Chapter 12

2.1K 167 108
                                    

Sejak menginjakan kakinya di ruangan seorang Reymond Davis, Ethan benar-benar merasa terintimidasi. Raymond seolah tahu bagaimana cara membuat orang mati hanya dengan menatap kedua matanya. Tapi, sebisa mungkin Ethan tidak terganggu dengan tatapan tidak suka yang Reymond berikan. Tugasnya saat ini hanya mencari restu. Itu saja.

"Selamat karena kamu menjadi laki-laki pertama yang Elenor bawa ke hadapan saya."

Menyadari fakta tersebut, Ethan sedikit terkejut. Sebelumnya Elenor pernah berkata demikian, hanya saja Ethan meragukannya. Bagaimana tidak? Elenor cantik, memiliki pekerjaan dan latar belakang yang sangat baik. Ethan pikir Elenor bisa sesuka hati memilih laki-laki mana pun yang dia sukai.

"Saya rasa kamu harus tau ini. Sebenarnya saya meyayangkan keputusan Elenor yang ingin memilih calon pasangan hidupnya sendiri. Saya sedikit trauma karena anak saya—Mama Elenor—sudah terjerumus ke pernikahan yang membuat hidupnya sengsara. Saya tidak mau lalai untuk yang kedua kali. Maka setiap saya menemukan lelaki yang menurut saya berpotensi menjadi cucu menantu saya, saya akan menawarkannya kepada Elenor. Tapi Elenor selalu menolak saya, katanya ini bukan jaman Siti Nurbaya lagi."

Pria dengan rambut yang sudah memutih itu tersenyum miring, "Elenor pernah bilang, jika dia masih bermain-main dalam sebuah hubungan, dia tidak akan berani membawa laki-laki itu kepada saya. Tapi jika dia sudah yakin dengan laki-laki pilihannya, maka dia harus membawa laki-laki itu kepada saya untuk memastikan apakah laki-laki itu layak untuk dia atau tidak. Saya hanya tidak mau nasib cucu kesayangan saya akan sama seperti Putri saya. Elenor terlalu berharga untuk disakiti oleh laki-laki mana pun."

"Saya mengerti ketakutan Kakek. Elenor juga pernah bercerita tentang keluarganya yang tidak harmonis. Saya tau betapa trauma dia dan saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk mewujudkan pernikahan yang Elenor inginkan. Jika Kakek mengijinkan saya memiliki cucu Kakek, saya berjanji akan menjaga dia sampai akhir napas saya."

"Itu juga yang pernah Reno katakan ketika datang kepada saya dan memelas agar bisa menikah dengan Julia. Tapi setelah mereka menikah, semua itu hanyalah omong kosong. Hanya ada satu persen lelaki baik di muka bumi ini, sembilan puluh sembilan persennya brengsek."

"Saya bisa pastikan bahwa saya berada pada angka satu persen itu. Saya dan Papa Elenor bukan orang yang sama."

"Berdiri kamu!"

Ethan bangkit dari duduknya, mengikuti ucapan Kakek. Kemudian pintu ruangan Kakek terbuka. Tiga orang berbadan besar dengan pakaian serba hitam masuk ke dalam ruangan.

Salah satu dari mereka meraih kerah kemeja Ethan lalu mengangkatnya tinggi-tingga. Ethan menatap Reymond yang tampak tidak terganggu, bahkan kini dia sedang menghisap cerutu.

"Apa-apaan ini, Kakek?"

Kakek menjentikan jarinya. Bagai sebuah intruksi bagi tiga orang bodyguard itu untuk menyerang Ethan. Tubuh Ethan di dorong hingga terjerembab ke lantai. Sebelum Ethan sempat bangkit, salah satu dari mereka menendang perut Ethan hingga dia terjatuh kembali.

Mendapatkan perlakuan semena-mena itu tentu tidak membuat Ethan diam saja. Taruhannya adalah nyawa. Maka dia memutuskan untuk mengeluarkan keahlian bela dirinya. Tiga lawan satu.

Kepalan tangan Ethan melayang ke satu persatu wajah dari anak buah Reymond. Walau dia juga kerap kali mendapatkan tinju yang membuat tubuhnya linglung tetapi Ethan mempertahankan dirinya untuk tidak tumbang.

Dua orang sudah dibuat tak berdaya dengan bibir dan hidung berdarah akibat kekuatan Ethan. Sedangkan Ethan berhasil membanting orang terakhir menuju meja kaca yang langsung pecah.

Kakek bertepuk tangan dengan santai. Seolah dia baru saja menyaksikan bertandingan tinju di televisi dan sudah menemukan siapa pemenangnya. Kakek mengeluarkan amplop dari balik jasnya, lalu diberikan kepada satu persatu anak buahnya yang sudah kalah telak.

LOVE OF MY LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang