2.5 Pantai dan Percakapan Orang Dewasa

4 2 0
                                    

Akhir pekan sudah tinggal menghitung jam, sehingga Lara yang bahkan sudah siap pulang sejak 15 menit lalu, pun berdiri waktu jarum jam berhenti di pukul setengah 5 sore. Tampaknya hari ini semua anggota divisi Digital Marketing tidak ada yang lembur, lebih tepatnya ini karena ada acara gathering perusahaan yang akan dimulai pukul 6 nanti di salah satu hotel Jakarta Timur, dekat dengan pantai Ancol yang segar di malam hari.

"Semoga gak ada sampah," ucapan Taufik, salah satu bagian dari Design Grafis pun membuat gerakan Rahayu yang tengah memasukkan barang-barangnya ke dalam ransel besar itu menoleh.

Perempuan itu tertawa ringan. "Elah, Pik. Jaman kapan sih yang diributin sampah mulu?"

Taufik yang masih kekeh sama pendapatnya pun menjawab. "Ya, kenyataannya emang gitu? Lo gak pernah ke Ancol apa."

"Rahayu anak PIK soalnya," timpal ketua kami, Mas Arfan, lantas meninggalkan mejanya diikuti oleh Jaka sekaligus Lara.

Gadis itu menyamakan langkahnya dengan Jaka yang terlihat buru-buru, kemudian berbicara saat mereka sudah naik ke dalam lift. "Lo beneran bawa mobil, Jak? Tahu, tahu, malah motor lagi. Kan males banget naik motor ke ancol, capek."

"Gue yang nyetir juga capek, ya, Ra," sahut Jaka dengan wajah masam. "Iya, mobil. Si Rahayu juga ikut gue atau Mas Arfan?"

Selagi Lara keluar dan menenteng ransel besar berisi pakaian ganti dan cemilan, dia menjawab. "Dia bilang cowoknya mau nganter gitu, deh. Pulangnya baru nebeng lo sampai stasiun."

"Lah, sialan?"

"Hahaha," tawa Lara mengisi parkiran mobil yang sore itu lengang. Cuman ada beberapa anggota kantor yang tidak hanya dari perusahaan yang sama dengan mereka saja. Dalam satu gedung ini, terdapat satu kantor lainnya yang bergerak di jasa asuransi. Lara mengetahuinya dari percakapan yang terdengar waktu makan siang di awal masuk kerja.

Mobil Honda Civic milik Jaka terlihat mulus dan seperti baru, seakan memang dari awal dibelinya mobil itu, tidak pernah Jaka bawa keluar dari daerah rumahnya selain mencari makan malam di sekitaran kali Manggarai.

Lara masuk setelah selesai memasukkan ranselnya begitupula milik Jaka ke dalam bagasi, kemudian dia menatap Jaka yang cukup terampil mengendarai mobil. "Lo tadi macet gak, pas ke sini pagi-pagi?"

Jaka melirik temannya itu dengan tatapan geli. "Woi, Ra. Di hari sibuk gini mana ada Jakarta gak macet, heh?" balasan sarkastik Jaka terdengar seperti keluhan yang mendasar dari apa yang terlihat selama tinggal di ibukota satu ini. Yah, meskipun dikenal sebagai kota tersibuk, kemacetan Jakarta akan lebih longgar sewaktu hari raya besar seperti Idul Fitri karena semua orang yang bukan asal Jakarta akan kembali ke kota mereka masing-masing.

Perempuan itu membenarkan posisi duduknya, lantas membuka minuman dingin yang sempat dia beli tadi siang di minimarket. "Lo gak ada lagu gitu, Jak?"

"Lagu dari lo aja, gimana?" balas Jaka yang tampaknya malas menyambungkan spotify ke dalam mesin di mobilnya. Selain tangannya yang sibuk memegang kemudi, cowok itu cukup diam selama mengendarai mobil dan hanya ada Lara di sampingnya.

Mungkin jika Rahayu ikut bersama mereka, suasana di antara kedua orang itu bisa lebih santai. Atau mungkin tepatnya, Jaka berharap bisa santai selama menghadapi Lara yang duduk di sampingnya.

Perempuan itu terlihat berdeham sambil mengeluarkan ponsel dan menyambungkan spotify ke dalam mesin pemutar lagu di mobil cowok itu. Suara milik Sheila on 7 mengisi mobil Jaka setelahnya, beserta sebuah perasaan yang tampak bersinggungan lantas keduanya sama-sama mengelak.

Larahati di JakartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang