Bian melangkah memasuki pekarangan rumahnya dengan langkah gontai. Berhenti didepan pintu rumah, pria itu menemukan tas laundry yang tersimpan rapi di hadapannya. Semua pakaian bersihnya yang baru selesai dicuci oleh sang jasa pemuka laundry.
Mengangkat tas berukuran besar tersebut sambil membuka kunci pintu, Bian akhirnya masuk ke dalam rumahnya dan menutup pintu dengan gerakan pelan.
Memasuki kamar, ia meletakkan tas kantor dan tas berisi pakaian miliknya ke atas kasur begitu saja, Bian ikut merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk itu seraya menatap langit-langit. Ia merasa kesepian.
Sebuah hembusan napas panjang keluar dari bibir tipisnya tatkala ia mengingat saat Sarah menaiki motor pria lain. Dadanya terasa begitu panas dan hatinya serasa seperti terbakar.
Suara Sarah kembali terngiang di telinganya seperti sengaja ingin membuat dirinya tak bisa melupakan mantan istrinya begitu saja.
“Bian, waktu itu kamu serius bilang pengen nikah sama aku kan?”
Lalu bersamaan dengan suara itu, ingatan Bian ikut melayang mengingat dimana awal kebahagiaannya dimulai.
6 tahun yang lalu.
Bian tersenyum lalu mengangguk dengan antusias. Menatap Sarah yang terlihat cantik dengan pandangan memuja.
"Aku serius. Aku cuma mau nikah sama kamu."
Duduk berdua di bangku taman yang cukup sepi, angin semilir itu menerpa rambut Sarah yang seakan menari tertiup angin. Sarah menyampirkan rambutnya ke telinga hingga membuat mulut Bian sedikit terbuka melihatnya. Pria itu terpesona.
"Kalo gitu ayo. Ayo kita nikah secepatnya." Sarah kembali menatap Bian dengan senyum yang menghiasi wajahnya.
Bian seketika terkesima. Menatap Sarah dengan pandangan tak percaya. Mata Bian berkedip beberapa kali yang begitu terlihat lucu. "Tapi... Aku belum tentu bisa membahagiakan kamu. Pekerjaanku masih belum jelas, aku belum mapan untuk bisa memberikan kamu kebahagiaan materi yang cukup."
Tangan Sarah bergerak pelan mengusap tangan Bian yang menganggur. "Aku gak masalah dengan itu. Karena aku juga bukan dari keluarga yang kaya. Aku terbiasa hidup susah jadi pasti itu gak masalah. Ayo kita hidup bersama, membangun rumah tangga bersama, dan jika perlu, aku akan ikut bekerja untuk membantu mewujudkan kebahagiaan kita bersama."
"Kamu... Beneran gak masalah?" Tanya Bian balik mengusap tangan Sarah yang ada di atas sebelah tangannya. Dengan senyuman tulus, Sarah kemudian mengangguk membenarkan. Ia tak masalah asalkan Bian ada di sampingnya.
Senyuman Bian terkembang di wajahnya. Ia mencium pipi Sarah sekilas lalu memeluk wanita itu dengan rasa bahagia yang memenuhi relung hatinya. "Kamu gak perlu kerja. Aku pasti akan bekerja keras untuk membuat kamu bahagia. Aku janji."
"Aku percaya kamu orang yang bertanggung jawab." Sarah ikut tersenyum bahagia saat merasakan keseriusan dari kata yang Bian ucapkan. Ia percaya kepada cintanya.
.Masa kini
Bian bangkit berdiri seraya mengambil tas laundry yang tadi ia letakkan dengan asal. Membuka tas tersebut dengan gerakan lesu, Bian kemudian membuka lemari pakaiannya dan mulai memasukkan tumpukan baju yang sudah rapi dan wangi itu kedalam lemari. Menyusunnya dengan sangat rapi, ia lalu tersenyum tipis melihat hasil kerapihannya selama ini. Begitu tertata sampai membuatnya tak percaya.
"Semuanya kelihatan rapi kecuali untuk bagian perasaan. Dasar payah!" Gumamnya yang kemudian menutup lemari dengan gerakan pelan. Menatap kaca besar di depannya, ia kemudian membereskan rambut depannya yang sedikit berantakan. Seperti yang diucapkannya, semuanya terlihat sempurna kecuali untuk hubungan percintaannya yang menyedihkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Back to Me, Please?
RomanceKarena gagal taruhan, Sarah harus menerima tantangan dari temannya yaitu dengan mendaftarkan diri di aplikasi kencan online. Siapa sangka, hal itu membuatnya harus bertemu dengan mantan suaminya yang juga ikut mendaftar di aplikasi tersebut. Bian ad...