Empat bulan berlalu dan Lara sudah mulai nyaman dengan kegiatannya belakangan ini. Bangun pagi untuk mempersiapkan warung, siap-siap bekerja, berangkat ke stasiun dan akan transit di stasiun Manggarai sambil menunggu antrean kereta menuju Angke, lantas berjalan dengan penuh kebahagiaan sebagai pekerja di Senin pagi setelah libur panjang Idul Fitri.
Gadis itu menghirup napas lambat-lambat meskipun tumpukan penumpang semakin memadati stasiun Manggarai peron 6 dan 7, lalu merasakan tepukan ringan di bahunya. Siapa lagi jika bukan Jaka?
"Muka lo seger amat, dapet THR berapa?"
Lara langsung cemberut. "Masih mending ada yang kasih gue THR sih, bulan ini."
Jaka melepas tawanya. "Beneran di kasih?"
Senyum Lara sedikit menyombong saat menjawab. "Total 250, dari abang ipar gue."
"HAHAHAHA!"
Meskipun mendapatkan tawa renyah cowok itu, Lara tetap saja merasa besar hati. Uang yang diberikan atas rasa kasihan melihat perempuan berusia genap 23 tahun yang dikerubungi Tante-tante sambil menanyakan mana calonnya itu, membuat abang ipar Lara iba dan memberikannya duit 250 ribu dengan dorongan. "Mcd sana, beliin keponakanmu juga, Ra."
"Setidaknya dapet THR."
Jaka masih saja tertawa padahal mereka sudah berada di dalam kepadatan penumpang di dalam salah satu gerbong kereta menuju Angke. "Jadi, calonnya mana, Ra?"
"Jir, diem!" gadis itu mendengkus, tatapannya kini menghunus kepada cowok di sampingnya. "Lo sendiri? Mana calonnya Mas Jaka?"
"Idih, ambekan," Jaka melengos seraya menangkap bahu gadis itu agar merapat padanya karena kereta sudah mendekati ke stasiun Sudirman. "Kenapa ya, kan, tiap lebaran pasti ada aja pertanyaan kayak gitu. Harusnya mah, kurang-kurangin."
Lara mengangguk setuju. "Lo lebaran juga dikasih pertanyaan gitu, Jak?"
"Gue kabur."
"I see. Gak kaget gue mah," Lara tergelak ringan.
Mereka turun bersama banyak penumpang lainnya yang juga akan memadati peron Bogor sejak pukul 3 sore nanti. Keduanya berderap dengan tergesa menuju eskalator yang dipadati penumpang lain. Liburan panjang dan dimulainya bekerja secara normal setelah satu bulan puasa dan banyak pekerja yang suka terlihat lemas di tengah kepadatan.
Lara berhenti di salah satu minimarket sebelum masuk diikuti oleh Jaka. "Gue pengen kopi banget, dah, Jak. Lo gak ngantuk?"
Laki-laki yang tetap berusaha di samping perempuan yang mengikat rambutnya jadi satu itu menggeleng. "Gue lebih butuh air mineral."
"Harusnya cowok senja suka ngopi, gak, sih?"
"That's cowok senja yang lo maksud, mungkin cowok yang suka ke pantai, main gitar, minumnya kopi hitam—"
"Rambutnya gondrong, ada kumis tipis, kulitnya kecokelatan," sambung Lara, menatap cowok di sampingnya dengan sangsi. "Lo cocok."
"Sialan," umpat Jaka sebelum mengambil kopi kaleng milik. "Gue jadiin ini THR buat lo."
Lara tersenyum lebar. "Gomawo, cowok senja."
"Ra," Jaka tampak malas menanggapi ejekan Lara yang sudah keluar dari minimarket. Mereka berjalan bersisian keluar dari stasiun dan bertemu jalanan Sudirman yang tampak ramai dan sibuk. Liburan panjang membawa aktivitas yang lebih santai untuk hampir 80 persen pekerja di Indonesia, maka saat kembali masuk, mereka seperti ditimpa oleh kenyataan. Bahwa hari yang tenang itu ternyata sudah benar-benar berlalu.
![](https://img.wattpad.com/cover/255689120-288-k407982.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Larahati di Jakarta
ChickLitPart of Brothership Universe. Lara dikenal sebagai cewek jomlo selama 22 tahun karena gadis itu punya prinsip bahwa hidup sendirian itu lebih menyenangkan daripada hidup berdua bersama lawan jenis. Meskipun Mama sudah memperingati Lara untuk segera...