Gadis itu baru saja kembali ke kamarnya saat Ayah masuk sambil menunjukkan ponselnya yang menyala, menunjukkan telepon masuk dari kekasihnya, membuat Lara sedikit malu sambil mendorong ayahnya keluar dari kamar lalu menutup pintu dan menguncinya segera. Harusnya Lara bisa mengebaikannya jika dia mau dan dia sangat menginginkan hal itu. Akan tetapi, bagaimana rasanya menahan rindu pada sosok yang sejak mulai penuhi pikirannya. Gadis itu seakan kehilangan harga dirinya jika itu menyangkut Rezaka dan saat ini, tentu saja Lara sudah menerima telepon masuk yang ketiga kali itu.
Ternyata dia bahkan sudah mengabaikan Jaka selama 2 kali dering telepon dan Lara merasa bangga.
"Sibuk, ya?" begitulah sambutan yang Lara terima saat menerima telepon cowok itu.
Sontak, Lara malah tertawa lebar-lebar. Dia harusnya marah, bukan malah tertawa!
"Lo kali yang sibuk," setelah mengucapkan kalimat yang sedikit jutek meskipun dia bahkan tidak bisa menyadari nada suaranya sendiri, terdengar suara yang cukup riang di seberang sana. Lara membayangkan Jaka yang tertawa sambil memegang perutnya dan mata yang menekuk, tidak benar-benar menghilang, tapi dia bisa merasakan letupan kebahagiaan di seberang sana hanya karena balasan perempuan itu.
Lara jadi tersenyum, dia berbicara lagi. "Jadi?"
"Oke, oke," tampaknya Jaka menyerah berdasarkan nada suaranya yang menunjukkan kekalahan, pelan tapi pasti, diikuti tawa yang tersisa di ujung sana. "Tiba-tiba ada urusan sama nyokap di Bandung, Ra. Jadi aku buru, buru, pergi deh. Beneran sibuk banget dari kemarin karena mendadak packing terus berangkat ke Bandung pake mobil semalaman."
Lara mendengarkan sambil mengangguk-angguk, dia berbicara lagi, kali ini lebih kepada pertanyaan. "Kamu sendiri?"
Mungkin saja Jaka menggeleng karena jawabannya membuat Lara membayangkan demikian. "Nggak, kok. Sama Rinai ke sananya."
Selagi Lara meluruskan kakinya dan menarik selimut, kemudian mengambil salah satu boneka pinguin Miniso, dia bertanya lagi. "Eh, bentar deh. Bukannya sekarang Senin, ya? Hari sekolah kan?"
"Ooh, iya," lengang sejenak, mungkin Jaka sedang berpikir jawaban yang tidak memberikan pernyataan bahwa kenyataannya Rinai bolos dari kewajibannya itu. Atau memang benar-benar bolos?
"Kalau itu tenang, sih. Rinai udah dapat izin dari sekolah, Ra."
Gadis itu mengangguk-angguk lagi. "Kamu sampai kapan urusannya? Penting banget, ya?" Lara merasa ada rentetan kalimat yang bisa dianggap penuh desakan kepada laki-laki itu, maka Lara melanjutkan. "Aku cuman penasaran aja gitu, Jak. Soalnya kamu bilang, bakal ajak aku ke Bandung buat ketemu nyokap kamu. Kesel loh karena ternyata aku gak diajak!" kali ini Lara beneran cemberut dan dia bertanya pada dirinya sendiri, kenapa dia bisa seaneh ini?
Bahkan Lara lupa bahwa sosoknya persis seperti Denara sewaktu masih berada di tengah hubungan cinta monyetnya bersama Yugi.
Terdengar tawa yang tampak sejuk, ringan, dan bebas di ujung sana. Lara jadi bertanya-tanya bagaimana raut wajah Rezaka saat ini, dia ingin menyentuhnya, tertawa bersamanya, bahagia di sampingnya.
Jaka membalas setelah tawanya reda. "Maaf, ya? Nanti kita ke sini, deh. Cutiku masih sisa kok, kayaknya juga gak lama banget di sini. Mungkin dua sampai 3 harian aja, Ra."
Gadis itu mengela napas pelan seraya mengangguk lagi. "Iya, iya. Percaya, Jaka."
"I will bring you to my Mom, okay? Jangan marah dong cantiknya Jaka."
KAMU SEDANG MEMBACA
Larahati di Jakarta
ChickLitPart of Brothership Universe. Lara dikenal sebagai cewek jomlo selama 22 tahun karena gadis itu punya prinsip bahwa hidup sendirian itu lebih menyenangkan daripada hidup berdua bersama lawan jenis. Meskipun Mama sudah memperingati Lara untuk segera...