Dua puluh delapan

23.1K 1.6K 13
                                    

"Aiden, kamu--"

"Minggir!" Seru Aiden dingin.

Kedua matanya menatap Kiara tidak suka. Setelah obrolan pagi tadi. Emosi Aiden terasa semakin naik ke ubun-ubun.

Dia pun tidak bisa menutupi rasa kecewanya yang kian besar karna harapannya pupus dalam sekejap. Ternyata Kiara tidak seperti yang dia pikirkan selama ini.

"Aiden, aku--"

"Aku bilang minggir, Kiara!" Kiara langsung terlonjak kaget begitu mendengar teguran penuh peringatan Aiden. Suaranya pun begitu kuat penuh geraman.

Masih dengan wajah nampak syok, Kiara akhirnya minggir. Memberi Aiden jalan untuk melewatinya.

Kiara masih tidak percaya jika responnya pagi tadi berefek seperti ini pada Aiden. Juga Aiden terlihat semakin berbeda. Apa karna dia kurang tidur? Atau karna Kiara belum menjawab pertanyaan pria itu?

Melihat punggung Aiden yang keluar kamar, Kiara menghela nafas panjang. Baru kemudian melangkah kearah ranjang. Duduk dengan wajah lesu bercampur bingung. Pikirkan berusaha menebak apa yang terjadi pada suaminya itu. 

Aiden melangkah lebar keluar kamarnya, baru selesai menuruni anak tangga, Aiden langsung di sambut dengan sapaan sopan Tomi. Asistennya itu sudah rapi dengan stelannya.

"Tuan?"

Aiden hanya melirik Tomi sekilas, sebelum melengos malas. Tanpa menjawab sapaan Tomi.

Namun langkahnya langsung terhenti begitu mendengar suara langkah kaki Tomi yang mengikutinya.

"Kamu tau jadwalku hari ini kan, Tomi?" Tanya Aiden dengan nada berat dan kaku. Tanpa berbalik kearah Tomi.

"Y--a, tuan."

"Kamu juga masih ingat, kan, apa yang aku perintahkan kemarin?"

Tomi mengangguk kaku. Antara ingin menuruti Aiden atau menolaknya.

Melihat bagaimana wajah Aiden pagi ini, Tomi ragu jika harus meninggalkannya seorang diri. Apalagi kemarin Aiden menemukan sesuatu yang membuat dia hanya diam seharian. Dan pagi ini moodnya malah terlihat lebih buruk dari kemarin.

Aiden masih diam, menunggu Tomi menjelaskan agenda pria itu hari ini.

"Saya bertugas mengantar nyonya Kiara ke rumah sakit, tuan." Pada akhirnya, Tomi menjawab juga. Yang di balas anggukan kecil oleh Aiden.

"Lakukan tugasmu sesuai rencana kita."

"Tapi, tuan--"

"Saya tidak menerima penolakan, Tomi!" Geram Aiden yang berhasil membungkam Tomi.

Tomi tau jika Aiden tidak ingin di bantah. Dan jika sampai Tomi berani membantah, Aiden pasti akan tambah ngamuk tak terkendali.

Tak lagi berani membantah. Tomi pun pada akhirnya mengangguk patuh. " Baik, tuan." Ucapnya terdengar pasrah.

Menuruti apapun yang Aiden inginkan, termasuk untuk mengantar istri bosnya ke rumah sakit untuk melakukan hal gila. Yaitu program bayi tabung.

"Pastikan dia melakukan apa yang  aku inginkan!" Setelah mengucapkan kata-kata penuh penekanan, Aiden pun berbalik pergi. Meninggalkan Tomi yang kini hanya menghela nafas pasrah.

Dalam hati Tomi hanya berharap semoga Aiden tidak melakukan hal gila. Apalagi hingga membuat masalah seperti tempo hari. Dan berakhir mood Aiden tidak bisa kembali terkendali.

****

"Tomi, kamu sudah di sini?"

"Selamat pagi, nyonya?" Setelah mengangguk, Tomi pun membungkuk sopan bagitu Kiara menyapanya.

Marriage Proposal(SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang