43

106 6 0
                                    

Adrian POV.

"El, aku ingin makan—" kalimatku terhenti ketika menyadari jika wanita yang berdiri menyusun buah di atas nakas itu adalah Margareth.

"Apa ada yang ingin anda makan tuan muda?" dia menoleh dengan senyum samarnya.

Aku menggeleng.

"Lupakan." Dengusku lalu menarik selimutku dengan malas. Sudah lebih dari seminggu aku terkurung di di rumah sakit ini. Entah itu nenek atau dokter Antony tetap memintaku untuk tinggal meskipun aku memaksa pulang.

"Anda merindukan Elisabeth?" tanya MArgareth kemudian.

Aku pura-pura tak mendengar. Sejujurnya aku sering memimpikan gadis itu. bagaimanapun juga, meskipun merasa sudah berkhianat kepada Lilly, aku tetap tak bisa melupakan Elisabeth begitu saja. Aku mencintainya, itulah hal yang tak bisa hatiku bohongi. Dia adalah seorang gadis yang sudah merubah warna abu-abu di hidupku menjadi lebih berwarna. Meskipun ada satu hal yang membuatku kecewa padanya, kenapa ia tak pernah memberitahuku bahwa dia tahu semua rahasia tentang masa laluku.

Kemarin siang, ketika aku bosan dengan bau kamar rumah sakit, aku memutuskan untuk berjalan-jalan di taman sekitaran rumah sakit. aku pikir, perasaan rinduku jadi lebih baik. Namun ternyata semua keliru, jutru aku melihat seorang wanita berbaju rumah sakit bersama dengan seorang pria yanag terlihat lebih sehat tengah memberi makan merpati. Melihat hal seperti itu saja sudah kembali membuatku rindu setengah mati pada gadis itu. senyumnya, tutur katanya, bahkan semua hal yang dilakukannya padaku membuatku melupakan semua tentang masa laluku.

Dari saat itu aku menyadari bahwa perasaanku pada Lilly sudah pudar dan Elisabeth sudah memenangkan hatiku.

"Margareth, aku ingin menanyakan sesuatu padamu." Kataku pada akhirnya.

Margareth memfokuskan pandangannya padaku. " Apa yang bisa saya bantu tuan muda?"

Aku mengedik pada kursi yang berada di sisi ranjangku.

"Duduklah....." pintaku.

Wanita itu menurut, dan duduk di kursi yang aku tunjuk tadi.

"Apa menurutmu aku keterlaluan?" tanyaku kemudian.

"Iya." Jawaba Margareth mantap yang langsung membuat mataku membola. Kali ini, Margareth benar-benar tidak memperlihatkan perasaan sungkannya kepadaku.

"Jelaskan!" pintaku sungguh-sungguh. Bukankah Margareth harus punya alasan yang rasional untuk jawaban ketusnya tadi?

"Emm....." Margareth tampak berfikir. "Saya rasa, anda terlalu menyakitinya dengan apa yang anda lakukan sekarang tuan muda."

Aku mengerutkan alis. Sekali lagi terkejut dengan jawaban Margareth. Namun meskipun begitu aku tidak ingin menyelanya. Karena kalimat Margareth tidak ada salahnya.

"Saya tahu, bahwa anda punya seseorang yang special di masa lalu. Dan maaf.....tragedi itu sudah memisahkan kalian. Namun bukankah ini semua tidak adil bagi Elisabeth? Ketika selama ini dia merawat anda dengan baik, kini justru anda meninggalkannya karena kecewa? Tuan muda, dia muncul ketika kisah masa lalu anda selesai, jadi jangan salahkan Elisabeth karena dia tidak berkata jujur dengan apa yang sebenarnya dia tahu."

Aku terdiam.

"Jadi, apakah hidup tuan muda menjadi jauh lebih baik dengan memintanya pergi?"

Aku tak menyahut. Apa yang harus aku katakana pada Margareth. Haruskan aku jujur jika hidupku sekarang terasa hampa. Aku pikir, setelah Elisabeth pergi, aku akan hidup penuh dengan penyesalan pada Lilly. Namun yang terjadi, nama perempuan itu sedikit demi sedikit mulai terhapus dari ingatanku.

Miracle You (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang