bab 29. Ayo bersepeda

2.8K 232 11
                                    

     "Pulang kerja?" Suara Sarah terdengar bingung ketika Alvin menanyakan kegiatannya selepas pulang kerja nanti. Berdiri didepan pemuda yang menatapnya sambil mengangguk, sebuah gumaman pelan tanpa sadar keluar dari mulut Sarah.

     "Aku sebenarnya ada rencana untuk lembur dan ngecek ke pabrik bareng pak Manajer."

     "Pak Manajer?"

     Sarah mengangguk mengiyakan "Iya. Ada keluhan dari konsumen jadi pak Manajer ngajak aku buat cek langsung ke pabriknya."

     Wajah Alvin mendadak berubah sedih mendengar Sarah yang akan pergi dengan atasan mereka. "Kenapa mesti sama pak Manajer?"

     "Ya karena kerjaan."

     "Enggak. Maksudnya, kenapa mbak sering bareng pak Manajer? Waktu itu juga, aku lihat pak Bian datang ke rumah mbak. Apa mungkin..."

     "Kapan kamu ke rumah ku?" Tanya Sarah setelah merasa ada yang aneh dengan ucapan Alvin. Anak itu pergi ke rumahnya dan melihat Bian di tempatnya? Kapan? Lalu jika sudah datang, kenapa tidak menemuinya? Bukankah itu terdengar aneh?

     Sadar dirinya telah keceplosan, Alvin mendadak salah tingkah. Pemuda itu mengusap belakang kepalanya dengan menunjukkan wajah seolah dirinya telah ketahuan berbuat salah. "I-Itu... Aku..."

     "Mau apa kamu ke rumahku?" Tanya Sarah semakin curiga karena Alvin berbicara dengan terbata-bata. Bukan tanpa alasan, rumahnya kerap kedatangan teror yang begitu mengerikan, jadi mau tak mau Sarah jadi mencurigai orang-orang di sekitarnya. Termasuk Alvin yang mengetahui alamat rumahnya.

     "Aku... Waktu itu... Mbak, kan janji mau traktir aku makan malam. Aku mau tagih janji itu. Tapi pas ke rumah mbak, aku gak sengaja lihat pak Bian. Karena itu, sampe sekarang aku jadi kepikiran," jawab Alvin mencoba menghilangkan kecurigaan Sarah terhadapnya. Dan sepertinya berhasil. Wajah Sarah tak lagi menatapnya dengan tuduhan, malah mungkin sekarang wanita itu yang kedapatan salah tingkah seperti korban yang berubah menjadi tersangka.

     "Oh, jadi... Itu, maksudku..."

     "Antara mbak dan Pak Manajer, pasti ada sesuatu. Iya kan?" Tuding Alvin tanpa basa basi. Sarah yang tak ingin ada orang yang mendengar ucapan sembarangan Alvin segera menutup mulut pemuda itu seraya menoleh ke arah sekitar.

oOo

     Bian duduk di kursi kerjanya sambil menatap ke lima orang yang berdiri menunduk karena telah menjadi tersangka keributan di dalam lift.

     Awalnya ia menunggu di depan lift karena Tiara mengabari jika Sarah tengah kerepotan membawa barang. Seperti pangeran berkuda putih yang akan membantu sang putri dengan gayanya yang keren, niat Bian adalah membantu Sarah, tapi yang ia lihat justru malah pengeroyokan. Dan sayangnya tidak ada Sarah. Bian jadi sedikit kecewa. Pangeran kuda putihnya telah di bodohi.

     Beralih menatap ke lima orang di depannya. Ada Tiara di sisi paling kiri, Lalu Chintya, Melodi, Thea, dan satu orang lagi yang menjadi anak baru yang namanya tak terlalu penting untuk di sebutkan. Bian tak peduli dengan anak itu karena yang ia pedulikan adalah etika pegawainya yang benar-benar akhlak minus.

     Bian memulainya dari Chintya, menatap wanita dengan rambut bergelombang itu yang terus mengarahkan matanya ke lantai. Mirip seperti murid nakal yang ketahuan membully, sedangkan Bian adalah bapak kepala sekolah yang sangat kejam—tapi tetap ganteng—dan ingin mendisiplinkan anak didiknya.

     Menarik napas dalam-dalam, dirinya mulai menyiapkan diri. "Yang tadi itu apa?"

     "Bukan saya yang salah pak," kata Chintya membela diri meski dengan kepala tertunduk dalam.

Back to Me, Please?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang