"Dokter Ele." Seru seorang pasien ketika Elenor sedang berjalan di lorong kamar rawat pasien. Kepala Sang Dokter berputar ke belakang, pada gadis kecil yang sedang duduk di atas kursi roda. Dia mengalami patah tulang akibat terserempet mobil saat naik sepeda sepulang sekolah. "Aku bosan di kamar sendirian. Mama bilang keluar sebentar beli makanan tapi nggak dateng-dateng. Mungkin Mama udah bosan merawat aku yang nggak bisa jalan."
"Sstt, kata siapa kamu nggak bisa berjalan?"
"Buktinya aku duduk di kursi roda dan aku nggak bisa berdiri seperti orang-orang. Aku nggak bisa bermain bersama teman-temanku. Aku kesal dengan kakiku, Dokter Ele."
"Kamu itu mengalami patah tulang dan masih dalam proses penyembuhan." Elenor berlutut di depan kursi roda gadis kecil yang sedang cemberut itu. "Beberapa minggu lagi kamu pasti bisa bermain dengan teman-teman kamu. Sabar, sayang."
"Waktu aku selesai operasi, Dokter Cristian juga bilang begitu, tapi kenyataannya sampai hari ini aku nggak bisa berjalan. Aku bosan."
Terkadang pasien yang paling susah untuk ditenangkan adalah anak kecil di bawah sepuluh tahun. Rewelnya minta ampun. Elenor seolah sudah tahu apa yang harus dia lakukan ketika dia berhadapan dengan situasi itu. Di dalam sakunya, dia selalu menyediakan sebuah permen lolipop.
"Kamu mau ini nggak?"
"No way! Nanti nggak cuma kaki aku yang sakit. Gigi aku juga."
"Yakin nggak mau?" Elenor bisa melihat bagaimana tangan gadis itu hendak bergerak mengambil namun kembali ragu dan menurunkannya. "Ya udah deh, kalau nggak mau. Dokter Ele kasi ini ke pasien yang lain aja."
"Jangan!" Pekik gadis kecil itu saat Elenor hendak bangkit. Dengan pupil mata mengecil dan wajah memelas, gadis kecil itu menarik-narik ujung jas putih Elenor. "Aku mau makan lolipop sambil nunggu Mama datang."
"Nah, gitu dong dari tadi." Elenor langsung memberikan lolipop itu kepada si gadis kecil lalu mengacak-acak rambutnya. Gadis kecil membuka plastik lolipop dengan tidak sabaran lalu menjilatinya dengan wajah gembira.
"Dokter, sini." Gadis kecil menyuruh Elenor mendekat. Dan Elenor menurut. Bibir mungil dengan rasa manis itu berbisik di telinga Elenor. "Dari tadi ada cowok yang ngeliatin kita di belakang Dokter Ele. Siapa dia? Ganteng. Mirip anggota boyband."
Secepat itu, Elenor langsung memutar kepalanya untuk memastikan sosok yang baru saja gadis kecil itu lihat. Pria jangkung itu ternyata Ethan. Tapi Elenor berusaha mempertahankan mimik wajahnya untuk tetap datar. Karena kemarin dia sudah menjatuhkan harga diri, kini giliran dia yang jual mahal. Lihat saja.
"Sasha, kenapa kamu di luar, sayang? Mama kan menyuruhmu menunggu di dalam kamar." Mama gadis kecil—yang ternyata bernama Sasha itu—datang dengan membawa banyak kantung belanjaan di tangannya.
"Dokter Ele memberiku permen lolipop, Mama. Rasanya enak."
"Sudah bilang terima kasih kepada Dokter cantik?"
Sasha menggeleng sebelum mengulurkan tangan kanannya kepada Elenor. "Terima kasih, Dokter cantik. Aku doakan Dokter Elenor berjodoh dengan Dokter Cristian. Kalian cocok banget tau!"
"Ssttt, anak kecil tau apa soal jodoh-jodohan. Jangan bikin malu Mama ya, Sasha!" Mama Sasha menyengir tidak enak pada Elenor. Padahal Elenor sama sekali tidak masalah. Toh, selama ini sudah banyak sekali penghuni rumah sakit yang gemar menjodoh-jodohkannya dengan Cristian. "Maafkan anak saya ya, Dok. Dia kebanyakam nonton sinetron."
Mama Sasha mendorong kursi roda Sasha menuju kamar walau Sasha masih menggerutu karena masih ingin mengobrol dengan Elenor.
Ketika Sasha dan Mamanya sudah menghilang di balik pintu, baru lah Ethan maju tiga langkah lebih dekat. Kedua mata mereka bertemu. Diam seperti itu dalam beberapa saat sampai akhirnya Elenor menyerah lebih dulu, "Aku pikir kamu nggak seniat itu untuk menemui aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE OF MY LIFE
RomanceSemua bermula dari Elenor, Si Dokter cantik yang tidak pernah percaya akan adanya cinta sejati di dalam hidup. Penyebabnya adalah keluarga. Dia lelah melihat Papa yang selalu merasa insecure dengan apa yang Mama miliki. Dia juga lelah melihat Mama m...