Lara tidak pernah setidakantusias itu untuk melewati akhir pekan selama 2 hari ke depan ini. Gadis itu selalu punya rencana sendiri, sebenarnya. Seperti menghabiskan hari Sabtu di dalam kamar dengan serial Netflix, pergi bersama beberapa teman demi keliling mall hanya bermodal buat makan ramen di Gokana, atau menghabiskan malam hari di kafe sambil mengandalkan wifi gratis serta 1 minuman yang dihabiskan pelan-pelan biar durasinya lebih panjang.
Cewek itu menatap lemari pakaiannya dengan bingung. Kenapa pula dia harus bingung?
"Mau ke mana lo?" Kakak-nya masuk ke dalam kamar si bungsu sambil menuntun sang anak dengan baju baby shark dan boneka Pinkfonk yang lucu dipelukan gadis berumur 3 tahun itu.
Lara menoleh. "Jalan."
"Sama si Roro? Rina kan, udah balik ke Malang," perempuan itu duduk di tepi kasur sambil memperhatikan adik-nya yang masih berdiri dengan wajah kebingungan di depan lemari yang terbuka. "Lo mau jalan sama cowok, ya?" tebaknya langsung karena cukup mengherankan melihat Lara kebingungan padahal hanya pergi bareng Roro.
Kali ini, perempuan itu dapat melihat wajah panik Lara sebelum kemudian dia tampak santai dan mengambil satu kemeja hitam putih dan kaus berlengan pendek warna putih. "Nggak, sih," meskipun berbohong, kakak-nya satu itu pasti sudah sadar duluan.
"Siapa? Yugi?"
Mendapatkan pertanyaan yang telak menjawab wajah kebingungan Lara, kakak perempuannya itu menahan tawa sambil kembali mengajukan pertanyaan. "Seriusan? You're want to date with your ex?!"
Gadis itu langsung menatap kakak-nya dengan jengkel. "Lo bahkan nikah sama mantan lo," ucapannya itu tidak benar-benar bohong. Kakak-nya sempat putus dan lost contact selama 1 tahun dengan suami-nya waktu zaman kuliah dan mendapati rumah dipenuhi tangis sepanjang hari dalam 1 minggu. Lara ingat sekali kalimat perempuan beranak satu itu dulu 'LAKI-LAKI BRENGSEK!'.
Satu tahun kemudian, perempuan itu kembali berpacaran dengan kakak ipar-nya sebelum dua tahun setelahnya mereka memutuskan menikah.
Dunia itu selalu dipenuhi dengan kejadian tidak terduga.
"I know it's not wrong, but he's not my ex anymore. Gue kan udah balikan sama dia dua tahun sebelum nikah, jadi judulnya tetap nikah sama pacar, dong," kekeuh-nya dan Lara hanya menanggapi dengan anggukan pelan. Sebenarnya tidak benar-benar peduli.
Perempuan itu melirik anak-nya yang sedang mengambil boneka Lara dari atas meja belajar. Sebelum dia kembali berbicara. "Kita mirip ya, Ra. Ujung, ujungnya, tetap balik ke mantan."
"I'm not," putus Lara dengan tegas dan tanpa berpikir. Raut wajahnya tidak menunjukkan keraguan, melainkan wajah muak sekaligus jengkel saat mendengar kalimat kakak-nya.
Perempuan berumur 27 tahun itu tampak memandang si bungsu dengan tatapan menilai. "Masa? Gak percaya gue," ucapnya.
Lara hanya mendengkus. "Terserah, percaya gak percaya. Not my business," jawab Lara dengan berkelas dan tidak diganggu gugat.
"Hati, hati, lho. Kita gak tau hati manusia kayak apa, Ra. Gimana kalau lo malah kegoda terus, tara, balikan!"
"Ih, big no! Gak akan!" Lara kembali mengutarakan pendapatnya dengan tegas sembari mata yang menunjukkan bendera warna merah. Alias keputusannya benar-benar bulat.
Jalan-jalan mereka hari ini murni karena Lara harus menyelesaikan masalah keduanya sebelum kembali melebar. Perasaan mereka mungkin masih saling bersaut, tapi Lara dapat merasakan kehadiran perasaan lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Larahati di Jakarta
ChickLitPart of Brothership Universe. Lara dikenal sebagai cewek jomlo selama 22 tahun karena gadis itu punya prinsip bahwa hidup sendirian itu lebih menyenangkan daripada hidup berdua bersama lawan jenis. Meskipun Mama sudah memperingati Lara untuk segera...