bab 52

2.5K 186 3
                                    

     Rumah sakit

     "AAAAAARRRRGGGHHHHH!!!"

     Suara teriakan Bian yang ada di ruang persalinan terdengar keras bahkan sampai terdengar ke luar ruangan juga. Membuat beberapa pasien dan perawat yang lewat dibuat kaget dan menoleh ke arah pintu. Kenapa juga harus berteriak sekeras itu?

     "Ini... Semua—gara-gara... Kamu!!!" Teriak Sarah yang tengah menahan sakit sambil menjambak rambut indah Bian hingga membuatnya tak lagi berbentuk rapi. Terlihat menyedihkan, Bian meringis berusaha melepaskan rambutnya yang masih di jambak sang istri.

     Begitu memalukan, apalagi dengan keberadaan seorang dokter dan seorang perawat yang membantu jalannya persalinan. Meski kedua orang wanita itu memakai masker, tapi Bian tahu jika di baliknya terdapat sebuah senyuman yang seolah menertawakan dirinya yang bernasib malang.

     "Maaf sayang... Aku minta maaf." Memohon, hanya itu yang bisa pria itu lakukan saat ini. Dirinya tak bisa memegang kendali atas Sarah karena tentu ini semua tak luput dari keikutsertaan dirinya dalam membuat Sarah sampai harus mengandung.

     Dokter yang merasa tak tega melihat Bian disiksa menoleh ke arah lain dan menemukan Tiara yang tengah berdiri di pojokan. Berdiri sebagai saksi, wanita yang menjadi pengantar sahabatnya ke rumah sakit itu kini hanya melihat pemandangan tersebut dengan sebuah tawa pelan. Tentunya menertawakan nasib Bian.

      "Maaf. Apa bisa kami meminta bantuan di sebelah sini?" Tanya dokter wanita itu kepada Tiara yang malah cengengesan. Dokter itu sibuk memperhatikan jalan lahir, sedangkan sang perawat ditugaskan untuk membantu dirinya sebagai asisten. Bian yang harusnya menenangkan Sarah malah kewalahan dan mereka butuh satu bantuan lagi untuk memegangi pasien mereka yang mengamuk. Mengamuk dalam gambaran menyiksa suaminya sendiri.

     "Jika seperti ini, Persalinan akan berjalan dengan alot dan suami pasien akan terluka. Mohon bantuannya untuk memegangi pasien disebelah sini," kata dokter tersebut melanjutkan.

     Tiara langsung menggeleng cepat menolak permintaan sang dokter. "Gak papa dok. Biarin suaminya di siksa, biar dia puas."

     "Apa?" Sahut dokter dan Bian secara bersamaan. Dokter tak mengerti sedangkan Bian tampaknya kesal karena Tiara masih saja memiliki dendam padanya. Kenapa?

     Belum sempat kekesalan Bian terlampiaskan, pria itu harus kembali berteriak saat Sarah menggigit tangannya yang menganggur seraya menarik dasi yang masih dikenakan olehnya. Dirinya lengah.

     "Sarah..."

     "Arrrrrggggggghhhhhh!" Sarah mengejan bersamaan dengan rasa mules yang kembali menghampiri. Bersamaan dengan suara teriakan Bian, keduanya bagai tengah berduet dalam hal berteriak guna meringankan rasa sakit yang sama-sama mereka rasakan.

     "Iya bu, terus... Dorong..." Dokter yang mulai melihat tanda-tanda kepala bayi hampir keluar kembali memberikan instruksi.

     "Tarik napas... Tahan... Lalu dorong lagi..."

     "Ini—susah... Bangettt—" ujar Sarah sepertinya mulai kehilangan tenaga. Pegangannya pada Bian perlahan mulai melemah. Rasa sakit itu masih terasa di sekujur tubuhnya, tapi karena sebelumnya ia terlalu banyak mengeluarkan tenaga untuk menyiksa Bian, semua kekuatannya perlahan melemah hingga membuatnya begitu lemas.

     Mengerti dengan situasi sang istri, Bian dengan cepat meraih sebelah tangan Sarah seraya menggenggamnya dengan sangat erat. Memberikan kekuatannya, pria itu lantas mengangguk saat Sarah menatapnya dengan ekspresi tak berdaya.

     "Kamu bisa."

     Sarah menggeleng lemah. "Aku mulai lemes."

     "Kamu kuat. Jangan begini sayang. Kasihan anak kita," ujar Bian berkata dengan lembut. Isakan dirinya mulai membendung sebuah cairan bening di pelupuk matanya. Dirinya sedih dan ikut merasakan rasa sakit yang dialami oleh istrinya. Sangat. Meskipun jambakan dan bekas gigitan Sarah memang terasa perih, tapi ia tahu jika istrinya mengalami sakit yang berkali-kali lipat dari apa yang dirinya rasakan.

Back to Me, Please?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang