44

182 10 0
                                    

Elisabeth POV.

Aku menghentikan taxi yang ku tumpangi setelah menyeka air mataku yang tak berhenti jatuh sejak dari rumah sakit tadi. Setelah memastikan penampilanku sedikit lebih baik, aku segera turun setelah membayar sejumlah uang pada sopir tersebut.

Aku pulang sendirian, Rebecca tiba-tiba memintaku untuk pulang lebih dulu karena ada urusan. Entah apa urusan yang membuatnya sampai tega memintaku naik taxi sendirian, padahal aku sedang hamil muda. Tapi aku yakin ini pasti urusan tentang pria yang dikencaninya.

Taxi baru saja menderu meninggalkanku ketika pandanganku tertuju pada seseorang yang berdiri di seberang jalan. Pria itu menatapku dengan raut datar sekaligus sendu.

"Elisabeth." Panggilnya pelan.

Aku menarik nafas dalam. Sejujurnya ada hal yang ingin sekali aku lakukan pada pria itu dan mungkin inilah saat yang tepat. Aku mengayunkan langkah dengan sedikit terburu dan....

PLak!

Sebuah tamparan keras dari telapak tanganku bersarang di pipinya. Aku tak peduli jika ia kesakitan, karena kenyataan yang aku alami sekarang lebih menyakitkan daripada tamparan itu.

Pria itu menunduk sambil memegangi pipinya yang kini terlihat memerah. Namun bukannya berteriak dan marah, ia jutru terlihat menerima perlakukanku padanya.

"Aku tidak mengira jika kamu lelaki seperti itu Dav!" kataku dengan ketus. Mataku menatapnya dengan kobaran penuh kebencian. "Apa kamu pikir, semua yang kamu lakukan itu bisa membuat adikmu kembali hidup?!"

Satu hal yang selama ini belum bisa aku percaya, bahwa David adalah kakak dari wanita yang Adrian cintai di masa lalu, yaitu Lilly Watson. Seorang pria yang akhirnya merasa tidak terima karena adik yang begitu disayanginya harus pergi untuk selamanya.

"Dia hidup dengan baik El, dan adikku kini sudah tiada. Untuk selamanya!" air mata terburai dari kedua mata David. "Dia tidak pantas bahagia!"

"Apa kamu pikir Adrian bahagia? Apa kamu tidak tahu apa yang dilakukannya selama tiga tahun setelah kepergian adikmu?!" aku menatap David tajam. "Dia juga seperti mayat hidup Dav! Lihatlah pergelangan tangannya yang penuh goresan karena ingin mengakhiri hidupnya! Apa kamu pikir, ia bahagia?"

"Ya! Dia bahagia ketika bersamamu."

Aku terdiam sesaat. Aku pikir, mungkin aku juga bukan sumber kebahagiaannya Adrian karena pria itu juga sudah meninggalkanku.

"Ada perlu apa kamu datang kemari?" tanyaku mengalihkan pembicaraan. Nadaku sedikit lebih lembut.

"Aku ingin minta maaf padamu."

"Sepertinya kamu salah alamat Dav." Elakku. "Kamu tidak perlu meminta maaf padaku. Mintalah maaf pada Adrian karena sudah membuatnya masuk rumah sakit."

David mengusap wajahnya dengan frustasi. "Aku akan minta maaf padanya, asalkan kamu mau kembali ke Indonesia bersamaku El." Ia meremas lenganku.

Aku menepis tangan David perlahan, lalu senyumku tersungging. "Maaf, aku tidak mungkin bisa kembali bersamamu." Sahutku pelan lalu berbalik arah.

"Tapi El...dia benar-benar tidak akan pernah melupakan Lilly.... Selamanya dia akan hidup dengan bayang-bayang adikku!"

Aku menggeleng. "Hak Adrian untuk mencintai siapapun., bahkan dengan menghabiskan seluruh hidupnya untuk terus menerus menyesali kepergian Lilly." Sahutku pelan kemudian mengayunkan langkah meninggalkan David. Masih ku dengar pria itu terus memanggil-manggil namaku, namun aku tidak peduli. Saat ini fokus hidupku hanya satu, yaitu merawat bayi di dalam perutku ini.

*****

"Kemana El? Makan malam sudah siap." Mama mengerutkan alisnya ketika melihatku melewati meja makan.

Miracle You (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang