Yugi menghabiskan waktu sebaik mungkin setelah lulus kuliah dengan melama pekerjaan. Bagai freshgraduate pada umumnya, laki-laki itu lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam kamar, dengan laptop terbuka, dan sudah hampir puluhan CV dia kirimkan melalui website pencarian kerja.
Selama kuliah dulu, dia sudah dapat pengalaman megang di salah satu perusahaan bidang Advertising sebagai Finance. Namun tampaknya, pengalaman megang 1 tahun itu tidak benar-benar bisa membuat orang tertarik buat mengajak Yugi interview dalam sekali lamar kerja.
Sudah beberapa kali penolakan dia terima, tawaran interview sebelum kemudian lagi-lagi email penolakan. Mungkin ini yang dirasakan Brian waktu melamar kerja, selain di perusahaan bokapnya. Sahabatnya itu memang banyak mengirim lamaran kerja di luar perusahaan sang Ayah dengan pikiran, dia ingin mencari pengalaman di luar perusahaan utama.
Namun kenyataannya, jodoh akan selalu datang menghampiri dari cara apapun itu. Brian tetap saja bekerja di perusahaan Ayahnya setelah 3 bulan sibuk mengirim CV ke berbagai perusahaan dengan industry berbeda.
"Lo mau ngapain, Nang?"
Yugi bertanya selagi tangannya asik mengetik cover letter untuk salah satu pekerjaan di perusahaan start up, tempat Lara bekerja. Dia sebenarnya tidak mencari pekerjaan ini, lowongannya muncul begitu saja di notifikasi Linkedin-nya.
Lanang mengela napas jengkel. "Mau refreshing, ya Allah, Gii. Yuk, ah, main warnet."
Yugi menutup laptop setelahnya, beranjak dari kursi belajar. "Emang masih ada, ya, warnet?"
"Ada, lah. Gue tadi nyari di maps."
"Anjir, rajin banget!" cowok itu terdengar antusias, menarik celana levis selututnya dari kakstop. "Sekarang banget?"
Lanang lagi-lagi mengela napas jengah. "Kagak, Gi. Nanti, pas gue keterima BUMN."
"Lah, punya orang dalem, lu?"
"Babi," gerutunya. "Tapi gue dapet undangan user besok, sih."
Yugi langsung antusias, mengambil jaket dari susunan pakaian terbawah di wardrobe, lalu menutup lemari pakaiannya kembali. "Serius? Keren juga lo, Nang," ucapnya.
Di seberang sana, sahabatnya tertawa. "Ah, tapi lawan gue pengalamannya ada yang udah 3 tahun anjir."
"Kita kan dari Binus, cok!"
Lanang lagi-lagi tertawa. "Lah, iya, ya. Kok gue pasrah amat," gerutunya sebelum terdengar suara kucing yang teriak marah dan sahabatnya itu langsung mengubah intonasi suara-nya jadi lebih lembut. "Aduh, aduh, maaf Soni. Abang gak sengaja."
"Najis lo," kadang Yugi tidak mengerti bagaimana kedua-nya bisa menjadi sahabat akrab seperti ini.
"Bodo amat. Yang penting kagak mainin cewek."
"Woii elahh, udehhh!" erang Yugi, merasa tidak terima.
***
Setidaknya sudah 1 bulan sejak putus-nya hubungan antara Yugi dan Lara. Cowok remaja itu masuk ke dalam kelas yang atmosfer-nya telah berubah, tidak lagi penuh antusias dan bahagia akibat bertemu sang kekasih. Perempuan itu selalu membuang pandangan saat melihatnya, mencari kesibukan dengan buku soal, atau keluar waktu jam bebas dimulai dengan dalih ingin belajar di perpustakaan.
Itulah kenapa Yugi semakin tidak memiliki waktu yang pas buat berbicara dengan Lara. Cowok itu sudah muak dengan marah-nya Lanang karena dia berkata masalah Yugi membuatnya sulit mendekati sepupunya, Rini, yang juga sahabat dari mantan-nya itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Larahati di Jakarta
ChickLitPart of Brothership Universe. Lara dikenal sebagai cewek jomlo selama 22 tahun karena gadis itu punya prinsip bahwa hidup sendirian itu lebih menyenangkan daripada hidup berdua bersama lawan jenis. Meskipun Mama sudah memperingati Lara untuk segera...