ELisaabeth POV.
Aku terbangun di pagi buta ketika isi perutku mendesak-desak ingin keluar. Langsung, aku melompat dari atas kasur lalu membuka pintu kamar mandi dengan tergesa. Dan ketika baru saja tubuhku berjongkok di sisi kloset, semua yang mendesak di perutku itu langung tumpah ruah. Namun karena sejak kemarin aku tidk nafsu makan, muntahan yang keluar hanya berupa air. Dan itu bahkan cukup membuatku lemas.
Tiba-tiba saja sebuaha telapak tangan mengurut-urut punggungku. Tanpa menoleh pun aku sudah tahu jika itu Rebbecca. Rupanya kegaduhanku melompat dari tempat tidur dan membuka pintu kamar mandi sembarangan tadi berhasil membuatnya terbangun. Memang rumah ini kecil, jadi setiap aku tidur di sini, aku selalu berbagi ranjang dengan Rebecca.
"Apa kamu sudah memberitahunya?" tanya Rebecca kemudian, ketika aku sudah selesai membilas kloset dan kini sedang membungkuk di depan wastafel sambil membersihkan mulutku.
Aku tercenung beberapa saat, mencoba menerka-nerka apa yang Rebecca maksud.
"Anak itu El......"Seolah tahu apa yang membuatku terdiam. "Sudah berapa bulan dia di perutmu?"
Aku langsung menegakkan tubuh. Jantungku berdesir seketika dan seolah baru disadarkan akan sesuatu. Aku berusaha mengingat-ingat kapan terakhir aku datang bulan, dan saat aku ingat bahwa bulan ini aku tidak mendapatkan menstruasiku dan bahkan sudah telat dua minggu, aku langsung menghadap pada Rebecca yang masih berdiri di belakangku.
"Jadi benar kan?" gadis itu melipat kedua tangannya di depan dada sambil menaikkan salah satu alis.
Jadi benarkah? Aku hamil?
"Aku.....' tanganku perlahan mengelus perutku dibalik baju tidur satin yang aku pakai. Perutku masih rata, dan benarkah bahwa di sini ada calon bayi? Anak dari Adrian. Perasaanku menghangat ketika akhirnya berhasil memberinya seorang keturunan, tapi dadaku kembali sesak ketika mengingat bahwa aku bukan lagi bagian dari Adrian. Pria itu sudah kecewa padaku, dan bahkan dia tak akan memaafkanku meskipun aku mengandung anaknya.
"Aku tidak yakin jika aku hamil...." Kataku kemudian berjalan melewati Rebecca dan kembali ke dalam kamar. Aku sedang berusaha untuk menetralkan hatiku.
"Agar kamu yakin, kamu perlu ke dokter El." Gadis itu mengekorku. "Bagaimana kalau nanti aku antar?"
Aku duduk di pinggiran kasur dengan tangan mengelu-elus perut datarku lagi. Setelah Rebecca mengatakan jika aku hamil, entah kenapa aku ingin terus mengelus-elus perutku.
"apa kamu yakin kalau aku hamil Rebecca?" aku menoleh padanya yang kini sudah duduk di sampingku. Aku berharap bahwa Rebecca tidak sedang membohongiku atau sedang memberiku harapan.
"nanti kita pastikan di dokter kandungan ya?" Rebecca mengelus rambutku. "Dan kamu bisa bicara dengan Adrian kalau kamu hamil."
Aku terdiam. Apakah Adrian mau menerimaku jika aku benar-benar hamil?
"Kalau begitu, mari kita tidur lagi El. Ini masih sangat pagi." Rebecca menguap. "Dan aku benar-benar tidak terbiasa bangun sepagi ini." Gadis itu kembali merebahkan badannya di kasur dan membungkus badannya dengan selimut.
Aku mengikuti Rebecca, dan tidur di samping gadis itu. namun sampai matahari muncul, mataku sama sekali tak bisa terpejam.
****
"Sudah berusia enam minggu ibu." Dokter wanita itu teru mengarahkan alat USG nya di perutku. "Lihatlah, kantung kehamilannya..."
Aku menoleh pada layar monitor yang berada di sampingku dengan perasaan campur aduk. Rasanya seperti sedang bermimpi melihat di dalam rahimku ada sesuatu yang hidup, dan dia adalah anakku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle You (Tamat)
RomanceMungkin inilah yang tengah aku rasakan selama dua tahun terakhir ini. jika memang hidup selalu dipenuhi oleh berbagai macam keajaiban, mungkin aku sedangmenunggu hal itu. karena setelah semua kejadian itu, bagiku hidup adalah bencana. Aku selalu ber...