Tiga puluh delapan

19.1K 1.2K 10
                                    

Di depan pintu rumah, Kinanti menatap ibunya tak percaya.

Margareth tersenyum canggung begitu Kinanti menatapnya di depan pintu tanpa menyuruhnya untuk masuk. Terlihat jelas jika dia sedang begitu kebingungan.

"Kamu tidak ingin mempersilahkan mama masuk, Kinanti?" Tanya Margareth menyadarkan Kinanti dari keterkejutannya.

Dengan sedikit kelabakan. Kinanti menggeser sedikit tubuhnya ke samping. Memberi ruang ibunya untuk masuk. Namun bibirnya masih tertutup rapat, belum membuka suara. Masih cukup terkejut dengan kehadiran ibunya di siang bolong seperti ini.

Apalagi seingat Kinanti dia tidak memiliki janji dengan ibunya itu.

"Mau minum apa, Ma?" Tanya Kinanti setelah menggiring Margaretha duduk di sofa ruang tamu.

"Apa pun." Kinanti melongo mendengar jawaban ibunya. "Mama akan minum apa pun yang kamu suguhkan."

Mengangguk kaku, Kinanti pun menjauh. Dan kembali membawa segelas jus dan beberapa kudapan.

Keadaan masih terasa canggung ketika Kinanti kembali, Margaretha terlihat hanya diam memperhatikan putrinya. Sedang Kinanti bingung ingin mengatakan apa. Karena ini adalah pertama kalinya Margaretha datang berkunjung tanpa ada kepentingan seorang diri.

Biasanya ibunya itu datang ke rumahnya hanya jika ada acara besar. Atau sesuatu yang mengharuskan dirinya hadir di rumah Kinanti.

Karena menurut ibunya, rumah Kinanti sangat kecil dan pengap. Jadi Margaretha enggan berlama-lama di rumahnya itu. Lalu sekarang--?

"Mama datang kemari ingin berbicara serius denganmu, Kinanti."

Sudah Kinanti duga jika mamanya datang ke rumahnya pasti ada sesuatu yang penting.

Kinanti pun hanya mengangguk. "Ya, Ma, katakan saja." Balas Kinanti mempersilahkan Margaretha untuk mengatakan apa yang ingin dia katakan.

"Ini perihal perusahaan."

Sebelah alis Kinanti terangkat, menatap bingung pada Margaretha.

Sejak kapan Kinanti di beritahu perihal perusahaan? Bukankah selama ini dia tidak pernah di ikut adil-kan dalam urusan perusahaan?

"Perusahaan kita sedang mengalami masalah pelik." Seru Margaretha cepat. Sedikit gugup karena respon Kinanti yang terlihat enggan juga heran. Mungkin masih syok dengan apa yang baru saja dia katakan.

"Karena itu mama datang kemari, mama ingin meminta bantuanmu dan juga Kiara untuk---."

"Sebentar-sebentar." Potong Kinanti cepat. "Mama tidak salah meminta bantuan, kan?" Tanyanya heran. "Aku dan Kiara? Mama yakin?"

"Lebih tepatnya suami Kiara."

Dengusan kesal langsung lolos begitu Margaretha mengatakan tujuannya yang sebenarnya.

Margareth beringsut maju, menggenggam tangan Kinanti erat. Untuk pertama kalinya juga, Margaretha bersikap seperti ini pada putrinya selain Diana.

Margareth bahkan membuang jauh-jauh gengsi dan kesalnya kali. Semua ini demi perusahaan. Bisiknya dalam hati.

"Kinanti, dengar,"  Lanjutnya. "Perusahaan kita sedang dalam masalah besar. Dia bisa bangkrut jika saja tidak cepat-cepet mendapatkan suntikan dana."

"Jadi mama mohon, tolong bujuk Kiara untuk mengatakan pada suaminya agar mau membantu perusahaan. Mama janji, setelah itu mama tidak akan meminta tolong kalian lagi."

"Setidaknya ini untuk perusahaan, Nak."

Kinanti ingin tertawa keras dengan ucapan mamanya. Yang lebih terdengar memaksa ketimbang memohon.

Marriage Proposal(SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang