45

511 11 0
                                    

Elisabeth POV.

Sebuah tangan mengelus perutku dengan lembut sebelum akhirnya sebuah kecupan mendarat di keningku.

"Apakah kamu yakin tidak merasa lelah setelah seharian berdiri?" Adrian menatapku dengan sungguh-sungguh.

Aku menggeleng. Meskipun ku akui kakiku sedikit pegal karena acara pesta pernikahan kami tadi siang yang mengharuskanku mengenakan heels hampir seharian ditambah dengan kondisi hamil, namun semua itu tidak menyurutkan keinginanku untuk bercumbu sepuasnya malam ini dengannya. Seorang pria tampan yang kini menjadi suamiku.

"Aku baik-baik saja...." jawabku setengah berbisik dengan nada menggoda.

Adrian mengulas senyum. Dengan pelan ia mengangkat tubuh ringanku dan menjatuhkannya di atas kasur dengan gerakan lembut.

"Aku tidak mau anakku terusik." Dalihnya yang ku sambut dengan tawa kecil.

"Terserah...namun malam ini aku begitu menginginkanmu." Aku menoleh kearah jendela. Dari kamar hotel lantai lima belas ini, aku bisa melihat pekatnya malam yang semakin merangkak naik.

"Aku juga..." ia mengelus pipiku. "Tapi....."

"Apa lagi?" aku mengalungkan tanganku di lehernya.

"Apa kamu yakin jika bayi kita baik-baik saja?"

Aku mengangguk. Bahkan aku sudah pernah mengatakannya berulang-ulang jika sex tidak akan mencederai kandunganku asalkan kami bermain dengan lembut.

"Kita bermain dengan lembut sayang....." ulangku lagi entah sudah keberapa kali. Selama hamil ini, aku merasa jika hasratku pada Adrian semakin meletup-letup tak terkendali.

Adrian tersenyum lalu mengecup bibirku dengan lembut. Dalam hitungan detik saja, ciuman kami berubah menjadi lumatan yang semakin intens dan bergairah.

"Aku rasa aku tak bisa bermain dengan lembut." Ia menjeda ciumannya, namun salah satu tangannya dengan tangkas berhasil membuka tali baju tidurku.

"Aku yang akan mengingatkanmu." Sahutku sambil mengerang ketika tangan Adrian mulai menyusuri pucuk dadaku. Getaran dahsyat tiba-tiba memberontak di sekujur tubuhku.

"Aku tidak yakin...." Pria itu menurunkan ciumannya di leherku kemudian beralih ke pucuk dadaku. Memainkannya untuk beberapa saat sampai aku kembali mengerang menahan hasrat yang semakin meletup-letup di dada.

"Adrian....bermainlah dengan pelan...." Protesku sambil menggigit bibir bawah.

Adrian tertawa. Ia kembali naik di atas tubuhku dan menciumi bibirku.

Aku menerima ciuman itu dengan bibir terbuka, hingga akhirnya lidah kami kembali menari bersama. Tanganku mulai mengimbangi gerakan tangan Adrian yang semakin intens mendominasi. Ku buka satu per satu kancing baju tidur suamiku itu, lalu melucuti semuanya tanpa ampun. Malam ini dia milikku sepenuhnya, malam ini dia benar-benar suamiku. Aku bebas melakukan apapun padanya, bahkan menggigit ujung telinganya sampai ia mengerang seperti ini.

"Arrrghh...."

"El....sejak kapan kamu begitu hiperaktif?" tanyanya menggoda.

"Sejak aku yakin bahwa kamu adalah milikku sepenuhnya."

Adrian tertawa. Ia kembali menghujaniku dengan ciumannya.

"Baiklah.....baiklah....aku memang milikmu sepenuhnya sampai kapanpun honey..." ia menarik tubuhku lantas menyatukan miliknya dengan milikku. Dalam malam yang semakin pekat, dan ruangan yang semakin panas oleh desahan kami berdua, akhirnya kami bersama-sama sampai di titik puncak.

Adrian menarik tubuhnya di sisiku. Sambil memelukku ia bergumam.

"Aku sangat mencintaimu Elisabeth."

******

Miracle You (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang