16

97 8 0
                                    

            Adrian POV.

"Iya....pulanglah dulu dan rawat ibumu." Ku lihat nenek tengah berbicara dengan seseorang dari balik telepon.

"Siapa nek?" tanyaku yang baru saja datang dari stand minuman. Ku ulurkan segelas minuman padanya, karena sejak tadi nenek belum menegguk air sedikitpun.

"Margareth." Jawab nenek sambil memasukkan ponselnya ke dalam handbag kecil yang dibawanya. "Ibunya masuk rumah sakit, dan dia ijin untuk pulang."

Aku mengangguk. Margareth memang masih memiliki seorang ibu yang sudah tua dan sakit-sakitan. Sudah beberapa kali nenek memintanya untuk pensiun jika memang ingin benar-benar merawat ibunya, tapi Margareth masih bersikeras ingin tetap bekerja di rumah. Dengan alasan tidak tega meninggalkan nenek dan masih bergantung semuanya dengan keluarga kami.

"Jadi rumah tidak ada orang?" Sela Kevin yang berdiri tak jauh dari kami. Padahal sejak tadi dia sibuk tebar pesona pada setiap gadis-gadis yang lewat di depannya.

"Iya, begitulah." Nenek menyesap minumannya.

Aku melirik Kevin sekilas. Untuk apa dia menanyakan hal seperti itu. bukankah pria lajang itu juga tak begitu terpengaruh jika Margareth ada di rumah atau tidak.

Kami kembali larut dengan pesta. Beberapa tamu yang datang menyalami nenek dan mengajak berbincang. Tak jauh-jauh, mereka membahas tentang bisnis dan harga saham. Sebenarnya aku merasa kasihan dengan nenek, diusianya yang seharusnya sudah duduk manis di rumah, masih memikirkan tentang perusahaan dan karyawan. Itu salahku, jika aku tidak sakit, mungkin sekarang nenek sudah bisa duduk di rumah dan aku yang mengurus semuanya.

"Nek....." panggil Kevin di sela-sela perbincangan kami dengan tuan Jacob dan puterinya. "Aku pulang dulu ya. Perutku sakit." Dia tampak meringis memegangi perutnya.

Nenek menatap Kevin lekat-lekat.

"Apa kamu butuh dokter?" nenek mendekati Kevin yang tampak meringis kesakitan.

"Tidak perlu. Aku hanya perlu istirahat nek."

"Kalau begitu, biar nenek cari supir untuk mengantarmu pulang."

"Tidak usah nek." Sahut Kevin cepat. "Tenang, aku bisa naik taxi."

"Kamu yakin?"

"Iya nenek." Kevin tersenyum di sela-sela ringisannya. "Nikmati pestanya dan jangan memikirkan aku."

Nenekmengangguk.

"Baiklah. Segera minum obat ya." nenek menepuk lengan Kevin sebelum akhirnyapria meninggalkan kami.

Aku bukan tipe orang yang mudah percaya dengan apa yang Kevin bicarakan. Sepertinya ada yang aneh, mungkin dia pura-pura. Semenit lalu aku masih melihatnya berdansa dengan seorang gadis, tapi kenapa tiba-tiba ia terburu-burupamit pulang dengan alasan sakit perut?

Bolehkah aku curiga dengannya? Apalagi di rumah tak ada siapa-siapa selain Elisabeth.

"Nek...mungkin aku harus pulang dulu?"

"Pulang?" nenek melirik tuan Jacob dan Samantha yang juga sedang menatapku dengan bingung. "Acara belum dimulai."

Aku mendekatkan bibirku di dekat telinga nenek. "Elisabeth mengirim pesan padaku bahwa sakitnya tambah parah." Maafkan aku karena berbohong nek.

"Biardiamintabantuan Kevin nanti." Sanggahnenek.

"Ayolah nek.....aku tidak percaya jika Kevin yang merawat dia." Kataku. "Apalagi Kevin jugasedangsakit."

Miracle You (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang