"Kiara, mama nggak mau tau, secepatnya kamu harus membawa calon suami. Kamu nggak malu dengan sepupumu, itu?"
Seru seorang wanita setengah baya pada wanita muda di sampingnya. Yang membuat Aiden yang berdiri di belakangnya mengernyitkan hidung.
Meski sedikit terganggu dengan pembicaraan dua wanita itu, namun Aiden tidak mengangkat wajahnya. Ia tetap menunduk dengan pandangan kearah ponsel pintarnya.
Lebih tepatnya pura-pura sibuk dengan ponselnya. Karna telinganya mendadak bersikap tidak sopan karena mendengarkan obrolan orang itu.
"Ma..."
Terdengar wanita muda itu menyela. Namun dengan cepat dipotong oleh mamanya.
"Mereka bahkan sudah menikah, membina rumah tangga yang harmonis. Bahkan ada juga yang sudah memberikan cucu." Lanjutnya tak mengindahkan teguran putrinya. Terus mengoceh dengan wajah kesal.
Aiden hanya melirik sekilas pada dua wanita yang berdiri didepannya, saling bicara tanpa melihat sekeliling. Jika seperti ini, dia seperti pecundang yang tengah menguping pembicaraan orang. Sungguh tidak sopan.
Tapi bagaimana, dia tidak bisa pura-pura tidak mendengar. Karna mereka berbicara lumayan keras. Hingga menarik perhatiannya.
"Mama itu malu, setiap arisan keluarga mereka selalu menanyakan hal yang sama." Omel Kinanti pada putrinya. Yang kini hanya menunduk dalam. Tidak berani mendebat mamanya.
"Denada Kiarani kapan nikah? Udah punya calon suami belum? Duh sayang banget, cantik-cantik nggak laku." Ucap Kinanti.
Suaranya memperagakan ucapan beberapa keluarganya yang sering bertanya perihal putrinya. Lengkap dengan ekspresi wajahnya yang dibuat-buat tertarik.
Seolah mereka benar-benar peduli, tapi nyatanya. Cih, hanya kebusukan belaka.
"Mau bagaimana lagi, Ma, kan jodoh Kiara belum datang." Balas Kiara sekenanya. Sedikit enggan karna mamanya membahas perihal seperti ini di tempat umum.
"Dicari dong, KIARA, dicari! Orang kamunya aja malasnya nggak ketulungan."
"Kerjaan kamu apa? Cuman makan tidur. Selain itu, ngumpet di dalam kamar. Pantes nenek kamu nggak pernah suka sama kamu. Orang kamunya aja begini." Kiara mencebik mendengar omelan mamanya.
Beruntung, di dalam lift hanya ada dirinya, juga pria yang entah siapa. Yang lebih fokus pada ponselnya.
Jika sampai ramai, Kiara tidak tau harus di letakkan di mana wajahnya. Dia pasti akan sangat malu setengah mati."Percuma kecantikan kamu itu nggak di gunakan, buat apa? Benar kata nenek kamu, kamu itu nggak bisa mama andalkan."
"Iya-iya, nanti Kiara nyari, Ma." Balas Kiara mengalah. Tidak lagi mendebat mamanya. Percuma, dia pasti akan kalah.
Diam-diam, Aiden menahan senyum melihat ekspresi wajah wanita di depannya. Lewat dinding lift di depannya.
Tampak lucu juga menggemaskan.
Tak berselang lama, pintu lift terbuka. Keluar lah dua wanita yang sedari asik mengobrol meninggalkan Aiden di dalam lift seorang diri.Aiden sampai di gedung teratas. Lantai tiga puluh. Siang ini mamanya datang berkunjung ke kantornya. Sekaligus mengajaknya untuk makan siang bersama.
"Mom." Sapa Aiden pada wanita cantik yang kini berdiri memunggungi Aiden. Memperhatikan pemandangan didepannya.
Begitu menolah Ane menemukan putranya yang baru masuk kedalam ruangan. Lengkap dengan stelan kantornya.
"Kamu baru datang?" Aiden hanya bergumam menjawab pertanyaan mommy nya. Namun kakinya tetap melangkah mendekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Proposal(SELESAI)
RomanceDicaci maki keluarga, direndahkan, digunjingkan-- Kiara sudah merasakan semua itu bertahun-tahun. Bahkan lebih parahnya dia pernah tak dianggap oleh keluarga mamanya lantaran dianggap sebagai cucu yang tak berkompeten. Apapun yang dia lakukan selalu...