Tujuh

35.5K 2.3K 29
                                    

"Maaf, nyonya Wesley. Saya rasa siapapun yang membayar itu tidak penting." Jawaban berani Aiden di luar dugaan Margaretha. Hingga membuat wajahnya nampak sedikit memerah karna kesal. Tidak menyangka jika pria biasa seperti itu tidak mudah terintimidasi. Dengan kesal dia menatap Kiara.

"Inikah pilihanmu, Kiara? Pria yang tidak punya sopan santun sama sekali. Pria yang tidak punya etika juga tata krama hingga dia berani berbicara seperti itu padaku?" Selorohnya meledak. Tidak peduli jika wajah Kiara kini tampak kesal.

Aiden sudah akan menyela, tapi urung ketika tangan Kiara meremas tangannya. Menyuruhnya untuk diam lewat remasan tangannya.

Memilih menurut, Aiden membungkam bibirnya. Meski hatinya terasa gatal ingin memberikan pelajaran kepada nyonya Wesley yang tampak angkuh di depannya.

"Tidak ayah, tidak anak, kalian itu sama! Aku sampai tidak tahu apa yang membuat Kinanti begitu tergila-gila pada Derren. Pria miskin yang bahkan tidak bisa membuatku bangga menjadikannya menantu."

"Nenek jangan begitu. Nanti kalau ada yang mendengar bagaimana? Tante Kinan bisa malu."

Kiara membuang wajahnya ke samping. Menatap apapun asal bukan Gisella juga neneknya. Hatinya merasa panas, antara geram juga kesal dengan suara Gisella. Dia layaknya ular, selalu berpura-pura baik. Padahal hatinya busuk.

Dia juga pintar mencari muka, apalagi untuk orang-orang seperti neneknya yang sama persis sikapnya. Pantas saja mereka cocok. Mereka sama-sama ular yang berbisa.

"Lihatlah, meski Kinanti tidak menyukai Gisella tapi dia selalu membelanya."

Ada senyum kepuasan ketikan terang-terangan Margaretha memuji Gisella. Dan itu semakin membuat Kiara muak. Dia semakin ingin menjauh dari keluarga ibunya itu.

Keluarga yang selalu merendahkan papanya. Juga dirinya. Kiara bangga pada ibunya yang tidak menuruni sifat menyebalkan nenek dan kakeknya.

"Seharusnya kamu belajar dengan Gisella, Kiara. Bagaimana dia bersikap, juga bagaimana dia menempatkan diri."

Kini bukan hanya papanya yang menjadi sasaran tapi juga Kiara.
Kiara sudah bisa menebak apa yang akan terjadi setalahnya. Pasti neneknya akan mengeluarkan khotbah penuh drama muslihatnya.

"Tidak seharusnya anda berbicara seperti itu, nyonya Wesley! Bagaimana pun juga Kiara adalah cucu anda." Protes Aiden yang tidak tahan terus mendengar Wesley menjelekkan Kiara.
Dan alasannya hanya sebuah status.

Masih tidak percaya jika orang berpendidikan dengan sosial tinggi bisa memandang orang serendah itu.
Kiara menatap Aiden tak percaya, ada perasaan senang begitu mendengar Aiden membelanya.

"Orang miskin sepertimu tidak berhak mengguruiku!"

"Nenek--" ucapan Kiara terputus begitu Gisella dengan cepat menyela. Tidak memberikan kesempatan kepada dirinya untuk berbicara.

"Sudah lah, Nek, simpan baik-baik tenaga nenek. Untuk apa memperdulikan ocehan dia? Nenek akan menyesal jika terus memperdulikan dia, lebih baik kita pergi. Aku akan mengatakan pada kakek untuk masalah ini. Nenek tidak perlu khawatir." Margareth mengangguk setuju. Beranjak bangun dari duduknya.

Tidak memperdulikan Kiara yang kini menatap lurus.

"Benar. Tidak salah nenek menyayangimu, Gisella. Kamu memang selalu bisa diandalkan." Senyum Gisella semakin lebar. Dengan semangat dia pun ikut berdiri. Bersiap menuntunnya untuk pergi.

"Kamu dengar, Kiara? kamu akan menyesal menikah dengan pria seperti dia! Asal-usulnya tidak jelas. Kamu harus tau jika kamu mau, lebih baik kamu dengan Husni. Nenek akan memandangmu berbeda jika kamu bersedia menikah dengannya."

Marriage Proposal(SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang