Mobil Bian berhenti di depan rumah. Tak lama kemudian Tiara dan Haris turun dari bangku belakang, di susul dengan Bian yang segera memutari mobilnya dan membantu Sarah yang terlihat kesulitan untuk melangkah.
Kaki kanannya di perban, dan Sarah tampaknya sedikit kesulitan untuk melangkah karena luka bakar yang ia dapat beberapa saat yang lalu.
"Jalannya pelan-pelan," kata Bian memegangi tangan Sarah dengan sangat hati-hati. Suara dan tatapannya begitu lembut, menyentuh kalbu sampai semua orang tahu seberapa besar cinta yang pria itu berikan untuk mantan istrinya.
"Apa masih sakit? Atau mau aku gendong?" Tanya Bian menawarkan diri.
"Apa?! E-enggak! Enggak perlu." Sarah menggeleng cepat menolak tawaran Bian. Ujung matanya kemudian melirik ke arah belakang tempat di mana Tiara dan Haris saat ini berada. Kembali teringat dengan komentar dua orang dibelakangnya, Sarah tentu tak ingin mendengar perkataan menyebalkan itu keluar dari mulut pedas adik dan sahabatnya.
Tunggu! Jika di pikir-pikir, Sarah mulai merasa jika adiknya dan Tiara terlihat begitu serasi. Kembali melihat ke arah belakang, bola mata Sarah seketika membulat saat tatapannya dengan Tiara kini beradu. Buru-buru ia memalingkan wajahnya ke depan lalu menggeleng dengan cepat mencoba menyangkal pemikirannya.
Tidak! Tidak boleh sampai terjadi.
Tiara yang berjalan bersama Haris tak hentinya menatap punggung Sarah dan Bian dengan pandangan yang sulit di artikan.
"Kamu bakal biarin mereka gitu aja?" Tiara yang juga melihat gelagat aneh Sarah mulai berbicara dengan Haris. Pemuda yang tengah fokus menatap punggung Bian itu tampaknya tengah memikirkan sesuatu. Terlihat serius sampai bisa Tiara lihat jika alis mata Haris yang mengerut tanda dirinya tengah berpikir keras.
"Mbak," panggil Haris akhirnya bersuara.
"Kenapa?"
"Orang itu. Apa bener dia orang baik? Tadi kelihatannya dia khawatir banget sama kak Sarah. Katanya dia atasan mbak juga, kan? Apa di kantor dia orang yang centil? Tebar pesona ke pegawai cewek yang lain maksudnya," tanya Haris yang tiba-tiba seakan pandangan bencinya pada Bian sedikit sirna.
"Sayangnya sih dia gak begitu. Bian itu... Gimana ngejelasinnya ya?" Tiara yang terlihat kebingungan sendiri mulai menggaruk belakang kepalanya. "Bisa di bilang... Dia itu orang yang overprotektif."
"Over... Itu nggak baik, kan?" Tanya Haris yang sepertinya tak begitu mengerti dengan arti kata Overprotektif seperti yang Tiara katakan.
"Yah... Menurutku oke-oke aja sih. Tapi yang jelas, cowok modelan Bian itu bukan tipe yang aku suka."
Sedikit tertarik, Haris lalu menatap Tiara yang tinggi badannya hampir sebahu. Tinggi badan Haris cukup tinggi untuk anak seusianya, dan Tiara juga bukan tipe wanita yang tinggi-tinggi amat. Jadi cocok untuk dijadikan sebagai ganjal pintu, eh maksudnya cocok untuk di sandingkan dengan Haris saat ini yang masih dalam tahap pertumbuhan.
"Emang tipe cowok yang mbak suka kayak gimana?" Tanya Haris sukses membuat Tiara termenung untuk sejenak. Mencoba mencerna, apa maksud dari perkataan Haris sama dengan apa yang ada di pikirannya?
"Tipe yang polos," jawab Tiara menatap Haris dengan penuh selidik.
"Maksudnya polos?"
"Kayak kamu," ujar Tiara yang kali ini berhasil memunculkan semburat merah di pipi Haris yang tersenyum malu-malu. Oh, tunggu! Jangan bilang... Pemuda itu sedang tersipu?
oOo
Bian membantu Sarah berbaring di atas tempat tidur dengan di temani oleh Ibu yang masih mengkhawatirkan kondisi anak perempuannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Back to Me, Please?
RomanceKarena gagal taruhan, Sarah harus menerima tantangan dari temannya yaitu dengan mendaftarkan diri di aplikasi kencan online. Siapa sangka, hal itu membuatnya harus bertemu dengan mantan suaminya yang juga ikut mendaftar di aplikasi tersebut. Bian ad...