2.8 Semua cowok mendatangi rumahku

4 2 0
                                    

Setidaknya 4 hari setelah kejadian itu, Lara perlu dirawat di rumah sakit akibat tipes. Kemudian dia mengalami rawat jalan selama kurang lebih 1 minggu full, hingga total kehadiran Lara yang izin tidak bekerja itu sejumlah 9 hari, karena hari libur tentu saja tidak dihitung. Gadis itu menguap lebar-lebar di Minggu pagi yang lebih segar daripada biasanya, melirik Rina dengan buburnya dan Roro yang sedang asik mengunyah sate usus dengan buburnya sudah habis.

Kedua sahabatnya menginap sejak kemarin, mereka ingin melihat kesembuhan Lara setelah didera tipes hampir 2 minggu. Gadis yang bisa dibilang jarang sakit itu, sekalinya sakit bisa mengacaukan eksistensi bumi dan sekitarnya. Sama halnya ketika Lara sudah serius belajar, semua orang akan berlomba-lomba untuk mempertahankan nilainya daripada mengejar apa yang harus dikejar.

Karena pada akhirnya Lara yang akan mendapatkan itu.

Gadis itu duduk di sisi ranjang sambil menghabiskan obat terakhirnya, bukan terakhir juga sih. Masih ada obat antibodi yang tersisa 5 butir lagi dan obat radang 2 butir. Obat demam dia habiskan pagi ini juga, soalnya sisa 1 butir.

Lara melirik ketika Kakaknya masuk. "Ra, Farhan dateng noh mau jenguk."

"Oh."

"Sama dua lagi, temennya Farhan deh kayaknya ... eh, bentar, kayaknya satu gue kenal sih. Temen sekolah lo bertiga gak, sih?" Kakak Lara diam sebentar, lalu melotot pada adiknya. "OH! Mantan lo, anjir!"

"Apaan, sih!" Lara mengerang sambil berjalan kembali ke arah balkon kamar yang dia tinggalkan beberapa menit lalu, Rina yang sudah menyelesaikan makannya pun turut melongok. Sedangkan Roro asik menggado kerupuk bawang dari bubur kedua sahabatnya yang masih tersisa.

Rina terkesiap menemukan sepupunya sambil berlalu. "Anjir si Yugi ngapain? Malu gue!"

"Farhan siapa, Ra?" dibandingkan mendengar keluhan Rina, Roro lebih penasaran siapa Farhan yang disebutkan oleh kakak perempuan itu.

Lara menoleh sekilas. "Temen masa kecil gue."

"Jir, friend to lover?"

"Apaan, sih!" delik Lara jengkel. "Tuh, lihat!" gadis itu kembali menunjuk ke bawah dimana ketiga cowok itu sempat melihat ke arahnya. Lara berdiri menatap kedua sahabatnya dengan frustasi. "Gue itu kayak Gum Jandi, tahu, nggak? Iya, kan? Liat aja itu tiga cowok ganteng malah dateng ke rumah gue. Pasti besok nyokap bakal bikin syukuran pake nasi kuning!"

Gadis itu kembali melihat ke bawah dan Roro, kali ini, ikut melongokan kepalanya demi melihat 3 pangeran yang akan menjemput Princess Lara—huek!

"Farhan yang jangkung, kurus, sipit, pasti," selagi dia menilai, cewek itu melirik Lara dengan sangsi. "Dia emang demen juga sama lo?"

Kali ini, Lara mengedikkan bahu. "Gue juga gak ngerti!" keluhnya.

Cinta itu selalu ribet dan buat pusing, Lara mengeluh sambil kembali duduk di sisi ranjang. Menunggu salah satu orangtuanya datang seraya bertanya, mana dari tiga cowok itu yang akan jadi mantu mereka. Kalau sudah begitu, Lara kayaknya lebih baik bangkit dan kabur dari dunia sekalian.

Perempuan itu mengela napas panjang, merebahkan tubuhnya diikuti kedua sahabatnya yang tampak lelah. Mereka menjaga Lara sepanjang masa galaunya dua minggu ini, menemani Lara di masa terakhir penyembuhannya. Dibandingkan tiga orang cowok, Lara bersyukur punya dua sahabat cewek yang dapat diandalkan disegala situasi. Kedua temannya itu memang suka menyebalkan, kadang bikin emosi, suka bikin jengkel, kadang ada saja randomnya. Tapi mereka memahami Lara yang kacau, tahu bagaimana bereaksi dengan setiap kata-kata tidak jelas Lara, apalagi traumanya tentang hubungan percintaan dengan lawan jenis.

Larahati di JakartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang