Aiden menatap bayangan dirinya di cermin di depannya. Kaca panjang hampir setinggi tubuhnya. Tidak ada yang berbeda dari Aiden, kecuali sorot matanya yang tampak tak berekspresi.
Datar dan dingin.
Bahkan terlihat ada luka dengan tatapan mata tajam dengan rahang yang terbingkai tegas.
Ketika menatap pantulan dirinya di depan cermin, Aiden bisa melihat bagaimana kini dirinya terlihat seperti pengecut. Lari dari masalah. Juga menghindari semua kemungkinan besar masalahnya.
Dengan kasar Aiden pun mengusap wajahnya freustasi. Mengerang sebelum kembali berdiri tegak. Menatap wajahnya yang sudah nampak luar biasa kusut.
"Lihat dirimu, Aiden. Kamu terlihat menyedihkan." Hinaan dari dalam dirinya dibalas gelengan kepala pelan oleh Aiden. Berusaha menghalau semua pikiran yang mulai berterbangan dikepalanya.
Seolah apa yang barusan di katakan oleh sebagian dalam dirinya adalah semua kata-kata biasa. Kata yang tidak akan pernah bisa menghilangkan Aiden kewarasan Aiden.
"Gak, semua udah baik-baik aja. Kiara cuman perlu menikah tanpa harus tau siapa aku." Gumam Aiden pada dirinya sendiri dengan suara tegas. Berusaha menyakinkan dirinya sendiri jika semua akan baik-baik saja.
"Kiara cuman perlu hamil, dan kami akan tinggal bersama. Membesarkan bayi kami. Selamanya."
"Ya begitu." Bisik Aiden meyakinkan. Berusaha sekuat tenaga untuk meyakinkan dirinya sendiri.
"Lalu bagaimana jika sampai dia tau masa lalumu Aiden? Apa dia masih akan mau membesarkan bayi kalian?" Ejek setengah hati Aiden yang lain. "Bertahan di samping kalian dengan alasan yang menurut semua orang tidak waras dan wajar."
"Tidak!." Teriak Aiden cepat. Masih berusaha menepis semua teriakan-teriakan yang mengganggu konsentrasinya. Kembali memancingnya untuk berada di posisi terpuruknya.
"Kiara tidak akan pernah tau, dan tidak perlu tau." Tambah Aiden bergumam. Sekuat tenaga menahan diri untuk tidak berteriak.
Aiden sudah seperti orang gila yang berbicara pada dirinya sendiri. Lewat pantulan dirinya.
"Bayangkan, jika sampai Kiara tau. Dan anak kalian tau, Aiden?"
"Tidak!."
"Dia akan kecewa Aiden, dia akan membencimu!"
PIYARRRR
Aiden melayangkan pukulan kuatnya kearah kaca di depannya. Sekuat yang dia bisa. Melepaskan seluruh amarahnya sekuat yang dia bisa. Hingga kini darah segar mengalir dari kepalan tangan yang tadi dia gunakan untuk memukul kaca.
Tidak ada yang Aiden rasakan selain rasa sakit yang luar biasa. Hingga Aiden merasa ingin mati karna rasa sakitnya itu.
"Tidak akan ada yang tau, dan tidak akan pernah ada yang bisa tau semua masalahku!" Gumam Aiden masih menatap wajahnya dalam pantulan cermin yang sudah hancur. Tak berbentuk. Semua retak di mana-mana. "Termasuk Kiara!" Lanjutnya lagi. Masih dengan nafas memburu layaknya Aiden habis maraton. Aiden menatap tajam pantulan dirinya. Berusaha mengintimidasi dirinya lewat tatapan matanya.
Sekali lagi, Aiden melayangkan pukulan kearah cermin. Hingga cermin itu hancur kebawah. Tak berbentuk sekaligus tak tersisa sedikit pun.
"Tuan."
Tomi nampak tergesa-gesa berlari menghampiri Aiden yang kini masih mematung di tempatnya. Dengan pecahan kaca di mana-mana. Juga dengan tangan yang bersimpuh darah.
Aiden mengabaikan pekikan kuat Tomi, apalagi ketika Tomi dengan cekatan menyuntikkan sesuatu di tubuhnya. Hingga pelan-pelan semua terasa rileks. Dan Aiden pun tidak mengingat apapun selain pikirannya yang mulai tenang. Dengan tubuh terasa ringan lalu pelan-pelan kesadarannya pun diambil alih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Proposal(SELESAI)
RomantizmDicaci maki keluarga, direndahkan, digunjingkan-- Kiara sudah merasakan semua itu bertahun-tahun. Bahkan lebih parahnya dia pernah tak dianggap oleh keluarga mamanya lantaran dianggap sebagai cucu yang tak berkompeten. Apapun yang dia lakukan selalu...