bab 30. Siapa lagi ini?

2.3K 213 32
                                    

     Tiara Berjalan membawa sebuah dokumen dan hendak membawanya menuju ruangan tim Marketing.

     Belum juga sampai pada tempat tujuan, tiba-tiba Melodi muncul dan menghadang jalan Tiara seorang diri. Tatapan meremehkan dan tangan yang dilipat di perut. Gelagatnya seakan dirinya tak takut meski kemarin telah di beri peringatan.

     "Aku ngerti sekarang." Melodi tersebut sinis yang sayangnya tak di tanggapi serius oleh wanita di depannya. Bukannya takut atau apa, Tiara justru malah balas menatap Melodi dengan tatapan datar seakan tak peduli.

     "Aku sibuk."

     "Jadi emang selama ini kamu?"

     "Bukannya udah aku peringatin? Kamu baru sadar sekarang? Itu bisa di sebut bodoh loh," ujar Tiara lalu memunculkan senyuman tipis di wajahnya.

     Dasar Psyco. Dada Melodi naik turun dengan cepat menandakan jika dirinya mulai murka. "Apa kamu punya dendam tersendiri? Kenapa kamu lakuin itu?"

     "Kamu tanya kenapa?"

     "Aku gak bikin masalah yang fatal. Apa di siram soda sebegitu memalukannya sampai bikin kamu dendam begini?"

     Tiara mendengus melihat tingkah Melodi yang seakan tak melakukan dosa apapun. Orang yang berkulit tebal dan tak tahu malu. Begitulah yang Tiara tangkap dari cara gadis itu berbicara. "Kamu beneran gak tahu?"

     "Jadi karena apa?" Tanya Melodi masih bersikap seakan korban yang teraniaya.

     Tiara menghembuskan napas lalu mencondongkan tubuhnya ke arah depan. Berbicara dengan sedikit berbisik, lagi-lagi dirinya membuat Melodi merinding karena tingkahnya benar-benar menakutkan.

     "Maksudnya, karena orang modelan kamu ini, yang paling aku benci."

     "Apa?"

     Tiara lalu memundurkan tubuhnya ke belakang dengan menunjukkan senyuman yang lebar hingga deretan gigi rapinya kelihatan. "Jadi selamat bekerja tanpa di bayar."

oOo


   Alvin yang tengah duduk di kursi kerjanya menghembuskan napas lalu memundurkan tubuhnya ke belakang. Menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi, tatapannya menatap layar komputer dengan sorot mata yang sulit di artikan.

     Menjilat bibir bawahnya dengan gerakan pelan, pemuda itu tampak memikirkan sesuatu yang pastinya kurang baik. Sebuah rencana buruk yang terlihat jelas dari mimik wajahnya.

     Alvin menyeringai, mengusap bibir bawahnya dengan ibu jari, ia kemudian memejamkan matanya mencoba memikirkan rencananya dengan matang.

oOo

     Fandi yang tengah berbaring di tempat tidur merasakan perutnya yang mulai keroncongan. Pria berusia 54 tahun tersebut lalu bangun dari tempat tidurnya dan menatap sekeliling kamar yang lebih mirip seperti gudang penyimpanan. Menatap setiap sudut ruangan dengan sedih, ingatannya tentang teriakan sang istri yang meminta tolong terus berdengung di telinganya.

     "Enggak! Jangan!" Teriak Fandi seraya menutupi kedua telinganya dengan erat. Memejamkan matanya dengan erat, suara itu terus berputar memenuhi gendang telinganya seolah ingin menyiksanya dengan sadis.

     Fandi membuka matanya, menoleh ke arah jendela di kamar tersebut, bayang-bayang dirinya yang masih muda dan tengah mencekik leher istrinya kembali muncul bagai sebuah reka adegan yang sering di lakukan di hadapan para penegak hukum.

Back to Me, Please?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang