1.10 Ajakan jalan di malam minggu

11 3 0
                                    

Siang itu Jaka mengajak Lara untuk menikmati makan siang di rooftop kantor yang lebih sepi dan pastinya nyaman melepas penat setelah 3 setengah jam bekerja di depan laptop. Kedua orang itu membuka makanan mereka masing-masing, Lara dengan ayam saus tiramnya dan Jaka dengan menu ayam katsu yang dibeli di minimarket waktu berangkat kerja.

"Dia beneran nge-chat lo lagi?!" suara Jaka agak meninggi saat mendengar cerita Lara siang ini.

Gadis yang kini mengikat rambutnya menjadi satu itu mengangguk cepat. "Lo tau, gak, dia ngajakin apa?"

"Apa?" cowok di sampingnya sedikit mendekat dan Lara menjawab dengan cepat.

"Dia mau nganter gue, dong. Gila, kan?"

Jaka tergelak. "Parah, sih," ungkapnya dengan sedikit simpati sekaligus perasaan getir yang entah kenapa dia rasakan dua hari belakangan ini. Apalagi jika Lara sudah membicarakan tentang mantan-nya itu. "Terus lo gimana? Tapi ngelihat lo di stasiun pagi ini, berarti.."

"Ya gue tolak, lah, Jak. Yakali, gitu, gue terima mentah, mentah! Semudah itu dong, gue luluh?" ketus Lara sambil menyuapkan sendok nasi dengan potongan ayam yang ketiga ke dalam mulutnya. "Tewus ya—"

"Kunyah dulu," Jaka langsung memotong dengan nada memperingati, Lara menurut saja lalu kembali berbicara ketika mulutnya sudah kosong. "Tadi pagi banget, Jak."

"Apa lagi?"

Gadis itu tampak berpikir keras, tengah menyusun kata yang paling tepat tapi memang kenyataannya tidak ada kata yang tepat untuk membicarakan hal itu. Tidak dengan wajah penasaran Jaka di hadapannya.

"Lo tahu lusa itu Sabtu, dan kita libur."

"So, you had a date with him?"

Lara mengangkat bahunya sambil menggeleng. "Not yet, but ... menurut lo gimana?" wajahnya sedikit mendekat pada Jaka yang baru saja menyuapkan nasi ke mulutnya yang semula sudah kosong.

Cowok itu terdiam waktu mendapati wajah seorang gadis yang hampir 1 bulan terakhir jadi teman terdekatnya di kantor maupun luar. Jaka punya banyak teman, tentu. Namun seorang teman perempuan tidak pernah masuk ke dalam list-nya.

Lara jadi yang pertama untuk itu.

"K-kenapa tanya gue, deh," cowok itu agak memundurkan tubuhnya, berdeham.

Lara tiba-tiba canggung, menegakkan tubuhnya kembali sambil berbicara. "Yah, lo kan hitungannya udah jadi sobat gue, Jak—um, gimana ya? Gue suka tanya pendapat ke setiap sahabat gue, dan lo jadi salah satunya sekarang."

Mendengar penjelasan Lara yang cukup masuk akal, Jaka tersenyum. "Kalo menurut lo gimana? Lo mau jalan sama dia lagi? Nikmati waktu berdua, kencan ke tempat menyenangkan, makan bareng, diakhirin sama karokean ... kayaknya bakal seru," dia menyuapkan sendokan terakhir dari tempan makan berbahan plastik di tangannya.

Gadis di sampingnya terdiam, menatap kotak bekal yang masih tersisa seperempat dari makan siangnya hari ini. Makanan yang dibuat ibunya selalu enak, tapi entah kenapa semakin dia mengunyahnya. Semua terasa hambar.

"Gue belum tau."

"Pikirin aja dulu, Ra. Masih tersisa 1 hari lagi sebelum kencan itu, kan? Yah, lo bisa sekalian nyelesain uneg-uneg di antara kalian selama 4 tahun terakhir lost contact," Jaka memberi saran yang terdengar masuk akal bagi Lara.

Mereka berdua memang punya hal yang belum selesai. Jika Sabtu ini mereka bertemu dan berbincang selama 1 atau 2 jam mengenai masalah yang belum selesai itu, Lara mungkin bisa benar-benar melepaskan perasaan sakit hatinya pada Yugi.

Larahati di JakartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang