Tiga puluh lima

18.6K 1.3K 7
                                    

Dengan kepala menggeleng lemah, kedua mata berkaca-kaca, Kiara menatap Aiden lirih. Kakinya terus mundur kebelakang seiring dengan kepalanya yang masih menggeleng lemah.

Kenapa di bentak Aiden sesakit ini?

Tanpa mengatakan apapun, Kiara langsung berbalik. Melangkahkan kakinya ke arah ranjang dengan tubuh yang mulai bergetar.

Kenapa Kiara se-sensitif ini, padahal Aiden hanya berteriak padanya. Bukan bersikap kasar seperti waktu itu.

Aiden membeku, menatap punggung Kiara yang terlihat bergetar dengan tubuh terungkup di atas ranjang. Meski Kiara tidak mengatakan apapun, Aiden tau jika Kiara tersinggung dengan apa yang dilakukan saat ini.

Apalagi status mereka yang hanya sebatas hubungan kontrak. Aiden tidak seharusnya bersikap kasar pada Kiara. Dia bahkan sudah dua kali memaafkan Aiden.

Kini amarah Aiden surut seketika, digantikan rasa bersalah yang memenuhi rongga dadanya. Bahkan Aiden tidak sadar jika kini pandangannya berubah melembut.

Namun ketika mendengar isakkan Kiara, Aiden memijit pelipisnya kuat-kuat. Berusaha mereda rasa nyerinya di kepalanya yang semakin berdenyut nyeri.

Kenapa emosinya hilang malah di gantikan dengan rasa nyeri di kepalanya yang kian menjadi-jadi?

Mengabaikan Kiara yang berbaring dengan tubuh terungkup. Aiden melangkah ke arah toilet, dia butuh menyegarkan diri jika tidak ingin pikirannya bertambah kacau.

Namun ketika baru melangkah, Aiden sudah merasa kepalanya yang berdenyut nyeri. Hingga kepalanya pun berputar-putar seakan mau pecah.

Baru sampai di tengah pintu, Aiden merasa tidak kuat lagi menahan beban tubuhnya. Dia pun jatuh tak sadarkan diri, dengan tubuh tergelak mengenaskan tepat di depan kamar mandi.

****

"Aiden."

Samar-samar Aiden mendengar suara seseorang memanggilnya. Disusul sesuatu yang menyentuh wajahnya yang terasa dingin.

Namun karna tengah merasakan nyaman, Aiden merasa enggan membuka mata. Kedua matanya seakan terasa berat luar biasa. Di tambah rasa nyaman yang tidak pernah Aiden rasakan sebelumnya, membuat dia kesulitan untuk menyahut.

Seakan mulutnya terkunci rapat, meski hanya untuk sekedar membuka mulut saja terasa sangat sulit. Aiden memilih diam, membungkam mulut nya yang kini terasa kering luar biasa.

"Aiden, kamu mendengarku?"

Aiden hapal luar kepala suara itu, suara Kiara yang terdengar khawatir. Oh, kenapa Aiden? Kenapa Kiara terdengar mengkhawatirkanmu?

Dengan susah payah, Aiden membuka matanya. Mengerjab bingung ketika menemukan wajah panik Kiara bercampur dengan cemas. Matanya bahkan terlihat sembab.

Apa dia habis menangis?

"Aiden, kamu sudah bangun?" Isak Kiara tak lagi bisa membendung air matanya. Terisak ketika mengetahui jika Aiden ternyata sudah sadarkan diri.

Perasaannya merasa bahagia sekaligus lega. Bahagia karena pada akhirnya Aiden membuka mata, dan lega Aiden baik-baik saja.

Hampir saja dia menelpon kedua mertuanya karna Aiden tak kunjung membuka mata. Demi apapun, Kiara merasa luar biasa bahagia saat ini. Bahkan dia tidak lagi bisa menutupi senyuman leganya.

"Kiara?" Panggil Aiden serak. Susah payah Aiden memanggil Kiara.

Namun bukannya merasa lebih baik, Aiden malah merasa semakin kesulitan membuka suara.

"Apa, kamu mau minum?" Tawar Kiara setelah merasa tenang, berhenti dari tangisannya. Merasa konyol karna telah menangisi Aiden yang kini sudah sadar.

Tanpa pikir panjang, Aiden langsung mengangguk setuju. Dia memang membutuhkan minum saat ini.

Marriage Proposal(SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang