2.10 Tampak Seperti Pasangan Umumnya

5 2 0
                                    

Mungkin sudah satu minggu hubungan keduanya terjalin dan Lara tidak mendapati banyak perubahan yang terjadi di antara dirinya maupun Jaka. Saat itu, stasiun Manggarai di pagi hari masih sama sibuknya. Orang-orang berlalu lalang, mengejar dan meninggalkan kereta yang telah membawanya hingga mencapai Manggarai.

Gadis itu berdiri di tengah dorongan para penumpang yang turut menunggu kereta berhenti memuntahkan penumpang yang turun dan mulai mengisi penuh tangga di sampingnya. Lara berdiri dalam diam, merasakan tangan yang berisi dan berotot melapisi bahunya yang kurus. Melirik dengan senyum kecil. "Jak, lain kali ngomong kek!"

"Halo, sayang?"

"Najis, dangdut! Lo masih aja kayak jamet, deh," gerutu Lara, mulai memasuki kereta yang terus diisi oleh luapan penumpang yang ingin segera meninggalkan Manggarai apabila tidak mau mendapati gaji dipotong hanya karena telat.

Jaka meliriknya sedikit sebelum menarik Lara berada di dekapannya demi melindungi perempuan itu di tengah desakan penumpang yang tidak juga berhenti memaksa masuk untuk bergabung. "Sumpah, gue emang dari lahir begini."

"Jamet, ya?"

"Ganteng, dong," rajuk Jaka dengan cepat. Cowok itu meletakkan kepalanya di atas kepala kekasihnya itu sambil melanjutkan. "Lagian sih, dichat kagak dibales. Ngapain emang?"

"Lihatin penumpang penuh?" balas Lara tidak terlalu terusik saat Jaka menghirup rambutnya yang pagi ini baru saja dikeramasin. Tentu saja wangi karena ini hari Senin yang sibuk.

Jaka bicara lagi. "Beneran cuman liatin penumpang? Bukan karena ada cowok ganteng?"

"Ck, cowok ganteng mah ada kali. Banyak, Jak," Lara tampaknya suka mengejek kekasihnya yang langsung cemberut. Kereta tujuan Kampung Bandan akhirnya menutup pintu otomatis dan mereka langsung terdorong ke samping kiri mengikuti laju kereta saat itu yang akan mendatangi Sudirman, stasiun tujuan keduanya.

Jaka berbicara lagi. "Nanti abis kerja, mau main?"

"Mau ke mana? Pantai? Taman? Atau nonton?"

Laki-laki itu menggeleng. "Basi, ah. Yang baru dikit, kek. Kemana gitu," balesnya dengan setengah berpikir. "Oh, atau jalan-jalan aja? Berdua gitu. Lo suka jalan kaki, Ra?"

Gadis itu mengedikkan bahu. "Suka banget sih nggak, tapi benci juga nggak. Jalan kaki di malam hari gak buruk, sih."

"Nanti kita makan bakso gerobak atau pecel lele. Kayaknya enak, deh?"

"Lo belum sarapan, ya?" tebakan Lara dibalas tawa sumbang Jaka sekaligus matanya yang beralih demi menutupi apa yang sebenarnya mengganggu cowok itu di rumah. Bukan karena dia ingin pergi bersama Lara malam ini dan itu tidak pernah jadi rencananya sampai pertengkaran itu terjadi tadi pagi dan dirinya serta Rinai terkena imbas kedua orang paruh baya yang tidak memiliki satu pikiran kembali.

Lara memperhatikan kekasihnya dengan kepala yang sedikit mendongak sebelum gadis itu menyadari bahwa kereta mereka mulai melipir mendekati bibir peron stasiun Sudirman. Dengan cepat, Lara melepaskan diri dari dekapan Jaka yang memeluk pinggangnya dan gadis itu menggantinya dengan genggaman tangan yang praktis menyatu dan memberikan sengatan listrik aneh di antara keduanya.

Sedangkan Jaka, yang pikirannya sempat berada jauh dari gerbong kereta saat ini. Cowok itu langsung menoleh pada kekasihnya tepat ketika pintu otomatis dibuka waktu kereta dengan tepat berhenti, lantas keduanya keluar dibarengi dengan dorongan dari penumpang Sudirman yang super banyak akibat pusat perkantoran berada di daerah ini.

Larahati di JakartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang