****
"Aiden?" Panggil Kiara memastikan penglihatannya. Tapi begitu melihat senyum tipis di bibir Aiden, Kiara tau jika yang berdiri didepannya ini benar-benar Aiden calon suaminya."Maaf, karna membuatmu menunggu lama." Meski tidak tau ke mana arah pembicaraan Aiden Kiara tetap mengangguk mengerti.
"Selamat siang, nyonya Margaretha, nona Gisela." Sapa Aiden ramah. Yang Margaretha balas dengan lirik kan malas, sedang Gisella hanya menutup mulutnya. Tanpa berniat menjawab sapaan Aiden.
Matanya terus mengawasi interaksi Kiara dan Aiden. Melihat gerak-gerik Aiden dan Kiara di depannya.
"Jadi kalian ke sini untuk memesan perhiasan?"
"Ya. Kami berencana mencari Cincin Pernikahan." Jawab Aiden kalem.
Namun berhasil membuat Kiara menelan ludah susah payah. Tubuhnya mendadak tegang tanpa sebab.
Entah karna ucapan Aiden, atau karna akibat yang akan dia dapatkan setelah ini. Setelah semua rasa malu yang akan dia tanggung di depan nenek juga sepupunya itu.
Dari ekor matanya Aiden bisa melihat jika nenek Kiara juga Gisella, sepupu Kiara itu terlihat tersenyum sinis.
Seolah mengejek dengan apa yang telah dia katakan.
"Apa kamu memiliki uang untuk membeli perhiasan di sini? Saya bahkan ragu kamu pernah masuk ke sini?" Akhirnya nenek Kiara yang sedari diam angkat bicara. Mengatakan semua kata-kata yang dia tahan sedari tadi. Yang membuatnya penasaran bukan main.
Tanpa menjawab pertanyaan bernada cemooh dari Margaretha, Aiden menghadap pramuniaga yang berdiri di samping Kiara. Yang sedari tadi hanya diam mendengarkan perbincangan mereka.
"Nona, bisa tolong siapkan perhiasan terbaik di toko ini?" Dengan santainya Aiden menyodorkan sebuah kartu.
Bukan jenis kartu debit maupun kredit. Tapi lebih ke jenis kartu member.
Yang membuat semua mata terbelalak. Termasuk kedua mata nenek Margaretha dan Gisella. Mereka yang sedari tadi menatap malas ke arah Aiden kini malah menatap Aiden penuh penasaran.Dari mana pria biasa seperti Aiden itu memiliki kartu member yang hanya di miliki beberapa orang di kota ini?
Bahkan hanya orang-orang tertentu yang bisa memiliki kartu itu.
Pertanyaan-pertanyaan seperti itulah yang mulai memenuhi kepala Margaretha dan Gisella. Termaksud Kiara.
"Baiklah, Tuan." Pramuniaga menerima kartu yang di sodorkan Aiden.
"Mari, ikut saya." Ucap pramuniaga sopan.
"Ayo." Ajak Aiden menuntun Kiara. Yang nampak bengong di sampingnya.
Selama dia memasukkan toko itu, tidak pernah sekali pun melihat pramuniaga yang bersiap begitu sopan. Mereka memang tidak bersikap kurang ajar, namun mereka juga tidak bersikap berlebihan seperti ini.
Pramuniaga menuntun Aiden dan Kiara ke sebuah ruangan mewah. Ruangan yang pintunya terdapat tulisan VIP.
"Silahkan duduk, Tuan, Nyonya."
Aiden dan Kiara menurut, duduk di sofa bersebelahan. Namun tak berselang lama Gisella dan neneknya ikut masuk. Duduk di sofa sebelah Kiara. Setelah memastikan Kiara dan Aiden duduk dengan nyaman, sang pramuniaga pun pamit undur diri. Keluar dan berjanji akan segera kembali."Kami hanya penasaran dengan pilihan, Kiara. Barangkali aku bisa membantu jika Kiara merasa kesulitan memilih." Begitulah Gisella berkata begitu Kiara menatapnya bingung saat dengan santainya mereka duduk di atas sofa. Tepat di samping Sofanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Proposal(SELESAI)
RomansaDicaci maki keluarga, direndahkan, digunjingkan-- Kiara sudah merasakan semua itu bertahun-tahun. Bahkan lebih parahnya dia pernah tak dianggap oleh keluarga mamanya lantaran dianggap sebagai cucu yang tak berkompeten. Apapun yang dia lakukan selalu...