1.2 Hari pertama dan sebuah chat grup

33 3 0
                                    

Di hari pertama kerja, Lara langsung bertemu pertempuran penumpang KRL tujuan Stasiun Sudirman yang berbondong-bondong turun dengan napas memburu dan kaki gelisah ingin cepat keluar. Mengingat pintu kereta yang tahu-tahu bisa menutup, bikin Lara dan segerombolan penumpang lain langsung menyerobot keluar begitu pintu otomatis terbuka dengan desingan khasnya.

Setidaknya hari Senin Lara mirip dengan banyaknya tweet keluhan warga twitter, terutama buat yang kerja dan kesehariannya naik KRL Jakarta. Hari yang paling tidak dinanti, tapi kalau sudah tidak ada lagi malah bikin rindu sampai menangis mau mati—iya, lebih jelasnya lebih baik stress karena Senin daripada stress jadi pengangguran.

Cewek itu di hari pertama membiarkan rambut segi melewati bahunya jatuh dengan manis, alias tergerai begitu saja. Jakarta mungkin terik, tapi Lara tidak merasa kepanasan. Dia terlalu segar untuk melewati hari pertama kerja dengan perasaan bahagia tiada tara.

Ibu-ibu di gang rumahnya langsung bengong sewaktu menemukan Lara yang sudah rapi dan tengah membuka warung lalu pamit berangkat kerja dengan Ibunya.

Kumpulan wanita paro baya yang gemar gosipin Lara pengangguran jomlo tanpa kehidupan itu akhirnya bisa dia buat mingkem hari ini. Soalnya Lara udah bukan pengangguran lagi! Hahahaha.

Dia menatap gedung tinggi di hadapannya, napasnya tidak beraturan selagi dia berujar. "Gila, gue kerja di sini?" meskipun tidak ada yang menjawab, cewek itu tetap tersenyum lebar lalu masuk melewati pintu otomatis yang segera terbuka.

"Wah," dia bergumam, menatap interior loby kantornya yang ramai oleh orang sibuk berlalu lalang. Masuk dengan kopi atau keluar dengan teman-temannya untuk beli kopi yang tokonya ada di salah satu sudut loby.

"Lara!"

Mendengar panggilan seorang cowok yang sudah cukup dia kenali semenja pertemuan pertama mereka minggu lalu, gadis itu menoleh. Dia menemukan Jaka yang hari ini tampil lebih rapi, tidak ada lagi anting di telinganya. Rambutnya juga yang awalnya sedikit pirang sekarang jadi hitam legam. Akan tetapi, tato di lengannya masih ada dan terlihat sedikit akibat lengan kemeja yang digulung sedikit.

"Hai, Ra. Lolos juga lo?" tanya cowok itu setelah sudah berhadapan dengan Lara.

Cewek itu tersenyum sangat lebar. "Iya, dong. Lara," dengan membanggakan dirinya, dia menunjukkan email yang memberitahukan bahwa dirinya lolos dan resmi jadi anggota keluarga divisi DM.

Lalu ternyata cowok ganteng yang tampilannya necis ini ikutan lolos. Bagaimana Lara tidak ikut girang. Teman pertamanya lolos juga!

Jaka cuman tertawa menanggapi kesombongan gadis di depannya. "Masuk gak lo?"

"Yaiyalah, jirr. Yakali udah lolos, nyampe, malah pulang," ia menjawab dengan setengah gerutuan.

Cowok itu melirik sambil terkekeh. "Kali, kan. Gugup terus milih mengundurkan diri, gitu."

"Please, deh, Jak. Gue udah nunggu kerja lama sejak kelulusan and it's already end up because I feel anxiety. That's not cool!"

"Ya, ya, gue paham, kok."

Kali ini Lara agak melirik cowok di sampingnya dengan skeptis. "Hah? Paham apaan lo? Lo baru lulus dua bulan lalu, langsung dapet kerja," ucapan Lara memang tidak dikontrol dan pastinya lebih mendekati emosian. Dia juga paling tidak suka ketika mendengar seseorang bilang bahwa dia paham dengan ceritanya, penderitaannya, or anything else. Karena sejatinya tidak akan ada yang memahami itu kecuali dirinya, kan?

Jaka tersenyum, untungnya teman baru Lara satu ini bukan orang yang mudah tersinggung. Kehidupan Jaka itu sudah terlalu santai dan hanya mengikuti lajur kehidupan. "Sorry, Ra. Gue lupa kalo lo paling gak suka sama tanggapan 'simpati' kayak gini. Like, not everyone feels the same, right?"

Larahati di JakartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang