02

235 13 0
                                    

Adrian pov.

Apa kalian pernah mendengar bernafas tapi tak hidup?

Mungkin inilah yang tengah aku rasakan selama dua tahun terakhir ini. jika memang hidup selalu dipenuhi oleh berbagai macam keajaiban, mungkin aku sedangmenunggu hal itu. karena setelah semua kejadian itu, bagiku hidup adalah bencana. Aku selalu berusaha untuk mengakhiri ini semua, namun mungkin Tuhan terlalu baik padaku. Karena semakin aku mencoba, jiwaku selalu terselamatkan. Jika nenek selalu merapal doa tiap malam di kamar dinginnya nan gelap agar aku sembuh, aku juga melakukan hal yang sama namun dengan permintaan yangberbeda, yaitu aku selalu memohon pada Tuhan jika hidupku tak berarti, ambil saja karena aku sudah tak butuh itu semua.

Aku tahu jika aku sakit, tapi bukan ragaku. Melainkan isi pikiranku. Aku tidak ingat keseluruhan ceritaku kenapa aku bisa sampai seperti ini. ya, dokter memvonisku Amnesia sebagian, ditampah depresi dan PTSD. Lengkap bukan penyakitku? Aku kehilangan sebagian memori masa laluku, termasuk bagaimana aku bisa menjadi seperti ini dan seorang wanita yangaku cintai tiba-tiba hilang begitu saja dari muka bumi. Dan sekali lagi, jikahidup adalah sebuah keajaiban aku ingin kembali mengingat memori itu atau setidaknya bisa bertemu kembali dengannya karena aku sangat merindukannya.

Setiap hari banyak obat masuk ke dalam tubuhku, itu belum ditambah suntikan yangmenyakitkan jika aku mulai menyakiti diriku sendiri atau kepalaku yang tiba-tiba sakit seakan mau pecah. Bayang-bayanganeh tiba-tiba masuk ke dalam pikiranku. Jeritan meyayat, sebuah permintaan tolong, langit gelap, deburan ombak dan juga tawa-tawa misterius yang menyesakkan dadaku. Bahkan aku juga sering bemimpi tentang hal itu, membuatku bangun tengah malam dan berteriak histeris. Oh Tuhan, kapan aku bisa bermimpi indah?

"Lily...." aku tak mengerti kenapa tiba-tiba mulutku mengucapkan kata itu. gadis di depanku ini mempunyai wangi lavender yangbegitu familir di hidungku. Wajahnya Asia-nya sangat cantik dengan kulit kuning langsat dan rambut panjang hitamnya mengingatkanku dengan seseorang. Apalagi suaranya.....

Akh....! tiba-tiba kepalaku sakit sekali. Terpaksa aku melepaskan tangannya yang benar-benar tak ingin aku lepaskan. Suara-suara itu kembali memenuhi rongga kepalaku. "Adrian....baiklah...aku menerima lamaranmu.....Adrian....awas.......!"

Semakin aku merasakan dentuman hebat di kepalaku. "Arrrghhh....." erangku sambil memegangi kepalaku. Aku melihat nenek begitu panik. Oh tidak, kenapa nenek masih saja cemas padahal sudah melihatku seperti ini hampir setiap hari. Aku melihat Margareth tergesa meninggalkanku dan.....dan....gadis itu juga berlalu pergi meninggalkanku.

"Lily....." erangku lirih. Sebuah wajah yang samar menari-nari di kepalakusebelum akhirnya petugas medis menghampiriku dan membawaku menjauh untuk mendapatkan obat penenang dan penghilang rasa sakit.

*****

"Mungkin gadis itu bisa membantu memulihkan kesehatan tuan muda Nyonya." Dokter Antoni menatap Anna Smith dengan serius. "Saya tahu ini memang penuh resiko jika membiarkan tuan muda kembali mengingat keseluruhan memori masa lalu di hidupnya. Namun cepat atau lambat ingatannya akan kembali."

Anna menarik nafas. terpekur di kursinya. Selama dua tahun ini dia selalu mengarang cerita bohong tentang kecelakaan itu agar Adrian tidak semakin kesakitan. Karena setiap melihat cucunya itu menderita dan bahkan mencoba bunuh diri, Anna seperti kehilangan separuh dari jiwanya.

"Apalagi ini tentang Lily." Lanjut Antoni. "dia sudah mulai mengingat Lily ketika bertemu dengan gadis itu."

"Jadi apa yang harus saya lakukan dokter?" wajah Anna tampak putus asa.

"Sudah saatnya nyonya. Kita harus mengakhiri ini semua."

"Maksudnya?" Anna tak mengerti.

"Sepertinya gadis itu bisa membantu tuan muda sembuh tanpa banyak rasa sakit. Berikan teman untuknya agar dia bisa melupakan traumanya sedikit demi sedikit."

Ana tampak berfikir, apakah kalimat dokter Antoni ini adalah jalan terbaik bagi cucunya. Tapi bagaimana jika suatu saat nanti Adrian tersadar dari amnesianya dan kembali mencari sosok Lily yang sudah tiada?

Akh biarkan saja. yang terpenting adalah bagaimana saat ini Adrian bisa melalui ini semua dengan baik.

"Margareth...." panggil Anna kemudian. Wanita dengan rambut digelung itu mendekat dengan patuh.

"Cari tau siapa gadis itu tadi. Siapa tahu dialah keajaiban yangdiberikan Tuhan atas doaku selama ini."

"Baik nyonya."

*****

Elisabeth pov.

"Operasinya besok pagi." Andreas melirik mama yang tengah tertidur di ranjangnya

"Bagaimana paman bisa mendapatkan uang?" ucapku heran. "Bukankah mama tidak punya asuransi?"

Andreas menunduk. "Paman mencari pinjaman." Ia berhenti lantas mengambil nafas. "dengan sebuah jaminan."

Aku terkejut namun berusaha untuk menguasai keadaan. Tak mungkin aku berteriak di rumah sakit ini atas tindakan gegabah Andreas.

"Paman menjadikan rumah dan toko sebagai jaminan."

Paman!" aku mengusap wajah frustasi. "Bagaimana.....bagaimana....bisa?"

Andreas menatapku.

"Tak ada pilihan lain El. Tak mengapa aku kehilangan semua yangkumiliki asal buka Lita." Air mukanya tampak keruh. Terlihat jika matanya sudah merembes basah. Rupanya Andreas tidak main-main dengan kalimatnya.

Aku tak menjawab. harus berkata apalagi sekarang. Menyalahkan dia atas tindakan gegabahnya padahal itu semua memang untuk kebaikan mama? Sejujurnya akupun bersyukur mama bisa lekas operasi. Itu berarti kesempatan mama jauh lebih banyak. Namun aku bingung, apa yang harus aku lakukan agar rumah dan toko bisa terselamatkan?

******

Pagi ini aku bergantian menjaga mama dengan Andreas. Pria itu menyuruhku pulang untuk istirahat sebentar sebelum aku kembali lagi ke rumah sakit untuk operasi mama. Aku neyetujui usul itu. selain karena aku juga butuh istirahat untuk memulihkan kondisiku, juga mataku sudah tidak bisa diajak kompromi. Bahkan secangkirkopipun tak mempan untuk mengusir kantuk ini. Aku butuh tidur, itulah obat paling manjur untuk saatini.

Rumah kecil di pinggiran kota Budapest ini merangkap toko di depannya. Setelah menikah, mama dan Andreas membuak toko swalayan kecil di depan rumah kami, dan aku rasa hidup mereka cukup bahagia dengan kesederhanaan ini, apalagi lahir seorang anak laki-laki kecil yang sekarang berusia enam tahun bernama Nicholas. Adikku yang lucu sekali.

Baru saja aku hendak memejamkan mataku saat tubuhku bergoyang. Aku membuka mata dengan malas dan mendapati Nick menarik-narik bajuku.

"Ada apa Nick?" aku menggeser tubuhku. "Apa kamu lapar?"

Dia menggeleng. Baguslah jika dia tidak lapar, karena aku malas pergi membeli makanan sementara Rebecca pergi bekerja.

"Ada yang mencari kakak." Jawab Nick dengan logatnya yang khas.

Aku mengerutkan kening. "Mencari kakak? Kamu yakin?" tanyaku sanksi. Siapa yang mengenalku disini selain keluargaku dan paman Sam pemilik toko daging seberang rumah.

Mata biru itu bergerak-gerak."Aku juga tidak tahu. Paman itu rapi sekali...."

Aku tercenung sejenak, mencoba mengumpulkan nyawaku sebelum akhirnya beranjak menyingkap selimut dan turun ke lantai bawah diikuti Nick disampingku.

Lelaki itu belum pernah kutemui sama sekali. Pria berkulit putih dengan rambut pirang itu terlihat modis dengan setelan jas hitam dan rambut disisir ke belakang. Memperlihatkan aura misteris sekaligus berwibawa yang barcampur menjadi satu.

Aku kira dia adalah seseorang aneh yang tak akan tersenyum. Nyatanya saat aku tiba di depannya, dia langsung berdiri engan sopan dan tersenyum padaku.

"Kenalkan, nama saya Justin." Katanya sambil mengulurkan tangan.

******* 

Miracle You (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang