29

69 4 0
                                    


Elisabeth POV.

Margareth ternyata adalah seorang wanita yang pandai sekali membuat kue. Siang ini, ketika Reinard masih berada di kantor, wanita itu mengajakku ke dapur dan memintaku untuk membantunya membuat muffin.

Tangan wanita itu begitu cekatan saat mencampur adonan, kemudian memasukkannya ke dalam cup-cup kertas dan terakhir memasukkannya ke dalam oven.

"Ini muffin coklat kegemaran nenek." Kata Margareth ketika ia selesai menutup pintu oven. "Mari kita menunggu kue ini jadi dengan minum teh di serambi belakang El." Wanita itu mengambil dua cangkir dan menuang teh ke dalamnya.

Setelah teh melati itu jadi, kami berjalan beriringan menuju serambi belakang, dekat dengan kolam ikan.

"Bagaimana dengan pekerjaanmu sekarang El?" Margareth menyesap tehnya dengan penuh perasaan.

"Begitulah...aku merasa sedikit menganggur ketika Reinard sudah mulai bekerja." Sahutku.

Wanita dengan rambut pirang dan digelung itu manggut-manggut. Beberapa kali aku mengangumi tampilan Margareth yang sederhana namun terlihat berkharisma. Atasan panjang hitam beserta rok hitam diatas lutut adalah pakaiannya setiap hari ketika bekerja. Terlihat ringkas, rapi dan nyaman. Bahkan di usianya yang lebih dari empat puluh tahun, wanita yang masih melajang ini terlihat begitu cantik.

Sempat aku ingin bertanya kenapa di usianya ia belum juga menikah. Namun aku urung menanyakan hal itu. Aku hanya tidak ingin melihat Margareth menjadi kecewa dengan pertanyaanku. Bagaimanapun juga, menikah atau tidak adalah hal pribadi Margareth dan aku tidak punya hak bertanya maalah-masalah seperti itu.

"Apa kamu tidak berkeinginan kembali ke Indonesia El?" Wanita itu kembali bertanya.

Aku mengangkat cangkirku. "Aku belum memikirkan hal itu."

"Apa karena Adrian?"

Cangkir yang hendak ku sesap menggantung di udara. Pertanyaan Margareth menyiratkan sesuatu sehingga membuatku batal meminum the melati ini.

"Maksudmu?"

Margareth tersenyum samar. Ia meletakkan cangkir tehnya setelah menyesapnya sedikit. Rupanya wanita ini sangat menikmati acara minum teh kami hari ini.

"Aku tahu hubungan kalian." Katanya tenang.

Aku sedikit terkejut mendengar ucapannya. Bagaimana Margareth bisa tahu padahal aku rasa kami menyimpannya dengan benar.

"Ba—bagaimana kamu—"

Margareth menatapku dan kembali tersenyum. "Mata kalian tidak bisa berbohong El." Sahutnya. "Lagipula aku sering melihat kalian bersama-sama di pavillium."

Aku menunduk. "Maafkan aku—"

"Untuk apa kamu minta maaf El?" tanya Wanita itu. "Tidak ada yang salah dalam hal mencintai. Asalkan, kita menyadari konsekwensinya."

Aku mengangkat dagu, dan menatap Margareth sungguh-sungguh. Aku tahu konsekwensi apa yang aku hadapi sekarang, hanya saja aku memang sudah bertekad tidak ingin meninggalkan. Aku bisa saja kembali ke Indonesia dan melupakan Adrian layaknya mimpi. Namun, aku tidak ingin membuatnya menderita karena kehilanganku. Meskipun aku bisa saja menjadi sesuatu yang tak berharga ketika ingatannya tentang Lilly kembali, namun aku tetap ingin tinggal. Sebagai sesuatu yang bisa membahagiakannya. Sekarang.

"Kamu tahu kan El, bahwa ingatannya bisa kembali sewaktu-waktu?"

Aku mengangguk. "Ya, dan aku juga tahu jika ia juga bisa melupakanku saat ingatannya yang berharga kembali."

Miracle You (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang