Chapter 24

2.3K 166 104
                                    

Elenor belum menyentuh makan siangnya yang sudah datang beberapa saat lalu. Kalimat dan sikap yang Ethan tunjukam pagi tadi masih terbayang-bayang di benaknya.

Karena mobil Elenor masih di bengkel, Ethan menawarkan diri untuk mengantar Elenor padahal dia sudah menolak dengan berkata bahwa dia bisa menumpang taksi online tanpa perlu merepotkan Ethan. Tapi Ethan tetap memaksa dan berkata bahwa itu adalah salah satu kewajiban suami, bahwa tidak hanya Elenor saja yang harus menjalankan kewajiban seorang Istri. Mereka harus seimbang.

Ditambah lagi dengan permintaan untuk membuka hati. Elenor tidak habis pikir bagaimana bisa Ethan mengharapkan kehadiran cinta di dalam pernikahan mereka padahal sedari awal Elenor sudah berkata bahwa itu adalah hal yang mustahil.

Tapi Elenor tidak bisa menyuarakan itu semua karena tatapan tulus yang Ethan berikan. Kedua matanya seolah meminta permohonan. Bibir Elenor jadi mendadak kelu.

"Hai, Nor. Udah nunggu lama?" Pada akhirnya Serena—orang yang Elenor minta untuk menemaninya makan siang di luar—pun datang juga. "Sorry gue telat, lagi banyak kerjaan di kantor hukum suami elo."

"Ethan tau kalau lo makan siang di luar bareng gue?"

"Kayaknya sih enggak. Soalnya Pak Ethan lagi sibuk banget ngurusin klien barunya. Jam makan siang aja dia masih ada di dalam ruanganya. Lo udah bawain dia bekal? Awas lo maagnya Pak Ethan kambuh."

"Jadi Ethan punya maag?"

"Demi Tuhan. Lo nggak tau kalau suami lo sendiri punya riwayat sakit maag?" Serena terkejut, berlebihan. Sedangkan Elenor mengangguk dengan jujurnya. Dia memang tidak pernah tahu menahu tentang Ethan.

"Asal lo tau aja, Pak Ethan pernah hampir pingsan di kantor waktu awal-awal putus sama Naomi. Untung Sekretarisnya gercep nelpon Dokter. Dan ternyata Pak Ethan nggak makan selama dua hari sampai-sampi maag-nya kambuh. Aduh, Nor, lo gimana sih. Mending sekarang lo telepon Pak Ethan dan suruh dia makan dulu baru lanjutin pekerjaan."

"Harus banget? Nanti kalau dia lapar pasti makan sendiri. Ethan bukan anak kecil kali."

Serena menepuk dahinya, "Lo sebenarnya Istri Pak Ethan atau bukan sih?"

"Maksud lo apa ngomong begitu? Gue urus kebutuhan rumah tangga gue dengan baik kok. Gue selalu nyiapin semua kebutuhannya. Mulai dari sarapan, air hangat, handuk mandi, pakaian kerjanya, dan—"

"Itu memang kewajiban lo sebagai seorang Istri. Di luar itu apa lo pernah memberi lebih?"

"Ya?"

"Perhatian atau kalimat 'aku sayang kamu, suamiku yang ganteng' sebelum tidur?"

"Ih, geli banget!"

"Jadi elo beneran nggak pernah?!" Serena semakin terkaget-kaget.

"Lo tau sendiri kan apa alasan gue dan Ethan sampai harus menikah?"

"I know, Nor, but ini bukan pernikahan bohong-bohongan. Semua yang udah lo dan Ethan lalui itu nyata. Janji suci pernikahan kalian di atas Altar nggak lo anggap bercandaan doang 'kan?"

Elenor kembali terdiam. Dia tidak pernah menyepelekan soal janji suci pernikahannya bersama Ethan. Dia juga menginginkan pernikahan sekali seumur hidup. Tapi, jika dia ingin pernikahan ini berhasil, apa dia harus mengikuti permintaan Ethan pagi tadi?

"Ck. Malah bengong." Serena menjentikan jarinya di depan wajah Elenor sebelum bersedekap di atas meja. "Dengar, Pak Ethan itu ganteng, smart, dan sukses. Ya, gue tau, kasta lo masih ada di atasnya. Tapi, siapa sih yang nggak mau sama laki-laki seperti Ethan Arsakala? Semua cewek, termasuk gue juga pingin ada di posisi elo, Elenor."

LOVE OF MY LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang