bab 44.

1.8K 171 9
                                    

     Sarah menatap suasana restoran yang rata-rata dikunjungi oleh beberapa pasangan. Bukan, bukan karena pasangannya. Melainkan kenyataan bahwa dirinya tengah makan di Restoran Hotel yang ada di ibukota.

     Suara dentingan alat makan, tawa orang di sekitar, dan suasana tenang yang mencurigakan dari orang di depannya. Alvin.

     Sarah meminum airnya beberapa kali. Membasahi bibir dan tenggorokannya yang terasa kering, tentu ini pertama kalinya bagi wanita itu untuk mengunjungi hotel.

     Oke, anggap saja Sarah orang udik. Lagipula untuk apa juga dirinya harus pergi ke hotel? Tentu rumah yang ditinggalinya selama ini lebih nyaman dari sebuah kamar dengan harga sewa yang lumayan mahal hanya untuk sekali menginap, ataupun restorannya yang menyajikan makan kecil dengan harga berkali-kali lipat lebih mahal dari restoran biasa di luaran sana.

     Alvin memotong daging steak di piringnya dengan gerakan pelan, menusuk dengan garpu, pria itu kemudian melahapnya seraya tersenyum senang. Semua gerakan, tatapan dan bahkan cara bernapasnya benar-benar terlihat anggun. Sarah sampai lupa pada makanannya dan lebih tertarik menatap Alvin yang seakan muncul dari dimensi lain. Selama ini dirinya melihat Alvin sebagai sosok yang polos dan menggemaskan. Mirip seperti anak kecil. Tapi entah kenapa, saat ini dirinya merasa jika Alvin berubah menjadi sosok yang berbeda.

     Kesan imutnya masih ada, tapi Sarah merasa jika pemuda itu jadi sedikit berwibawa.

     "Ngomong-ngomong...." Sarah membuka suaranya yang membuat Alvin mengangkat wajah dan balas menatapnya. Hanya ber-hm seakan menunggu Sarah melanjutkan ucapannya.

     "Kenapa kita malah makan di sini?" Tanya Sarah melanjutkan ucapannya yang tertunda.

     Alvin mengangkat sebelah alisnya lalu mengulum bibir sebentar. "Kita kan lagi makan malam."

     Sarah terkekeh pelan merasa canggung, "Ya tapi kenapa harus di hotel?"

     "Itu..." Alvin menggantung ucapannya seraya merubah ekspresi wajah. Dari yang tadinya tersenyum, berubah menjadi sebuah tatapan sedih seolah pertanyaan Sarah membuat hati sensitifnya tersentil.

     "Sebenarnya, dulu ibu selalu ngajak aku makan di sini. Dengan menu yang sama dan juga tempat yang sama," kata Alvin menunduk menatap daging steak di piringnya yang sebagian masih utuh.

     Sarah terlihat bingung, "Ibu?"

     Menunjukkan senyuman tipis, Alvin mengangguk dengan lemah tanpa melepas tatapan sedihnya, "Aku gak mau bilang, tapi hari ini adalah hari dimana ibuku meninggal," jawab Alvin perlahan memudarkan raut cerah di wajah Sarah. Seakan bisa merasakan perasaan sedih yang dialami oleh Alvin, Sarah cukup mengerti bagaimana rasanya ditinggalkan oleh orang yang kita sayanginya. Sama seperti Alvin yang ditinggalkan oleh ibunya, Sarah pun pernah mengalami dan merasakan yang namanya di tinggalkan oleh seorang ayah.

     "Aku gak tahu. Maaf..." Sarah berujar penuh sesal.

     "Gak papa," sahut Alvin menunjukkan senyuman pedihnya. "Itu udah lama terjadi, tapi kadang aku sedikit emosional saat kembali mengingatnya. Ibuku itu... Dia orang yang baik dan sangat peduli pada keluarganya. Dia, orang yang sangat mencintai suami, dan juga anaknya." Alvin berujar dengan sorot mata yang sulit diartikan. Berdusta. Itulah yang yang tengah dilakukannya saat ini. Mencintai suami dan anaknya? Omong kosong! Ibunya gak lebih dari sekedar wanita yang hanya memikirkan dirinya sendiri.

oOo

     Bian mengerutkan keningnya bingung menatap Tiara yang saat ini berdiri di sampingnya

Back to Me, Please?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang