Elisabeth pov.
"Ini, makanlah yang banyak...." nenek Anna menaruh sepotong roti rawar yang sudah diolesi selai di piring Adrian. Pria itu menerimanya dengan senyum mengembang.
"Nenek juga harus makan banyak nek." Adrian menyuapkan irisan roti itu ke dalam mulutnya dan mengunyahnya dengan pelan. Setiap berada di meja makan bersama dengan neneknya, aku melihat sorot mata Adrianbegitu bahagia. Mungkin karena ia bisa kembali menemani neneknya makan setelah lama berada dalam keadaan yang kurang baik.
Nenek Anna terkekah. "Nenek rasa umur nenek akan sangat panjang sekarang."
"Kenapa nek?" selaku yang sejak tadi hanya memperhatikan.
Nenek tersenyum, tangannya terulur meremas jemari Adrian yang berada di atas meja.
"Karena cucu nenek sudah kembali pulih." Matanya berkilat, aku tahu jika ada air mata yang ingin tumpah namun ditahannya sebisa mungkin.
Aku tersenyum. Adrian pernah bercerita jika sejak kecil neneknya lah yang merawatnya, karena kedua orangtuanya yang terlampau sibuk dengan pekerjaan. Nenek Anna bukan menganggap Adrian sebagai cucu, namun sebagai anak laki-laki.
"Pagi semua....." Kevin datang dari arah pintu. wajahnya terlihat segar dibalik sweeter turtle neck berwarna biru muda. "Hai cantiiik...." dia memalingkan wajahnya padaku dan tersenyum.
Aku mencoba untuk membalas senyumannya. Aku tidak yakin, namun aku rasa sejak pertemuan kami kemarin, Kevin selalu menatapku dengan cara lain. Sejujurnya aku benci tatapan itu. bukan tatapan hangat seperti yang diberikan Adrian padaku, namun sebuah tatapan penuh nafsu yang membuatku jijik.
"Rapi sekali, mau kemana?" tanya Anna, matanya lantas mengedik pada Margareth agar menuangkan susu di gelas Kevin.
"Bertemu teman nek." Dia mengambil setangkup roti setelah melirik Adrian.
"Apa rencanamu hari ini tuan muda?" Kevin beralih bertanya pada Adrian. Tangannya sibuk mengoleskan selai coklat di atas rotinya.
"Belum tau." Jawab Adrian acuh tak acuh sambil memotong roti di depannya dengan pisau.
"Kalau begitu bolehkan aku mengajak Elisabeth keluar sebentar?" Kevin menoleh padaku.
Aku menghentikan kunyahanku, kulirik Adrian yang mengangkat dagu dan menatap Kevin dengan kesal. Kumohon tolonglah aku, aku tidak ingin dekat-dekat dengan pria ini.
"Sepertinya aku butuh seorang penunjuk jalan karena sudah lama tak berada di sini." Lanjut Kevin saat kalimatnya belum ada tanggapan.
Adrian mengambil setangkup roti tawa lagi.
"Oh ya aku lupa, kalau hari ini dia harus menemaniku mengambil resep."sahutnya tenang. "Maaf aku melupakan obatku." Dia mengedik kearahku.
Aku menghela nafas lega, setidaknya hari ini Adrian punya alasan untuk membebaskanku dari pria bernama Kevin ini.
"Lagipula Elisabeth adalah pendatang. Dia juga sama sepertimu.Tak tahu arah." Sahut Anna memberi pembelaan.
Kevin menghela nafas, mungkin dia tahu kalau Adrian berbohong. Tapi sudah tidak ada caralain untuk memaksaku apalagi nenek juga membantuku.
"Oh ya, besok malam ada salah satu kolega kita yang mengadakan resepsi pernikahan anaknya. Kalian bisa ikut kan? Anna memandangi kedua cucunya bergantian. "Termasuk kamu juga El." Beliau mengalihkan pandang ke arahku.
"Aku ikut nek?" Tanyaku bingung. Aku bukan termasuk keluarga Smith, kenapa aku harus ikut acara keluarga.
"Iya, untuk menjaga Adrian."
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle You (Tamat)
RomanceMungkin inilah yang tengah aku rasakan selama dua tahun terakhir ini. jika memang hidup selalu dipenuhi oleh berbagai macam keajaiban, mungkin aku sedangmenunggu hal itu. karena setelah semua kejadian itu, bagiku hidup adalah bencana. Aku selalu ber...