0. Perempuan single pengangguran

64 3 0
                                    

Pagi-pagi sudah terdengar omelan wanita paro baya yang umurnya hampir menginjak 50 tahun. Dengan baju lusuh dan celana training abu-abu yang kusam, perempuan berambut sebahu itu berjalan gontai ke kamar mandi tanpa menghiraukan gerutuan Ibunya yang melebihi kerasnya panggilan salat dari masjid dekat kompleks. Masih setengah mengantuk, perempuan itu melaksanakan salat subuh dengan khusuk, lalu mulai membereskan kamar beserta rumahnya sebagai kegiatan pagi hari yang cukup monoton bagi perempuan yang umurnya telah menginjak 22 tahun.

Kantung mata tebal, rambut acak-acakan dan ponsel yang sepi seperti hal yang tak dapat lepas dari si empunya nama Denara Lara Pratiwi yang omong-omong baru saja yudisium sekitar 4 bulan lalu. Sangat miris jika mengingat kehidupannya selepas kuliah yang luntang lantung tak punya kerjaan selain membantu Mama menjaga minimarket milik keluarga yang letaknya sebelahan dengan rumah, mendengarkan ocehan Ibu-ibu kompleks yang membuat telinganya gatal, atau rengekan bocah SD hanya karena es krim kesukaannya belum ready stock.

Benar-benar, deh. Lara iri sekali melihat teman-temannya yang sudah mendapat pekerjaan di berbagai perusahaan atau membuka usaha kecil-kecilan dan dipasarkan di toko oranye atau di kotak hijau. Lara sendiri masih saja gagal, baik itu pada proses administrasi maupun interview padahal dirinya hanya menjawab sesuai pertanyaan dan tak ada jawaban yang ambigu. Lalu letak kesalahan Lara di mana?

Sekarang Lara mulai menyadari bahwa sejak awal kehidupannya memang sudah salah. Masuk ke prodi Agroekoteknologi dan melupakan passionnya sendiri dalam menulis hanya karena enggan belajar mata pelajaran Sejarah hingga Geografi untuk tes SBMPTN Soshum. Membuatnya kesulitan dalam mencari pekerjaan karena dia sangat menghindari mendaftar dalam bidang yang sesuai jurusannya.

Tulisan novelnya juga tak berkembang pesat dengan pembaca yang hanya mencapai 3 ribu di aplikasi menulis huruf W oranye, membuatnya tak dapat pencapaian sama sekali.

Tetapi pagi itu, selepas dirinya membuka minimarket. Ponselnya bergetar kembali dan menampilkan email masuk dari salah satu perusahaan yang bergerak di bidang aplikasi belanja online, pun mengabarkan bahwa Lara berhasil lolos untuk mengikuti interview besok hari di daerah BSD Senayan.

Gadis itu tak pelak kegirangan. Menatap ponselnya sekali lagi sampai jingkrak-jingkrak dan dilihat oleh beberapa bocah SD di dekat perumahannya yang tengah berangkat ke sekolah.

Salah satu dari mereka mendekat sambil bertanya. "Kak Lara kenapa? Kakinya sakit?" bocah itu menunjuk kaki Lara yang memang tidak disadarinya tak beralas sandal, pun membuat perempuan itu berhenti lompat-lompat sambil tersenyum canggung.

Apalagi beberapa Ibu-ibu kompleks ikutan menatapnya aneh.

"Eh, nggak, Di. Kak Lara lagi seneng aja, abis dapet panggilan interview," jawabnya pelan.

Salah satu Ibu-ibu yang tadi bisik-bisik pun ikutan mendekat. "Wah, jadi petani?" dengan mulut yang lemas, Ibu Yani agak menyindirnya karena mengingat jurusan Lara adalah Agroekoteknologi dari fakultas Pertanian. Jelas semua orang pasti mengira Lara akan menjadi petani, padahal kalau Lara mau. Dia bisa saja mendaftarkan diri sebagai peneliti di Balai Penelitian Tanah Bogor atau pengawas kebun di Bandung.

Tetapi gadis itu menggeleng dengan tersenyum tanggung. "Jadi penulis konten, Bu," dia sebenarnya pengin lari saja dari sini.

Beruntung Mama datang ketika beberapa Ibu-ibu mulai mendekati Lara untuk bertanya-tanya lagi. Sedangkan bocah-bocah SD yang tadi penasaran, kini sudah melanjutkan perjalanan mereka ke sekolah yang hanya tinggal beberapa meter dari kompleks perumahan tempat Lara tinggal.

"Dapet panggilan interview?" tanya Mama sambil ikut merapikan beberapa kardus minuman di bagian depan.

Lara mengangguk seraya menggantung ciki di paku yang menancap pada atap-atap minimarket. "Iya. Kali ini interview terakhir, Ma. Lara yakin kalo ini lolos, kok," jawabnya.

Mama terlihat mengela napas pelan. "Ra, kenapa sih nggak mau coba PNS? Itu loh, Pak Andi kan kerja di kantor pertanian dan udah PNS. Gajinya stabil, gede, biaya pensiun juga terjamin. Jangan ikutan kayak Papa, Ra, kerja kantoran swasta, gaji kecil, bisa aja kena phk kalau umur sudah terlalu tua. Nggak enak," omongan Mama yang tak pernah berubah membuat Lara mengatupkan bibir.

Mau marah, tapi alasannya apa? Semua yang dikatakan Ibunya itu kan benar. Tidak ada yang salah.

Sehingga Lara hanya mengangguk, namun tidak mengiyakan. "Aku mau mandi dulu, Ma," perempuan itu pamit pada Mama yang kini masuk ke belakang meja kasir. Mulai melayani beberapa pembeli di minimarket kelurganya yang emang paling ramai akibat daerah kompleks mereka yang jarang ada warung. Sehingga minimarket ini bisa dibilang satu-satunya dan cukup sebanding dengan Indoapril atau Alfajuni.

Gadis itu menatap cermin di kamarnya, mengangguk dengan begitu yakin. "Tenang, Denara Lara Pratiwi. Besok lo pasti diterima," katanya penuh percaya diri. Sebelum masuk ke dalam kamar mandi dan mulai menyegarkan tubuhnya kemudian bergabung kembali dengan Mama di minimarket.

Seperti apa yang dikatakan Lara, bahwa gadis itu berhasil. Salah satu cobaan hidupnya sudah jelas menghilang. Namun yang lainnya mulai berdatangan, salah satunya adalah kehadiran 3 cowok yang mampu meruntuhkan prinsip Lara yang ingin menjadi wanita karir kaya raya sampai umur 30 tahun!

Jelas bahwa perjalanannya kali ini, sangat tidak mudah dibandingkan sebelumnya.


Larahati di JakartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang