"Hai, kita bertemu lagi." Sapa Aiden pada Kiara yang duduk manis di sofa singel. Menatap layar tv yang menyuguhkan siaran favoritnya.
Gadis itu tampak cantik dengan kaos oblong yang nampak kebesaran juga hot pants. Yang memamerkan kaki jenjangnya. Pakaian santai yang terlihat manis. Namun juga sedikit seksi, namun Aiden sama sekali tidak tertarik padanya.
"Aiden? Ada apa? Kenapa datang kemari?" Tanya Kiara beranjak bangun dari rebahannya. Tubuhnya pun duduk tegak. Dengan kepala berputar mengikuti arah tubuh Aiden. Dimana pria itu kini duduk di sampingnya.
"Kenapa? kamu tidak senang aku datang ke sini?" Balik tanya Aiden, mendaratkan bokongnya di sofa panjang tepat di samping Kiara. Duduk bersandar dengan kaki dilipat, bertumpu dengan satu kaki.
Melihat Aiden yang datang tiba-tiba ke rumahnya tentu saja membuat tanda tanya besar dalam kepala Kiara. Tidak menyangka jika pria bermata sipit itu akan datang menemuinya di siang bolong seperti ini. Di rumahnya pula.
"Aku serius, Aiden." Tegur Kiara dengan serius. Tangannya meraih remote, mematikan televisi yang mendadak tak lagi menarik.
Dia lebih penasaran dengan hal yang membuat Aiden mengunjungi rumahnya. Padahal seingatnya mereka tidak memiliki janji temu.
"Aku datang karna undangan dari calon mama mertua." Gurau Aiden yang sama sekali tak terdengar lucu di telinga Kiara. Matanya malah terbelalak kaget.
Setelah menguasai diri Kiara baru kembali membuka suara. Bertanya dengan nada penasaran yang begitu ketara."Mama menyuruhmu datang ke sini?" Aiden mengangguk. Tanganya sibuk menggulung lengan kemejanya.
"Kenapa?" Aiden menggeleng. "Apa kamu bisu? Berbicara Aiden, jangan hanya menggeleng atau mengangguk!" Omel Kiara sebal. Wajahnya nampak gemas karna sikap Aiden yang malah terlihat tak tertarik menjelaskan.
Aiden hanya melengos malas tidak menanggapi sama sekali.
"Jadi kamu sudah datang, Aiden?" Dari arah tangga, Kinanti menuruni anak tangga. Berjalan anggun ke arah Aiden dan Kiara di ruang tengah.
"Selamat siang, nyonya." Sapa Aiden sopan, dia bahkan membungkuk sopan dengan wajah nampak bersinar.
"Ah ya, selamat siang juga." Balas Kinanti ramah. "Ayo duduk lah, tidak usah terlalu formal." Aiden mengangguk, tapi sebelum duduk dia menyempatkan diri melirik ke arah Kiara yang hanya diam memperhatikan interaksi antara mamanya dan Aiden.
"Jadi mama benar-benar menyuruh Aiden datang ke sini?" Tanya Kiara tidak lagi bisa membendung rasa penasarannya. Menatap lurus mamanya yang duduk tepat di depan Aiden.
"Kamu datang sendiri, Aiden?"
"Benar, nyonya."
Kiara melengos, menatap kesal pada mama dan Aiden secara bergantian. Dia benar-benar tidak dianggap di sini.
Dan, apa ini? Sejak kapan mamanya mau beramah-tamah kepada Aiden? Bukankah kemarin mamanya marah besar ketika mengetahui apa pekerjaan Aiden?"Saya memanggilmu datang ke sini karna ada hal penting yang ingin saya katakan padamu, Aiden."
"Boleh saya tau hal apa itu, nyonya?"
"Kiara bisa kamu buatkan Aiden minuman. Mama ingin berbicara empat mata dengan Aiden."
"Tapi, ma--"
"Sekarang, Kiara." Tegur Kinanti tak ingin di bantah.
Menatap Aiden ragu, Kiara bangkit dari duduknya ketika Aiden mengangguk mantap ke arahnya. Seolah mengatakan jika dia akan baik-baik saja lewat tatapan matanya. Membuat Kiara mau tidak mau akhirnya bangkit dari duduknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Proposal(SELESAI)
RomansaDicaci maki keluarga, direndahkan, digunjingkan-- Kiara sudah merasakan semua itu bertahun-tahun. Bahkan lebih parahnya dia pernah tak dianggap oleh keluarga mamanya lantaran dianggap sebagai cucu yang tak berkompeten. Apapun yang dia lakukan selalu...