2.16 Mulai Tidak Seirama

6 1 0
                                    

"Emang bener besok dia ulang tahun?" Lara bertanya lagi kepada Edelin yang saat itu menemaninya di bar kantor, menikmati secangkir kopi hangat masing-masing, setelah menyelesaikan pekerjaan mereka hingga sore ini. Waktu pulang masih 1 jam lagi dan Lara kehilangan pekerjaan, alias jobdesk hari ini sudah selesai, dia juga enggan untuk mengerjakan pekerjaan lain yang akan jadi jobdesknya besok karena Lara tidak mau kegabutan menyerangnya besok dari pukul 1 siang di tengah kesibukan divisinya.

Maka dari itu, Lara berinisiatif pergi ke bar dengan dalih istirahat dan Edelin tertarik untuk ikut. Begitulah keduanya berada di bar pada pukul setengah 4 sore sambil menyeruput kopi nescafe masing-masing.

Edelin melirik perempuan di sampingnya sambil mengangguk. "Beneran, kok. Lo lagian ceweknya masa gak tau?"

Lara mendengkus. "Mana pernah dia cerita?"

"Dih, kok nunggu dia cerita?"

Benar juga. Sahut Lara dalam hati sambil memikirkan setiap obrolannya bersama Jaka di setiap kesempatan mereka untuk berdua saja. Obrolan itu selalu jadi kegiatan paling seru, tapi mereka tidak pernah terlibat dalam obrolan soal kapan keduanya ulang tahun atau sebenarnya Jaka itu orang Betawi asli atau bagaimana sukunya sebenarnya.

Lagipula, obrolan-obrolan seperti itu harusnya diketahui tanpa bertanya bukan sih? Lara bertanya kepada dirinya sendiri disaat Edelin terus mengajaknya berbicara soal Jaka maupun teman-teman mereka lainnya.

"Lo pasti belum tau, ya?" bisik Edelin lagi selagi Lara menghabiskan kopinya, menatap perempuan itu bingung.

"Apaan lagi, deh?" Lara setengah malas kalau obrolan kali ini lebih tidak penting daripada informasi kapan Jaka ulang tahun.

Edelin tersenyum. "Rahayu katanya abis dilamar, anjir! Lo parah gak tau, padahal temen dekatnya doi daripada gue," ucap perempuan itu membuat Lara kebingungan sebelum syok dan teriak penuh kegirangan. Untungnya ini adalah area bar kantor yang khusus bagi orang-orang istirahat, jadi mau teriak atau gelar konser juga tidak ada yang peduli untuk memarahi mereka.

Edelin tertawa. "Parah!"

"Demi Allah, Lin, si Rahayu diem aja daritadi tauu," balas Lara seraya tidak suka dianggap tidak mengenal temannya sendiri.

Edelin semakin tertawa. "Tapi, gue juga tahunya dari gak sengaja baca chat doi sama pacarnya, sih."

"Yee, sialan lo! Gue pikir dia cerita beneran!"

"Kayaknya dia masih belom pengen cerita dulu, Ra. Masih berbunga-bunga doi, mah," ucapnya seakan Rahayu adalah gadis penuh pemikiran alih-alih yang paling spontanitas sekaligus heboh. Mungkin karena habis dilamar, baterai Rahayu tiba-tiba eror dan dia lebih banyak salah tingkah sembari memikirkan malam pertamanya nanti.

Edelin kembali berbicara. "Lo kapan Ra dilamar Jaka? Aduh, makin parah sih kalo kalian nikah juga."

Meskipun ucapan Edelin sebenarnya hanya bercanda, Lara jadi kepikiran soal lamaran dan pernikahan. Akan tetapi, dia bahkan tidak menginginkan itu, kehidupannya masih terlalu jauh dari hal seperti itu. Jaka juga sama seperti dirinya dan mungkin lebih parah dari yang Lara pikirkan. Sehingga, Lara cuman tersenyum sambil bicara.

"Yah, doain aja, deh, ya. Gue tuh, masih pengen sendiri, loh, Lin."

"Kelihatan, sih," balasan Edelin membuat Lara semakin tersenyum. "Tapi, meskipun lo ngomong gini, suatu saat tetap mau nikah, kan?"

"Iyalah!"

"Tapi kalau Jaka sampai kapanpun gak mau itu, gimana, Ra?"

Pertanyaan itu sama sekali tidak menemukan jawaban, bahkan ketika Lara pulang bersama Jaka di pukul 6 sore karena pekerjaan laki-laki itu masih padat hingga lembur pun tidak bisa dihindari. Di dalam kereta yang padat, Lara membiarkan pertanyaan Edelin tidak menemukan jawabannya.

Larahati di JakartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang