08

123 10 0
                                    

            Mereka berdua menyusuri satu persatu lukisan yang terpajang rapi di galeri itu. berbagai lukisan dari beberapa seniman yang mengadung banyak makna bagi para pecinta seni lukis.

"Kamu bisa melukis El?" Adrian menyapu pandangannya pada satu persatu lukisan di galeri itu. dia tidak tahu mengapa setiap mendengar dan melihat lukisan ada perasaan tertarik yang luar biasa di benaknya, padahal dia juga tak bisa melukis. Seakan ia mempunyai hubungan emosional yang begitu dengan dengan lukisan,

Elisabeth menggeleng, lantas tersenyum. "Aku menggambar pohon saja wujudnya bukan pohon." Jawabannya membuat Adrian menoleh. "Maksudku aku sama sekali tidak bisa."

Adrian mengangguk kecil, menyusuri lukisan-lukisan itu lagi dengan Elisabeth yang setia di sampingnya. Hingga akhirnya pria itu menghentikan langkahnya pada sebuah lukisan yang terletak paling ujung. Sebuah lukian danau yang indah dengan wanita bergaun putih sedang naik sebuah perahu kecil di tengahnya.

Lukisan itu aneh, saat Adrian melihatnya, ia merasa ada sesuatu yang berdentam-dentam di hatinya. Perasaan tersayat, ngilu, dan juga penyesalan yang netah pria itu dapatkan dari mana.

"Kenapa aku....." bisiknya pada dirinya sendiri. Tiba-tiba sebuah bayangan-bayangan aneh melintas di kepalanya dengan cepat. Berseliweran membuat degup jantungnya kembali naik turun.

"Lihat Adrian....aku suka sekali lukisan ini...."

"Ayo....foto aku di depan lukisan ini...."

"Suatu saat aku akan menjadi seterkenal dia....."

"Adrian....Adrian.....hahahaha....Adrian....."

"Arrggggh!!!" Adrian mengerang, menutupi kedua telinganya lantas berjongkok begitu saja di lantai. Suara-suara itu kembali datang, bahkan saat ia tidak bermimpi sekalipun. Bahkan semuanya terasa semakin jelas ketika ia menutup telinganya dengan rapat.

"Aaaarrrggghhh!!!" kembali erangannya menggema.

"Adrian.....Adrian.....kamu kenapa?" Elisabeth menghambur ke arahnya, dan wajah gadis itu tampak panik. "Apa serangan panikmu muncul lagi......?"Ia mencoba menenangkan dirinya. Untung saja keadaan sepi, sehingga tidak ada orang yang berbondong-bodong ke arah mereka. "Oke....oke....sebentar. Aku membawa obat untukmu sebentar....." gadis itu mencoba merogoh tasnya untuk mengambil sebutir obat penenang yang selalu dipersiapkan Margareth jika Adrian pergi ke luar rumah.

"Jangan...!" lagi-lagi Adrian menolak obat itu. ini sudah kali kedua dia tak mau ada obat penenang masuk ke dalam tubuhnya. "Aku tidak mau minum obat itu. Aku tidak mau tertidur dan melewatkan hari ini begitu saja...."

"Tapi kamu sakit Adrian." Tegas Elisabeth. Matanya tertuju pada Adrian yang menunduk dengan kedua tangan masih memegangi kepalanya. "Aku tidak tega melihatmu seperti ini."

Adrian belum menyahut karena ia sedang berusaha untuk menetralkan kepalanya yang terasa pening hebat. Kenapa ia selalu merasa benci dengan keadaannya yang seperti ini. Selalu terlihat lemah dengan begitu banyak meminum obat penenang atau suntikan semcam itu juga. Apakah tidak ada cara yang yang bisa membuatnya kembali sadar tanpa obat-obatan itu?

Tunggu! Sepertinya ada. Semalam, ia bisa merasa lebih nyaman tanpa obat ataupun suntikan. Yaitu dengan....

"Aku ingin begini saja." katanya kemudian lantas menarik Elisabeth ke dalam pelukannya. "seperti semalam."

Wajah Elisabeth memerah lagi. Selalu saja ia tidak bisa menyikapinya pofesional tentang hal ini. kenapa sih, Adrian akan selalu berakhir dengan memeluknya setiap penyakitnya kambuh. Apa ia tidak tahu jika jantungnya hampir saja meledak dengan perlakukan seperti ini. Apalagi ditambah kejadian ciuman manis tadi pagi yang sama sekali belum lenyap dari kepalanya.

Miracle You (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang