, aku juga gak bisa buat Noah merasa kecewa. Dia terlalu baik."

"Biarkan seperti ini. Mungkin kita bukanlah jodoh di masa sekarang. Kita jalani hidup kita masing-masing sekarang. Tapi, Sastra maukah lo berjanji denganku kalau di kehidupan selanjutnya lo adalah milikku?"

Ucapan dari Gama tak dapat membuat air matanya dibendung. Gadis itu menangis terisak. Dia tidak menyangka jika sekarang dirinya sedang mengucapkan perpisahan dengan Gama.

"Jangan menangis. Berbahagialah... Lo berhak bahagia. Dan jangan sampai lo sakit lagi."

"Aku gak bisa hiks... Aku gak bisa."

"Kita juga tidak bisa bersama Sastra. Kita akan akan menyakiti diri kita masing-masing. Tapi, perlu kamu ingat kalau aku sangat mencintaimu dulu, sekarang, sampai nanti."

"Tapi kenapa? Kenapa kita tidak bisa bersama? Dan kenapa kamu sama Almira kalau kamu cinta sama aku."

"Jangan mikirin itu. Biarlah itu menjadi alasan yang akan selalu gue simpan sendiri."

Sastra makin terisak dalam tangisnya. Apakah seperti ini hubungannya dengan Gama? Apakah memang akan berakhir? Kenapa Sastra masih berharap jika dirinya bisa bersama dengan Gama.

"Pergilah. Noah udah nunggu lo jangan buat pacar lo menunggu lebih lama lagi," ucap Gama sembari memusatkan perhatiannya kepada makam bundanya. Sedangkan, Sastra masih terisak dalam tangisnya.

"Boleh aku peluk kamu untuk terakhir kali?" ucap Sastra.

"Ya."

Sore menjelang malam itu disertai mendung dan ternyata menjatuhkan air hujan dari langit. Menjadi saksi sepasang orang yang saling mencintai harus saling meninggalkan karena sebuah alasan yang fana. Air mata bercampur dengan hujan membuat samar dari keduanya yang sekarang sedang saling berpelukan seolah meminta keadilan dengan semesta.

Noah yang berada di balik pohon mendengar semuanya. Dia mendengar bagaimana perpisahan itu sungguh menyakitkan dan pahit. Bahkan, tak terasa Noah juga menitikkan air matanya melihat kedua orang itu yang masih saling berpelukan seakan mencari kekuatan. Bisakah Noah menjadi orang yang teramat jahat dengan memisahkan keduanya? Noah tidak ingin. Noah tidak ingin menjadi orang yang sangat egois. Apa yang membuat mereka mengalami perpisahan? Noah mungkin harus bisa mencari tahu.

Noah melihat jika sekarang Sastra sudah menghampiri dirinya dengan mata yang sembab. Sastra sudah sampai di depannya dan gadis itu hanya tersenyum sedikit seolah untuk menutupi kesedihannya.

"Sudah selesai?" tanya Noah.

"Ya."

Sastra dan Noah pergi meninggalkan Gama yang masih berada di bawah guyuran hujan. Dan laki-laki itu hanya bisa memeluk nisan bundanya sembari menangis dengan keputusan yang baru saja dia buat. Biarlah ini semua menjadi tanggungan dari Gama. Gama tidak ingin membuat orang yang disayanginya menghilang lagi dari dunia ini. Cukup bundanya. Tidak dengan Sastra. Gadis itu harus tetap hidup dan bahagia meskipun tidak bersama dengannya. Setidaknya Gama masih bisa melihat Sastra dari jauh kan?

****

Detik Sastra (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang