"Sarah..." Panggil Bian menatap wanita yang dicintainya terduduk sendirian di dalam tangga darurat. Berjalan menaiki setiap anak tangga untuk mendekat, Bian lalu berjongkok didepan Sarah yang sepertinya masih tak percaya dengan apa yang baru dialaminya.
"Kaki kamu gak papa?" Tanya Bian saat Sarah sama sekali tak mengeluarkan suaranya. Jangankan berbicara, matanya pun seakan menolak untuk menatap Bian dan lebih memilih untuk menunduk menyembunyikan kesedihannya.
"Sarah..." Kali ini Bian meraih tangan wanita itu berusaha meminta perhatiannya. Namun dalam sekejap, seakan tak ingin di sentuh, Sarah segera menepis tangan itu menandakan jika dirinya benar-benar marah. Kepada pria itu, kepada Bian yang kembali membuatnya sedikit kecewa.
Sarah mendengus dan mulai mengeluarkan suaranya. "Apa ini saatnya untuk mengkhawatirkan kakiku?"
"Aku—"
"Ini yang aku takutkan. Apa sekarang kamu tahu gimana menakutkannya keluarga kamu itu? Katanya aku selingkuh dari kamu padahal setiap hari kerjaanku hanya tinggal di dalam rumah. Katanya aku sengaja menggugurkan kandungan dengan tanganku sendiri karena gak tahu siapa ayah dari anak yang aku kandung." Sarah lalu menatap Bian dengan menunjukkan senyuman pahitnya.
"Kamu tahu? Itu jelas kebohongan yang paling aku benci. Dari semua kebohongannya, kenapa harus libatkan Adam yang sama sekali nggak tahu apa-apa? Kenapa aku harus menggugurkan Adam? Siapa sebenarnya disini yang udah ngebunuh anakku? Itu bukan aku, Bian. Bukan aku." Sarah menggeleng cepat menyangkal semua yang dibicarakan Melodi ke semua orang. Jelas itu bentuk kebohongan yang begitu kejam. Dan orang yang berani menyebarkannya dengan bumbu kebohongan hina itu pantas mendapatkan balasannya.
Bian mengangguk lalu mengangkat kedua tangannya untuk meraih pipi Sarah. Mengangkat wajah cantik itu agar menatapnya secara langsung, Bian menunjukan tatapan sendu mengatakan jika dirinya juga sedih. "Aku tahu itu bukan kamu, dan aku percaya."
Sarah terpaku melihat wajah tampan Bian secara dekat. Salah satu yang menjadi fokus utamanya adalah bola mata Bian yang terlihat begitu cerah.
Warnanya cokelat dan cantik."Aku gak nyangka kalo ternyata dia akan berbuat sejauh ini. Padahal dulu Melodi itu anak yang baik. Aku bingung, apa yang membuat dia bisa berubah seperti ini."
"Kamu serius gak tahu alasannya?" Tanya Sarah menatap Bian dengan pandangan serius.
Bian menghela napas panjang lalu mengulum bibirnya sebelum menjawab "Sebenarnya aku tahu."
"Lalu sekarang apa yang akan kamu lakukan?"
"Kenapa masih tanya? Tentu aja aku harus beresin semuanya."
"Dengan cara apa?" Tanya Sarah membuat Bian terpaku menatapnya. Seperti orang linglung, pria itu menatap Sarah tanpa reaksi yang jelas.
Mata Bian berkedip beberapa kali yang membuat bulu mata lentiknya naik turun dengan gerakan lucu. Bibirnya sedikit terbuka namun Bian tak kunjung mengeluarkan suara. Seolah ragu, pria itu lalu menelan ludahnya yang membuat jakunnya naik lalu turun lagi.
"Menikah?" Bian akhirnya mengeluarkan suara meski dengan intonasi yang begitu rendah. Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui. Selain bisa meredam gosip murahan, impian yang selama ini Bian dambakan juga bisa segera tercapai.
Sarah mendengus merasa ide yang di ucapkan Bian seolah pria itu tengah mengambil kesempatan ditengah-tengah kesulitan. "Apa itu satu-satunya ide yang kamu punya?"
"Kamu nggak suka? Nggak mau nikah lagi?"
"Bukannya gitu." Sarah memalingkan wajahnya ke arah lain saat Bian menatapnya dengan sorot mata yang tajam. "Aku cuma belum siap."
KAMU SEDANG MEMBACA
Back to Me, Please?
RomanceKarena gagal taruhan, Sarah harus menerima tantangan dari temannya yaitu dengan mendaftarkan diri di aplikasi kencan online. Siapa sangka, hal itu membuatnya harus bertemu dengan mantan suaminya yang juga ikut mendaftar di aplikasi tersebut. Bian ad...