Sudah lama rasanya seorang Denara Lara Pratiwi mendapatkan hari yang menyenangkan sampai dia tidak berhenti tersenyum, meskipun honda civic itu sudah menghilang dari depan rumahnya setengah menit lalu. Saat ini pukul 10 malam dan Lara tidak bisa mendapati kantuk menyerangnya, karena dia masih terjebak di setiap jam yang dihabiskan bersama Jaka sebelum mereka harus pulang hingga Lara mendapati kasurnya sendiri dan kamar tidur sama tapi tidak begitu menyenangkan. Padahal Lara suka kamarnya, Lara suka sendirian dan waktu menyendirinya daripada adegan berulang-ulang bareng manusia dan obrolan membosankan.
Namun hari itu, dia mulai lupa bahwa dirinya perlu istirahat demi menambah energi bersosialisasinya yang terkuras sampai di titik nol. Mungkin karena jatuh cinta dan bagaimana cinta itu perlahan kembali mengambil alih jiwanya, membuatnya lupa akan hari yang perlu berakhir oleh lelap akibat terlalu bahagia meskipun tidur juga bagian dari kebahagiaan banyak orang—terutama pekerja korporat.
Gadis itu masih memandang ponselnya, menunggu pesan masuk Jaka dan mungkin sedikit chat atau video call sebelum benar-benar mengakhiri hari ini. Akan tetapi, kenapa juga dia harus menunggu? Bukannya Lara bisa memulai?
"Tapi malu gak, sih?" dia bertanya kepada diri sendiri sambil kembali meletakkan ponselnya di atas meja belajar. Saat ini Lara sudah mengenakan pakaian tidur, badannya juga sudah jauh lebih segar dan harusnya dia sudah tidur. Atau setidaknya Lara bisa menghabiskan sisa hari Sabtu bersama beberapa episode drama atau 1 film yang bisa dia tonton sebelum tidur?
Hanya saja, dia lebih memilih untuk menunggu kehadiran Jaka dalam bentuk suara dari sebuah telepon yang tersambung.
Lara akhirnya menyadari bahwa dirinya sendiri, bahkan sebelum dia sempat memahaminya, bahwa jatuh kepada Jaka terlalu dalam bisa jadi kesalahan fatal yang akan menyiksanya di masa depan. Namun yang namanya Lara, mana tahu bahwa masa depan terburuk sedang menunggunya?
Lagipula, bagi Lara, tidak ada masa depan buruk jika itu, mungkin, dia habiskan bersama Jaka nantinya.
"Masa depan apaan, deh. Geli banget," dia berbicara lagi, pada udara malam yang kosong dan hampa. Pendingin ruangan yang memberikan suhu udara terlalu rendah tapi Lara menyukainya. Dia suka dingin dan dia, hingga hari ini, menyetujui perasaannya yang jatuh cinta kepada Jaka.
Gadis itu memberengut, meluruskan kakinya sambil bersandar di dinding dengan kasurnya yang memang merapat pada dinding. Matanya sedikit melirik ponsel yang tergeletak dan tidak menunjukkan adanya getaran ponsel tanda panggilan masuk atau pesan masuk. Lara bertanya-tanya apakah Jaka bisa langsung tidur saat sampai rumah?
Hanya saja, memangnya Jaka sudah sampai rumah?
Lama menunggu dan pada akhirnya kantuk mengalahkan dirinya sendiri. Lara sudah membenamkan diri di balik selimut tipis, mengabaikan getaran pelan dari ponselnya yang menunjukkan satu bubble pesan singkat yang ringan dari cowok yang sebenarnya, bahkan saat Lara masih di dalam pikirannya sambil menunggu kehadiran Jaka dalam bentuk suara maupun pesan, laki-laki itu sudah sampai di rumah.
Dia baru bisa mengirimkan pesan pada perempuan itu, setelah menyadari ada sesuatu yang kurang dari malam ini. Pada hari yang harusnya diakhiri dengan indah dan menyenangkan.
Good night, ra
***
Malam itu Jaka tidak bisa tidur sebelum pukul 2 pagi dan akhirnya dia bangun di Minggu siang dalam keadaan kepala pusing dan wajah sangat buruk. Laki-laki itu keluar kamar untuk mendapati Rinai yang menunduk sambil membawa koper dan menenteng ransel di bahu kanannya, membuat mata Jaka yang belum sepenuhnya terbuka itu akhirnya membuka lebar.
![](https://img.wattpad.com/cover/255689120-288-k407982.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Larahati di Jakarta
ChickLitPart of Brothership Universe. Lara dikenal sebagai cewek jomlo selama 22 tahun karena gadis itu punya prinsip bahwa hidup sendirian itu lebih menyenangkan daripada hidup berdua bersama lawan jenis. Meskipun Mama sudah memperingati Lara untuk segera...