15

128 7 0
                                    

            Adrian Pov.

Sore ini aku sudah siap dengan tuxedo hitamku. Sudah lama aku tak mengenakan pakaian formal seperti sekarang, dan aku pikir aku masih kelihatan pantas memakai pakaian seperti ini. Kami sudah siap, hanya tinggal menunggu Elisabeth yang sejak semalam tak kulihat batang hidungnya. Setelah kejadian penolakannya kemarin siang, aku terus mengurung diri di dalam kamar dan tak memperbolehkan siapa saja masuk selain Margareth. Bahkan Kevin harus menelan kecewanya saat aku berteriak padanya di depan pintu agar tak mengangguku karena aku sedang berkonsetrasi membaca.

"Coba hubungi Elisabeth Adrian...." Kata nenek dari dalam mobil.

"Atau aku jemput ke kamarnya saja nek?"timpal Kevin yang berdiri di sampingku.

"Jangan macam-macam!" tegas nenek.

Aku tak menyahut, tanganku sudah merogoh saku celana untuk mengambil ponselku. Namun saat namanya hampir ku tekan, tiba-tiba muncul Margareth dari halaman belakang.

"Dimana Elisabeth?" tanyaku pada Margareth saat dia sampai di depanku. Aku dengar hari ini dia memang bertugas untuk membantu Elisabeth berhias.

"Nona Elisabeth tidak bisa ikut nyonya." Jawab Margareth.

"Kenapa?" tanyaku.

"Katanya dia tidak enak badan. Sedikit demam."

Aku menghela nafas kecewa. "Apakah dia baik-baik saja?"akumulaikhawatir.

"Iya. Saya sudah memberinya obat penurun panas dan sekarang sedang tidur."

Aku tak ingin merasa cemas dengan keadaannya, tapi sejauh aku ingin bersikap bodo amat dengannya, justru akusemakin khawatir. Bagaimana dia bisa sakit? Apa dia benar-benar baik-baik saja saat aku tinggal?

"Kalau begitu kita pergi bertiga saja." sahut nenek. "Biarkan Elisabeth berisitrahat."

"Apa kamu ingin tinggal dan menemaninya?" Kevin menepuk pundakku. "Jika iya, kamu akan kehilangan kesempatan besar bertemu dengan para pemegang saham." Dia melangkah masuk ke dalam mobil.

Aku berdecak. sebenarnya aku memang tak berniat untuk berangkat sekarang, tapi Kevin benar. Jika aku tak pergi, aku tak bisa bertemu dengan para pemegang saham dan hal itu akan memberikan peluang bagus bagi Kevin untuk cari perhatian. Maka dari itu aku tak boleh menyerah.

*****

Elisabeth pov.

Sayang sekali aku tak bisa ikut ke acara pernikahan itu. sejak semalam kepalaku pusing sekali dan badanku demam, dan yang bisa kulakukan hanya terbaring lemas di tempat tidur. Sial sekali bahwa Adrian juga sama sekali tak menampakan batang hidungnya di depanku sejak kemarin siang. Apa pria itu sedang patah hati sehingga dia juga mengurung diri di kamarnya tanpa maudiganggu siapapun. Bahkan untuk makan saja dia mengandalkan Margareth, bukan padaku lagi. Sebenarnya aku sedikit merasa bersalah, tapi bagaimana lagi.

Aku mengintip dari balik jendela saat mobil keluarga itu meninggalkan pekarangan. Sesaat sebelumnya, masih kulihat siluet tubuh Adrian yang tampak luar biasa dibalik tuxedo hitamnya. Iya, dia memang tampan. Wajahnya yang semi oriental memang benar-benar luar biasa.

Aku mulai sedikit mengantuk, mungkin efek dari obat yang tadi Margareth berikan padaku. Lebih baik aku tidur, lagipula jarang-jarang bukan aku bisa tidur bersantai di jam segini.Segera aku kembali ke atas kasur, mencoba memejamkan mataku yang mulai terasa berat. Di luar sana petang mulai merangkak naik, dan aku tidak peduli.

Miracle You (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang