Sarah menatap layar komputernya sambil sesekali menoleh ke arah belakang. Pintu ruangan milik Bian terlihat betah menutup tanpa menunjukkan tanda-tanda pria itu akan keluar. Barangkali, sekedar berdiri di ambang pintu dan menunggu dirinya untuk menghampiri. Seperti itu. Bukankah kebiasaan Bian memang selalu begitu?
"Tumben hari ini dia belum manggil." Tiara yang sudah berada di samping Sarah berbisik ditelinga sahabatnya yang sontak membuat Sarah tersentak kaget. Tiara juga merasakan keanehan yang Sarah rasakan saat ini.
"Dia mungkin gak butuh apapun," jawab Sarah kembali menatap layar didepannya. Menggerakkan mouse dengan asal untuk menutupi perasaan aneh yang kini tengah melandanya.
Mengingat pertemuannya dengan Bian tadi pagi, keduanya bersama-sama menaiki lift yang diikuti oleh beberapa karyawan lain. Tidak ada yang terjadi bahkan ketika beberapa orang mulai turun dan hanya meninggalkannya berdua dengan Bian. Pria yang selalu mengambil kesempatan dalam kesempitan itu bersikap seolah tak mengenali dirinya. Meng- scroll layar ponsel dan sesekali mengangkat wajah untuk melihat sudah sampai mana lift itu membawanya naik. Tidak ada interaksi sama sekali. Benar-benar seakan tak kenal padahal kemarin pria itu selalu melakukan pendekatan kepada Sarah. Agak sedikit membuat kecewa tapi Sarah akhirnya merasa lega. Bian sudah berhenti mengganggunya.
Tiara menepuk bahu Sarah dengan pelan seraya menganggukkan kepalanya tak jelas. Seperti bentuk rasa prihatin atau sejenisnya. "Padahal kamu pasti lagi nunggu buat di panggil."
Sarah mendengus dan langsung menatap Tiara dengan raut wajah malas "Siapa bilang?"
"Aku."
"Ya mungkin itu kamu. Aku sama sekali enggak tuh," jawab Sarah yang kembali menatap layar komputer di depannya. Bersikap tak peduli, Sarah mulai mencoba untuk fokus pada pekerjaannya.
"Sarah si tukang dusta," kata Tiara dengan desisan pelan. Tatapannya kemudian langsung berubah saat melihat Bian yang berjalan mendekat ke arah mereka. Buru-buru Tiara menggeser kembali kursi yang didudukinya ke bilik kerja miliknya sendiri. Berharap pria itu akan melakukan pendekatan lagi kepada sahabatnya dengan modus memanggil Sarah ke ruangannya.
"Tiara," panggil Bian membuat Tiara dan Sarah terlihat kaget mendengarnya. Bukan Sarah tapi malah Tiara?
"Iya pak?" Sahut Tiara yang kemudian menoleh ke belakang. Merubah posisi duduknya menjadi berdiri, diam-diam wanita itu melirik Sarah yang tampaknya masih kaget dengan kehadiran Bian yang tiba-tiba. Terbukti dengan ujung mata Sarah yang menatap ke arahnya namun tangannya tak berhenti bergerak di atas keyboard.
Bian tampak tak peduli, pria itu kemudian menyerahkan kertas laporan di tangannya tanpa melepaskan tatapan matanya dari Tiara. Dengan kata lain, tidak ada curi-curi pandang yang biasa dilakukannya kepada Sarah.
"Sepertinya ada yang salah. Kamu coba cek ulang lalu jika sudah selesai, berikan hasilnya kepada saya secara langsung. Tanpa perantara," ujar Bian sengaja menekan kata terakhir dari ucapannya agar Sarah ikut mendengarkan.
Tiara menatap Bian dan Sarah secara bergantian lalu mengangguk dengan ragu. "Ba-baik pak."
Lalu setelah mendapat jawaban yang di inginkan, Bian kemudian pergi meninggalkan ruangan tersebut yang mungkin memiliki urusan penting di tempat lain. Entah, hanya Bian yang tahu.
"Wah... Ada apa itu?" Gumam Tiara kembali menduduki kursinya dengan raut wajah aneh. Meletakkan kertas pemberian Bian dengan asal lalu menatap Sarah dengan tatapan penuh curiga.
"Sebaiknya kamu kerjain sekarang. Kerjaan kamu kan banyak," sahut Sarah bersikap sibuk namun menyadari tatapan yang Tiara layangkan kepadanya.
"Sekarang itu gak penting. Kayaknya mobilku emang ada penunggunya. Aku pernah bilang kan? Kalo aku nolak permintaan ibuku buat mandiin mobil itu pake air kembang 7 rupa. Sepertinya omongan ibuku jadi nyata. Sekarang sikap pak Bian jadi aneh setelah bawa mobilku pergi, dan aku yakin banget kalo dia pasti lagi ketempelan setan perawan."
![](https://img.wattpad.com/cover/316522587-288-k234033.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Back to Me, Please?
RomansaKarena gagal taruhan, Sarah harus menerima tantangan dari temannya yaitu dengan mendaftarkan diri di aplikasi kencan online. Siapa sangka, hal itu membuatnya harus bertemu dengan mantan suaminya yang juga ikut mendaftar di aplikasi tersebut. Bian ad...