1.8 Panggilan lain dan sebuah pesan masuk

12 3 0
                                    

Beruntungnya saat sampai di kantor, Lara langsung mendapatkan banyak sekali pekerjaan sampai tidak punya waktu buat memikirkan kejadian pagi ini. Terutama saat bertemu Yugi dan percakapan singkat mereka yang terdengar membosankan.

Gadis itu membanting gelas plastik berisi kopi susu-nya, duduk di area santai di dalam family mart bersama Jaka yang sedang menghabiskan onigiri. "Gue sampe lupa mau cerita, kan," keluhnya sedikit jengkel.

Jaka melirik gadis itu, menelan potongan terakhir onigiri-nya. Lantas bertanya. "Yang tadi pagi itu?"

Sedang Lara mengangguk kecil. "I meet him."

"Hmm? Sori?" cowok itu masih tidak nyambung, sebelum Lara melanjutkan.

"I met him, this morning, with his alcohol perfume and the bare face like totally bastard!" tampaknya gadis itu sudah tidak lagi menahan omongannya. Siang ini, family mart sedikit lengang dan mereka sedang tidak ingin makan siang di kantin kantor.

Soalnya menu-nya sedang tidak meningkatkan selera dan Lara pengin mencoba makan di luar. Tapi tetap cari yang pas di kantong saja.

Cowok itu tertawa kecil. "Kok bisa? Emang rumah kalian satu daerah atau gimana?"

"Hmm, yah, bisa dibilang satu daerah. Cuman beda kecamatan aja," jawabnya dengan cepat. "Yang bikin gue bingung adalah, KOK DIA BISA TAU ADA GUE DI BELAKANGNYA?! Padahal gue gak SADAR!" suaranya yang naik turun itu cukup jadi atensi beberapa staff yang turut masuk ke dalam minimarket satu ini.

Jaka menggeleng heran. "Ra, suara lo bikin semua orang tahu kalau si anak baru ini korban gamon."

"Sembarangan!"

"Kan elo yang ngaku. Am I wrong?"

Gadis itu menekuk bibirnya. "Yah, pokoknya gue pengin cerita itu tadi pas di kereta. Tapi lo—"

Gerakan Jaka yang sedang melipat plastik bekas onigiri keduanya terhenti, cowok itu menoleh. "Lo apa?"

Lara tersenyum tipis. "Bukan apa, apa," dia menjawab sekenanya, kali ini menatap cowok di sampingnya dengan penasaran. "Lo sendiri? Beneran gak pernah pacaran? Muka lo kelihatan kayak cowok yang udah ahli ngerayu cewek, Jak!"

Gadis itu selalu seperti ini. Habis bercerita dan mendapatkan ledekan dari Jaka, akan mulai mengubah topik dengan Jaka sebagai obyek-nya. Namun karena Jaka terdengar santai dan bahkan biasa saja meskipun Lara atau teman sekantornya menatap cowok itu pertama kali dengan tatapan curiga hanya karena tattoo di jari tangan sekaligus tindik di telinga kirinya.

"Terserah lo, deh. Gue mah santai orangnya, mau dibilang apapun terserah. Asal bukan disebut narkoboy aja, sih."

Sekarang, gadis itu malah menatap Jaka dengan lebih curiga. "Jadi, lo pernah make itu?"

"Ra! It's not funny, okay."

"I'm sorry," Lara langsung duduk dengan normal kembali, tidak lagi menatap Jaka dengan antusias seakan-akan cowok itu adalah seorang guru dan Lara sebagai murid yang ambisium demi nilai A. "Oh, iya, temen gue mau nikah Sabtu ini. Keren, ya?"

Laki-laki itu kini agak melirik gadis di sampingnya sedikit penasaran. "Kenapa keren? Umur segini emang udah mulai banyak sebar undangan, Ra. Yah, wajar lah."

"Tapi bagi gue, semua orang yang mutusin untuk nikah di umur produktif ngejar karir biar keuangan stabil. Itu keren!"

Jaka tampak santai menanggapi. "Setiap orang emang punya tujuan masing, masing, kali. Kalo lo ngejar karir, bukan berarti temen lo juga tujuan-nya kejar karir. Their can be anything. Gak harus sama, waktunya juga gak sama."

Larahati di JakartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang