Alunan musik yang merdu. Kicauan burung yang bertengger di atas dahan pohon. Langit yang cerah. Dan angin semilir yang ikut memberikan berkat pada sepasang insan yang sebentar lagi akan menjadi pasangan yang sempurna.
Bian dengan tuxedo hitamnya berjalan menghampiri Haris yang berdiri dibawah pohon rindang seraya mencoba menekan kegugupannya.
Hari ini adalah dimana Sarah akan menikah, dan sebagai wali yang akan menikahkan sang kakak, tentu pemuda itu merasa gugup. Apalagi mengingat jika dirinya bukan hanya sekedar saksi, tetapi juga orang yang akan menikahkan. Coba bayangkan tekanan batin yang kini dirasakan oleh pemuda jangkung tersebut.
"Saudara Bian. Sa-saya... Saya nikahkan engkau dengan Sarah. Ah bukan! Harusnya pakai kata 'kakak saya' dulu." Haris ternyata tengah menghafalkan ijab yang harus ia ucapkan. Kegugupan terlihat jelas dari nada bicara dan juga gestur tangan yang senantiasa bergerak kaku.
"Saya terima nikah dan kawinnya Sarah Salvina binti Abdul Aziz dengan mas kawin tersebut dibayar tunai," ujar Bian dengan lancar tanpa hambatan yang sukses membuat Haris langsung berbalik karena terkejut.
Berdiri disamping calon adik iparnya, Bian kemudian memasukkan kedua tangannya ke dalam saku seraya tersenyum menatap Haris. "Sah?" Tanya Bian dengan wajah menyebalkan. Membuat Haris bersungut-sungut.
"Enak aja main sah-sah an. Saksinya mana?"
Bian lalu melihat sekitar yang kebanyak orang berkumpul dengan rekan dan kawan masing-masing. Tidak ada siapapun didekat Bian selain Haris, pohon didepan mereka, dan juga burung yang bertengger di pohon.
"Ah! Itu," tunjuk Bian pada burung pipit yang tengah merangkai sarang.
Haris mendengus dingin merasa kesal. Apa pria itu hendak bermain-main dengannya?
"Ngomong-ngomong, jasnya cocok. Jadi buat kamu aja." Bian berkata seraya menatap jas hitam yang tengah di kenakan oleh Haris. Jas pertama yang di beli Bian dengan hasil keringatnya sendiri. Jas yang dulu ia gunakan untuk menikahi Sarah kini terlihat pas di pakai oleh calon adik iparnya. Sampai Bian bertanya-tanya. Apakah dulu dirinya sekecil Haris sampai-sampai kini jas itu tak lagi muat di tubuhnya yang telah berubah menjadi pria dewasa.
Menatap jas yang dikenakannya dengan kening mengernyit, Haris lalu menggeleng cepat menolak tawaran yang Bian berikan. "Gak mau. Aku akan beli jas punyaku sendiri nanti."
"Gak papa. Pakai aja. Lagian itu udah gak muat."
"Aku bilang aku bakal beli jas punyaku sendiri," tolak Haris masih bersikeras.
Membuat Bian menatap cukup lama lalu mendengus pelan melihat tingkah Haris yang masih saja keras kepala.
.
."Sah!" Para saksi yang ada di sana berseru mengeluarkan suara mereka masing-masing. Suasana penuh suka cita membuat Ibu yang menyaksikan pernikahan Sarah untuk kedua kalinya tak bisa membendung tangisan.
Didepan Haris, Sarah dan Bian yang telah sah menjadi pasangan suami-istri itu saling melemparkan senyuman bahagia.
Tampan dan cantik, benar-benar pasangan serasi yang akan melahirkan anak berwajah rupawan.
Sarah mencium tangan suaminya, dan begitupun dengan Bian yang bergiliran mencium kening sang istri. Berjanji untuk terikat satu sama lain sampai ajal menjemput, keduanya tak hentinya bersyukur telah dipersatukan kembali seperti dulu. Menikah dengan orang yang sama dan Cinta yang sama. Merajut cinta yang dulu sempat terputus hanya karena sebuah kesalahpahaman.
Perasaan bahagia ini. Semoga selalu menyertai selamanya.
oOo
2 tahun kemudian
KAMU SEDANG MEMBACA
Back to Me, Please?
RomanceKarena gagal taruhan, Sarah harus menerima tantangan dari temannya yaitu dengan mendaftarkan diri di aplikasi kencan online. Siapa sangka, hal itu membuatnya harus bertemu dengan mantan suaminya yang juga ikut mendaftar di aplikasi tersebut. Bian ad...