Tiga puluh enam

21.5K 1.3K 32
                                    

Dengan wajah memerah bak kepiting rebus, Kiara berusaha fokus membantu Aiden mengenakan bajunya.

Tangan lentiknya terus mengancingkan baju tidur Aiden. Kiara menyesal karna memberikan Aiden piyama. Tau begitu dia akan memberikan Aiden kaos jika pada akhirnya Aiden ingin Kiara membantu mengenakannya.

Untuk pertama kalinya melihat dada bidang Aiden, Kiara sudah menahan nafas. Apalagi ketika menemukan perut kotak-kotak milik pria itu, wajah Kiara sudah memerah bak kepiting rebus.

Ini adalah pertama kali untuk dirinya melihat pria setengah toples tepat di depan matanya.

"Kenapa?" Aiden yang melihat wajah Kiara mendadak memerah tidak tahan untuk bertanya. Apalagi ketika beberapa kali mencuri pandang kearah perutnya.

Apa ada yang salah?

Kiara hanya menggeleng, kembali melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda karena Aiden bertanya.

Selesai membantu Aiden mengganti baju, Kiara duduk di pinggir ranjang. Menatap Aiden yang hanya diam dengan tubuh bersandar.

"Apa kamu merasakan sesuatu?" Tanya Kiara begitu Aiden berulang kali mengernyit dengan wajah seperti menahan sakit.

"Tidak, aku hanya sedikit pusing. Aku akan kembali ke sofa." Aiden sudah menyimbak selimut yang membungkus tubuhnya. Berniat turun sebelum Kiara menahan pundaknya.

"Kenapa tidak tidur di sini saja?"

Aiden melirik ranjang di yang dia duduki lalu menggeleng mantap.

Tidak pernah berpikir untuk tidur di ranjang selama dia sadar. Kecuali dia tidak sadar dan bangun dalam keadaan seperti tadi.

"Apa ada sesuatu yang membuatmu tidak bisa tidur di ranjang?" Tanya Kiara hati-hati. Sebenarnya dia tau kenapa Aiden tidak mau tidur di ranjang. Ibu mertuanya sudah memberitahu Kiara semua tentang Aiden. Hanya saja dia merasa penasaran dengan apa yang Aiden rasakan saat ini. Dia ingin mendengar langsung dari mulut Aiden sendiri.

"Tidak ada, aku hanya merasa tidak nyaman." Jawab Aiden berbohong, wajahnya bahkan kini mulai gelisah.

"Jika tidak ada kenapa tidak tidur di sini? Ranjang ini bahkan lebih nyaman di bandingkan sofa."

"Kiara, please." Mohon Aiden begitu Kiara kukuh memaksanya tidur di ranjang.

Dia tidak mau menyakiti Kiara lebih jauh, tadi hampir saja dia kehilangan kendali. Nanti dia tidak akan mengerti apa yang akan terjadi jika sampai kehilangan kendali.

"Aiden, dengar," seru Kiara meminta perhatian Aiden. Tanpa ragu, tangannya pun meraih tangan Aiden untuk di genggam. "Setelah apa yang telah kamu lewati, atau apapun yang pernah kamu alami. Tidak ada salahnya lagi untuk mencoba, apa kamu tidak ingin sembuh dari penyakitmu?" Tanya Kiara penuh kehati-hatian.

"Jika kamu takut untuk mencoba, kamu bisa mengandalkanku."

"Kenapa?"

Kiara menatap Aiden tidak mengerti. Belum paham dengan maksud pertanyaannya.

"Kenapa kamu tiba-tiba ingin membantuku? Kamu tidak tau kan apa yang telah aku alami?"

Glek

Kiara merasa kesulitan hanya untuk menelan ludah. Suara Aiden terdengar dingin dari pada tadi. Bahkan kini wajahnya pun menatap Kiara datar.

"Itu, bukankah kamu mengatakan menginap PTSD?" cicit Kiara lemah.

Aiden yang ingat dia pernah memberitahu Kiara tentang penyakitnya mengangguk.

Marriage Proposal(SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang