Bian memarkirkan mobilnya didepan rumah Sarah. Bertepatan itu, Handoko dengan di temani Kamil berjalan keluar dari rumah dengan di antar oleh Sarah.
"Siapa itu?" Tanya Bian pada dirinya sendiri lantas segera membuka pintu mobil dengan gerakan cepat.
"Pikirkan sekali lagi," ujar Handoko saat Kamil membukakan pintu mobil. Menoleh ke belakang, Handoko menatap Sarah yang masih berdiri di atas undakan teras sambil terus menunduk menatap ubin lantai di depannya.
"Jordi sebentar lagi pulang. Sebelum itu terjadi, aku harap kamu bisa memikirkannya baik-baik," ujar Handoko melanjutkan ucapannya.
"Ada apa ini?" Tanya Bian membuat Handoko dan Sarah menoleh ke arahnya. Berjalan menghampiri Sarah, pria tampan itu lalu meraih tangan wanitanya dan menggenggam tangan itu dengan sangat erat.
"Anda siapa?" Tanya Bian lagi seraya menatap pria tua itu dengan wajah tak bersahabat. Sama seperti Bian, Handoko pun melakukan hal yang sama hingga terjadilah perang tatapan diantara keduanya.
"Bi..." Sarah merangkul lengan pria di sampingnya berusaha mengingatkan. Tak ada bagusnya bertengkar, ia harap Handoko segera angkat kaki jadi dirinya bisa bernapas lega.
Menatap tangan Bian yang di rangkul oleh mantan anak buahnya, Handoko menghembuskan napas kesal lalu segera masuk kedalam mobil tanpa mau menjawab pertanyaan Bian.
"Ayo pergi," titahnya yang dijawab anggukan setuju oleh Kamil. Berjalan memutari mobil, Kamil menatap Sarah sebentar seraya menganggukkan kepalanya sebagai tanda dirinya pamit. Sarah tersenyum tipis lalu balas menganggukkan kepalanya juga. Ia mengenal Kamil cukup lama. Pria muda yang telah mengabdikan dirinya jauh sebelum Sarah bekerja dengan Handoko. Pria muda yang setia dan tentunya patuh.
Tak lama setelah Kamil masuk kedalam mobil, Kendaraan beroda empat itu akhirnya mundur dan pergi meninggalkan pekarangan rumah Sarah. Membuat Bian langsung menatap wanita di sampingnya tajam, pria itu jelas membutuhkan penjelasan.
.
."Menantu?" Pekik Bian saat dirinya dan Sarah telah duduk bersama di sofa milik Sarah. Mengusap wajahnya dengan sebelah tangan, Bian lalu menghembuskan napas dan kembali menatap Sarah.
"Dia selalu bilang pengen jadiin aku sebagai menantunya. Aku pikir dia cuma bercanda, jadi aku iya-in gitu aja," ujar Sarah menjelaskan yang sama sekali tak memberikan dampak positif bagi Bian. Bukannya lebih baik, Bian tentu semakin dibuat panas mendengar wanitanya hendak dicuri orang.
Bian tersenyum lucu, "Jadi kamu setuju?"
"Bukannya gitu ih dibilangin."
"Kamu bilang kamu iya-in gitu aja. Itu artinya kamu setuju, kan?"
"Bi... Aku bilang nggak. Lagian kejadiannya udah lama. Itu sebelum kita ketemu lagi."
"Terus sekarang gimana? Sayang banget kan kalo kesempatan itu kamu lewatin gitu aja. Kamu bilang anaknya baru selesai ngejar S2-nya di luar negeri. Orangnya pasti hebat banget, kan?" Tanya Bian memalingkan wajahnya ke arah lain. Tapi meski begitu, tatapan matanya tak bisa bohong jika dirinya masih merasa kesal. Bisa-bisanya Sarah diincar dan hendak dijadikan sebagai menantu oleh mantan atasannya.
Sarah tersenyum seraya mengeluarkan jurus andalannya. Sebuah rayuan yang bisa meredam rasa cemburu Bian, "Kamu lebih hebat."
Bian menggeleng cepat, "Enggak. Aku kan cuma mantan tukang bangunan. Selain itu aku juga gak lebih dari sekedar mantan tukang benerin mesin. Apa hebatnya?"
"Tapi kan kamu sekarang udah jadi bapak Manajer."
"Apa bagusnya? Yang baru pulang dari luar negeri pasti bisa jadi CEO."
KAMU SEDANG MEMBACA
Back to Me, Please?
RomanceKarena gagal taruhan, Sarah harus menerima tantangan dari temannya yaitu dengan mendaftarkan diri di aplikasi kencan online. Siapa sangka, hal itu membuatnya harus bertemu dengan mantan suaminya yang juga ikut mendaftar di aplikasi tersebut. Bian ad...