Richard Sincler langsung melesat begitu mendapatkan kabar tentang putranya yang dirawat di rumah sakit dari asisten pribadi putranya.
"Tomi." Tegur Rick begitu melihat asisten putranya berdiri di depan ruang rawat VIP dengan kepala menunduk. Wajahnya nampak sayu.
"Tuan Rick." Sapa Tomi sopan. Sedikit menunduk hormat kepada ayah atasannya.
"Apa yang terjadi? Kenapa Aiden bisa di rawat di sini?" Tanya Rick panik. Sedikit cemas karna tiba-tiba asisten pribadi putranya langsung mengabarkan jika putranya tengah dirawat di rumah sakit. Lima belas menit yang lalu.
Padahal sore tadi mereka masih melakukan meeting bersama dengan investor. Juga masih sempat berencana makan malam bersama di akhir pekan.
Tapi malam ini, mendadak Tomi mengabarkan jika Aiden kembali masuk ke rumah sakit dengan alasan yang sama. Seperti beberapa bulan yang lalu. Atau bahkan sudah setahun? Rick pun lupa kapan terakhir putra nya dirawat dengan alasan yang sama. Masa lalu.
"Maaf, Tuan, penyakit tuan muda kambuh." Tomi kembali mengulang ucapannya sama persis seperti di telpon tadi. Dan sama sekali tidak membuat Rick puas.
"Bagaimana bisa?!" Pekik Rick tanpa sadar berteriak. Namun setelah membuang nafasnya kasar. Dia menatap menuntut Tomi. Meminta Tomi untuk menjelaskan detail kejadian itu.
"Jelaskan padaku semua! Sebenarnya apa yang terjadi? Bukankah Aiden sudah lama sembuh? Dan beberapa bulan ini dia bahkan tidak kambuh? Lalu kenapa malam ini dia bisa kambuh?" Desak Rick dengan wajah menutut.
Wajahnya nampak bersalah kini, menatap ayah dari atasannya dengan tatapan bersalah yang begitu ketara.
"Maaf, Tuan, ini memang salah saya."
"Maksudmu?" Tanya Rick tidak mengerti kemana arah pembicaraan Tomi. Yang malah terdengar bersalah. Dan itu berhasil semakin menyulut emosi Rick.
Karna setahunya selama ini asisten pribadi putranya tidak pernah membuat kesalahan. Hingga berbuat hal sepatal itu.
Apa yang membuat asisten pribadi putranya itu bisa bersikap seperti ini?
"Tuan Aiden kambuh ketika membaca kertas ini, Tuan." Tanpa ragu Tomi mengulurkan kertas yang nampak kusut tak terbentuk lagi kearah Rick.
Dan diterima tanpa ragu. Dan langsung membacanya dengan sedikit tergesa-gesa. Penasaran dengan apa yang tertulis di kertas itu. Hingga membuat putranya kembali masuk kedalam rumah sakit.
"Beliau langsung kambuh begitu membaca kertas itu. Dan saya minta maaf karna lalai, Tuan. Saya tidak seharusnya memberikan kertas itu." Sesal Tomi dengan nada suara lirih. Tidak bisa membayangkan jika dia terlambat menyuntikkan obat itu maka Aiden pasti tidak akan selamat.
Rick diam tidak menanggapi ucapan Tomi. Matanya nampak membaca dua kata itu dengan seksama.
Namun matanya langsung menggelap begitu membaca kertas di tanganya dengan seksama.
"Lalu di mana orang yang memberikan kertas ini?" Rick mengacungkan kertas itu tinggi. Menjepitnya dengan jari telunjuk dan jari tengah. Menatap Tomi dengan wajah serius.
"Saya tidak tau, Tuan. Karna saat terakhir kali saya menyerahkan kertas itu, saya menyuruhnya untuk menunggu di depan ruangan tuan Aiden. Namun saat saya kembali, saya sudah tak lagi menemukan dia di mana pun."
Rick mengusap wajahnya kasar. Frustasi mulai melanda hatinya. "Sudahku duga jika semua ini pasti hanya jebakan." Tomi diam mendengarkan, perasaannya kian merasa bersalah.
Karna dia sudah masuk dalam jebakan. Beruntung Aiden ada bersamanya.
"Kamu melihat bagaimana bentuk wajahnya? Dan siapa yang memberikan ini?" Tomi mengangguk tegas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Proposal(SELESAI)
RomanceDicaci maki keluarga, direndahkan, digunjingkan-- Kiara sudah merasakan semua itu bertahun-tahun. Bahkan lebih parahnya dia pernah tak dianggap oleh keluarga mamanya lantaran dianggap sebagai cucu yang tak berkompeten. Apapun yang dia lakukan selalu...