1.14 Tentang pertemuan kemarin

6 2 0
                                    

Perasaan Lara yang buruk itu digantikan dengan kegiatan belajar tanpa henti. Entah sejak kapan Lara mulai suka dengan belajar, dia bahkan sangat senang waktu menghadiri les di hari Sabtu—padahal sebelumnya dia terus berpikir, kenapa kelas 12 harus mengalami masa hari belajar lebih padat?

Namun sekarang dia menyukai kepadatan itu. Hari-hari sibuk itulah yang membawa Lara pada waktu dimana dia tidak lagi memikirkan cowok. Dia pikir, cowok hanya jadi kehausan yang terus membuatnya tidak puas sepanjang hari. Belajar membuatnya lupa akan perasaan yang dengan cepat terkubur, digantikan oleh rasa benci teramat dalam.

"Ra, kantin?" Roro datang ke dalam kelas perempuan itu, mengacaukan kegiatan Lara yang sedang menyelesaikan satu soal Kimia dari materi Asam Basa.

Gadis itu mendongak, menyelipkan sebagian poninya yang panjang. "Gue pengin potong rambut, deh," ucap Lara, menutup buku, lalu berdiri dan berjalan keluar bersama Roro. "Rini mana?"

"Sama Lanang."

Lara mendengkus. "Anjirlah!" gerutu perempuan itu jengkel.

Roro hanya tertawa. "Ra, gue juga sebenarnya mau jalan sama Najib, lho. Udah lama gak ke kantin bareng—"

"Rooo!" kali ini Lara meraung dengan setengah jengkel. Semua sahabatnya masih memiliki kisah cinta masing-masing. Kenapa Lara harus kembali pada kesehariannya ini?

Gadis di sebelahnya kembali tertawa. "Bercanda, Ra."

Gadis yang mengikat rambut sebahunya menjadi dua bagian itu cuman mendengkus keras, dia bahkan tidak peduli kalaupun saat di kantin dia kembali sendirian. Kadang Rini makan bersama mereka, sambil mengajak Lanang yang ikut bergabung. Dua orang itu entah kapan jadiannya, Lara sedikit tidak rela.

Soalnya Lanang adalah sahabat dari si brengsek itu, tapi setelah dipikir-pikir, Rini jelas adalah teman paling berbahaya.

Dia satu pusat DNA bersama si brengsek alias sepupu. Sungguh perpaduan yang cukup unik—dan menyebalkan, sebenarnya.

"Lo mau apa? Najib yang pesenin."

"Seblak Pak Haji aja," Lara melenggang ke kursi seberang selagi Roro berbicara dengan kekasihnya, Najib, salah satu siswa kelas 11 yang mendekatinya selama kurang lebih 3 bulan. Mereka sudah jadian hampir setengah tahun, sangat lama untuk hubungan Roro selama ini bareng cowok di sekolah.

Selesai berbicara dengan Najib, Roro mengambil posisi duduk berhadapan dengan Lara, matanya menangkap pergerakan Yugi di belakang yang tidak jauh duduk bersama Brian dan seorang adik kelas di klub band, Fadlan.

"Noh, arah jam 11."

"I don't even care, Ro," Lara mendelik jengkel, menerima es the dari Rini yang mendekati sambil membawa plastik berisi minuman dingin untuk Roro, Lara, dirinya, sekaligus Lanang. "Ngapain lo?" Lara langsung bertanya dengan tatapan menuduh.

Lanang mengangkat dua tangannya. "Gue bukan penguntit, sumpah."

"Hadeh, Raaa," sahut Rini lalu tangannya mendorong wajah Lara untuk kembali tegap, melihat dirinya. "Udah, noh si Najib bawain seblak lo. Bilang makasih."

"Thank you, adik ipar," Lara tampak menyatu dengan seblaknya yang kemerahan akibat request pedas pada Pak Haji sebelumnya.

Roro memperhatikan perempuan itu. "Lo gimana? Jadi ambil Biologi?"

"No, akhirnya Kimia."

Rinai mengeluh. "Ngikutin aje, lu."

"Ssst, diam," gadis itu melirik Lanang yang duduk tidak jauh dari Rinai. Sampingan. "Kenapa lo gak bareng Brian?"

Larahati di JakartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang