Denara Lara Pratiwi menikmati sisa minggu sebagai siswa kelas 12 dengan kesibukan belajar tanpa henti. Gadis itu baru paham kenapa seorang siswa kelas 12 bisa saja bunuh diri di serial drama Korea, belajar sudah cukup mampu mengusir patah hatinya, tapi belajar juga yang mendatangkan tingkat depresi yang super tinggi.
Kalau kamu tidak kuat, bisa-bisa kamu sudah mengalami end world, alias mati.
Gadis itu mengikat rambutnya yang sudah melewati bahu, poinnya juga sudah panjang dan Lara mengenakan jepit rambut hitam polos untuk menahan poinnya di atas kepala. Perempuan itu harus fokus, fokus, dan fokus!
"Woah, nilai try out keluar!!" teriak salah satu teman sekelasnya, membuat Lara menoleh saat Roro menepuk bahu-nya untuk ikut ke mading di dekat tangga.
Nilai try out menjadi penentu diri sendiri, kemampuan belajar selama 3 tahun, dan bagaimana orang-orang berharap meskipun UN tidak lagi penting, mereka tidak mendapati nilai di bawah KKM Ujian Nasional sebesar 5,5.
"Gokil, lo," Rini menepuk bahu sahabatnya setelah mereka berhasil menemukan nilai masing-masing berdasarkan urutan keseluruhan. "Lo bahasa Indonesia hampir cepe, anjir!" seru perempuan itu. "Kimia lo juga, Ra. Dapet 85, gokil banget aaarghh!"
Roro tertawa. "Kan, Lara kalo udah serius, lebih baik kita segera naik ke kendaraan sport masing, masing, deh," gadis itu sebenarnya tidak begitu takut karena Lara masih jauh dibawah-nya. Namun untuk satu mata pelajaran itu, Roro hampir saja kalah. "Ck, si Brian masih aja kesatu."
Lara melirik temennya yang satu itu. "Lo kalo waktu itu nerima Brian, terus kalian nikah, dijamin anaknya masuk oxford di umur 10 tahuh, deh!" ejeknya.
Lagi-lagi wajah Roro merah padam, bukan karena salah tingkah, tapi karena jengkel tingkat tinggi. Dia sama sekali gak expect Brian menyatakan cintanya dua hari lalu, ketika mereka selesai belajar tambahan di Sabtu siang yang terik. Bukan hanya lapangan upacara saja yang panas, pipi Roro langsung panas begitupula emosinya yang mendidih.
"Emang taik tuh cowok. Gak sadar, apa?"
"Apa? Beda agama?"
Roro melotot. "Itu masalah lain, ih! Maksud gue tuh, dia gak sadar tempat nembaknya apa?! Dipikir dengan nembak di depan banyak orang, gue bakal nerima? Big NO!"
Sejak mengenal Roro, Lara dan Rini tahu bahwa sahabatnya yang satu itu selain gila belajar, juga kejam sama cowok yang suka samanya. Dia cukup memiliki keinginan kuat atas sesuatu, meskipun orang lain sekalipun hampir mempermalukannya dan membuat keinginannya itu rontok, Roro dapat dengan mudah memperhatahankannya.
Lara cukup kagum dengan sisi sahabatnya yang satu itu. Andai waktu itu, Lara tetap pada pendiriannya untuk tidak berurusan dengan cowok. Mungkin dia ... eh, kok jadi kepikiran lagi?
Duh, ini udah mau satu bulan!
"Gue sama Lanang mau belajar di rumah besok," Rini berkata tiba-tiba waktu mereka selesai memesan somay dan sekarang sudah duduk di salah satu sudut kantin yang menyisakan spot kosong buat 3 sampai 6 orang.
Roro meliriknya. "Emangnya lo berdua bisa belajar gitu aja, Rin?"
"Itu masalahnya, Ro. Lo mau ikut, gak?" Rini tersenyum dengan mata memohon, tapi Roro langsung menggeleng.
"Dih, jadi nyamuk gitu? O-gah!"
"Tuh, kan!" gadis itu langsung cemberut, matanya menatap Lara yang asik mengunyah salah satu potongan somay. "Ra, ikut ya? Biar Roro gak nyamuk banget. Gimanapun, gue sama Lanang juga butuh kalian berdua, lho, Raa," saat ini Rini sudah tidak perduli atas penolakan Lara kalau diajak ke rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Larahati di Jakarta
ChickLitPart of Brothership Universe. Lara dikenal sebagai cewek jomlo selama 22 tahun karena gadis itu punya prinsip bahwa hidup sendirian itu lebih menyenangkan daripada hidup berdua bersama lawan jenis. Meskipun Mama sudah memperingati Lara untuk segera...