Gama mematikan motornya di depan toko buku dia langsung menemani Almira untuk masuk ke dalam toko di pusat kota itu.
"Oh iya Gam menurutmu ini sama ini bagusan yang mana untuk belajar?"
Gama melihat kedua buku yang di pegang oleh Almira.
"Yang kanan," sahutnya.
Almira hanya menganggukkan kepalanya sembari melihat buku-buku yang lain.
Sedang Gama dirinya sekarang sedang memikirkan kekasihnya yaitu Sastra, saat di sekolahan tadi dia hanya bertemu satu kali waktu pagi hari tadi dan itu pun berakhir dengan hubungan mereka yang tidak baik bahkan setelahnya sampai pulang sekolah dirinya tidak mengetahui kabar dari gadis itu.
"Hei Gama," panggil Almira sembari menggoyang-goyangkan tangannya di depan wajah Gama karena melihat Gama yang sedari tadi tidak mengindahkan ucapannya.
"Iya kenapa?"
"Kamu gakpapa?"
Gama hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
"Ayo bayar buku ini," ajak Almira dan Gama hanya mengikuti Almira dari belakang.
Sepertinya Gama nanti harus mengajak Sastra bertemu karena jika tidak maka pikirannya tidak akan pernah berhenti memikirkan gadis itu.
"Oh iya Gam, kata Bu Rina tadi aku disuruh minta bantuan sama kamu buat belajar sekalian karena katanya Bu Rina kan kamu yang udah beberapa kali ikut olimpiade ini jadi kamu pasti sudah tahu seluk beluknya."
Gama menjadi bingung dengan ucapan Almira, sekarang apa yang harus dia lakukan membantu Almira atau menemui kekasihnya Sastra yang sampai sekarang masih memenuhi pikirannya.
***
"Ya ampun Sastra anakku," teriak Tari yang tidak lain adalah Mama dari Tamara yang selalu di panggil oleh Mimom oleh kedua gadis itu.
"Sastra Mimom kangen banget sama kamu," imbuh Tari sembari memeluk Sastra.
"Ya elah baru juga tiga hari yang lalu ketemu udah kangen aja, lebai banget sih ibu-ibu satu ini," sela Tamara saat melihat Mamanya yang kegirangan melihat Sastra. Memang tidak pernah ada rasa cemburu Tamara kepada Sastra karena sahabatnya itu begitu disayangi oleh Mamanya, justru Tamara senang dengan hal itu karena dirinya tahu bagaimana keluarga dari Sastra yang entah mengapa menjadi terlihat tidak mempedulikan Sastra.
"Ih kamu ini Mimom tuh beneran kangen tahu...oh ya cepet sana semua bersih-bersih dulu nanti kita makan siang bareng," ajak Tari sembari mengelus kepala Sastra lembut.
"Udah masak kah Mom? Bibi Surti kan lagi cuti," tanya Tamara.
"Ya nanti kita kan bisa pesan go-food sekarang jaman udah canggih."
"Canggih si canggih, tapi sekali-kali masak dong Mom gak kasihan sama Papi dan anaknya suruh go-food terus."
"Besuk bi Surti udah balik, kamu tahu sendiri kan kalau Mimom masak jadi apa?" sahut Tari.
"Iya yang ada malah sakit perut aku sama Sastra nanti," balas Tamara.
"Iya Mimom emang gak bisa masak."
"Siapa bilang? Mimom bisa masak kok buktinya kemarin hari minggu itu aku sama Tamara makan sampai dua kali," sahut Sastra.
"Sastra yang kamu makan itu paling juga hasil go- food Mimom," balas Tamara sembari terkekeh.
"Eh Mimom masak sendiri itu jangan asal nuduh dong," bela Tari.
"Tapi kok Tamara temuin kuitansi go-food ya waktu itu di tong sampah."
"Heh anak ini udah sana cepet bersih-bersih bukan malah ngajak war Mimomnya."
"Tamara doain deh supaya Papi gak cari Mimom baru lagi buat aku yang bisa masak pokoknya paket komplit deh."
"Anak ini memang bener-bener deh awas aja ya kamu sini gak," ujar Tari sembari berlari menghampiri Tamara sedang Tamara langsung berlarian.
"Aaa... Sastra gue gak mau sampai di jewer sama Mimom sakit banget tahu tangannya itu kalau jewer, bantuin gue Sas," teriak Tamara yang sekarang bersembunyi di belakang Sastra.
"Sastra minggir nak, Mimom mau jewer tuh anak biar telinganya sekalian putus tuh," ucap Tari sembari menarik tangan Tamara.
"Aaa.... Mimom ihh Tamara minta maaf deh gak lagi pokoknya."
"Loh Sas kok kamu malah nangis sih nak ada apa? Apa Tamara cubit kamu, oh awas ya kamu Tamara berani cubit anak Mimom ini," ujar Tari sembari mengelus pipi Sastra yang berair.
"Mimom aku sayang banget sama kalian," setelah mengatakan hal itu Sastra langsung menangis terisak mengingat bagaimana dia yang tidak pernah mendapat kasih sayang dari orang tuanya.
"Sastra lo gak boleh nangis, ingat kita ini keluarga," balas Tamara dengan mata berkaca-kaca dan mereka bertigapun berpelukan bersama.
"Kalian ini anak-anak tersayang Mimom."
***
Ada seorang laki-laki yang saat ini sedang bermain basket di halaman depan rumahnya, dengan sangat lihai laki-laki itu memainkan bola yang berada ditangannya.
Sudah beberapa kali laki-laki itu mencetak gol di ring basket. Keringat sudah membasahi seluruh badan laki-laki itu.
Laki-laki tadi langsung terduduk dengan melihat langit yang sekarang sudah petang menandakan waktu akan menjelang malam. Dia mengelap keringat yang membasahi wajahnya.
"Awh... aduh sial masih sakit aja nih," dengus laki-laki tadi saat tidak sengaja tangannya mengenai luka di wajahnya.
"Sialan tuh laki-laki gak kenal asal tonjok wajah ganteng gue mana sakit banget lagi."
Ya laki-laki yang tidak lain adalah Noah Aleric Adelardo yang beberapa hari lalu di pukul oleh laki-laki yang tidak dikenalnya saat tidak sengaja bertubrukan dengan seorang gadis.
Mengingat gadis itu, Noah jadi kepikiran wajah cantik dan polosnya dan lebih untungnya ternyata gadis itu adalah sahabat dari tetangganya yang bar-bar.
"Eh ngapain jadi kepikiran gadis itu,tapi dilihat-lihat gadis itu kayak lemah banget dah cuma kesenggol aja malah nangis mana gue yang rugi baju gue jadi kotor."
Noah pun berdiri dan akan segera masuk ke dalam rumah tapi saat akan masuk ke dalam rumah dia melihat Tamara tetangganya yang bar-bar itu, Noah jadi kepikiran untuk mengusili gadis itu.
Noah melempar bola ke arah Tamara sialnya gadis itu malah menunduk dan tanpa sengaja bolanya mengenai gadis yang berada di belakang Tamara.
"Aduh..." ringis gadis itu.
"Noah apa yang lo lakuin sama Sastra!" teriak Tamara dengan keras. Mampus lo Noah.
Noah mendekati keduanya dan langsung terkejut saat melihat gadis di depannya yang sekarang memegang kepalanya, gadis yang kemarin menumpahkan minuman di bajunya.
"Maaf deh gue beneran gak sengaja, gue cuma mau---"
"Mau apa lo?! Lo sengaja mau kenain bola ke gue kan?"
"Iya Tam tapi kan---"
"Iya kata lo? Awas ya Noah!"
"Ehh....tunggu dulu kan emang lo biasanya kenak bola gakpapa jatuh dari lantai tujuh pun lo masih hidup kan," sahut Noah sembari menjauh dari Tamara yang seakan ingin mencakar dirinya habis.
"Lo pikir gue kucing punya nyawa sembilan, Sastra lo gak papa kan?" tanya Tamara.
"Iya gakpapa kok Tam," balas Sastra.
"Maaf gue beneran gak sengaja, gue tadi cuma mau lempar ke Tamara tapi malah lo yang kena, sini coba gue lihat kepala lo," ujar Noah sembari memegang kepala Sastra.
"Sekali selingkuh ya selingkuh," ucap seorang laki-laki dengan nada dingin melihat adegan yang baru saja dilihatnya.
"Sastra lo itu gak ada habisnya ya buat selingkuh?"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Detik Sastra (completed)
Fiksi UmumFOLLOW SEBELUM MEMBACA VOTE DAN KOMEN SETELAHNYA Sastra Arumi tidak mengetahui mengapa kedua orang tuanya yang dulu begitu menyanyangi dan mencintainya tiba-tiba saja berubah saat seseorang datang di tengah-tengah kehidupan mereka. Tidak cukup kasi...